Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Purnawan Kristanto's blog

Purnawan Kristanto's picture

Menyaksikan "Eksekusi" di Televisi

 

Menyaksikan siaran langsung televisi perihal penangkapan buronan di Temanggung kemarin seperti menyaksikan eksekusi mati. Seseorang yang telah terpojok di kamar mandi diberondong ratusan timah panas dari segala penjuru dan dihempas oleh dua ledakan bom. Akhirnya terkapar tak berdaya.
Sudah lama bangsa Indonesia tak mempertontonkan pelaksanaan hukuman mati di depan umum. Eksekusi selalu dilakukan dengan diam-diam dan sangat tertutup. Pihak berwajib hanya mengizinkan kalangan terbatas yang bisa menyaksikannya. Misalnya rohaniwan dan petugas medis. Bahkan keluarga terpidana juga tidak disertakan. Jika pihak media mengendus, maka aparat akan melakukan strategi pengecohan demi kerahasiaan eksekusi.
 
Hukuman Gantung
 
Ini berbeda dengan zaman kolonial Belanda. Penguasa kadang-kadang melaksanakan hukuman mati justru di ruang publik, seperti di alun-alun, supaya dapat disaksikan orang banyak. Tujuannya tentu menimbulkan efek psikologis pada masyarakat supaya mereka takut melakukan perbuatan yang sama dengan si terhukum.
Purnawan Kristanto's picture

Siaran Langsung Penggerebekan di Temanggung:Jurnalisme atau Reality Show?

 

Courtesy: Kompas
 
Peristiwa penggrebekan sebuah rumah di Temanggung, yang diduga menjadi tempat persembunyian teroris, telah menjadi sebuah tayangan televisi yang dramatis. Sejak pukul 10 malam, dua stasiun berita telah menempatkan mobil produksi mereka dan membuat siarang langsung lewat satelit. 
Pada mulanya tayangan visualnya tidak begitu menarik karena lokasi kejadian sangat minim cahaya. Polisi sengaja memadamkan listrik di rumah yang menjadi sasaran serangan. Penerangan hanya didapatkan dari lampu empat mobil yang diarahkan pada rumah tersebut. Sementara itu, karena alasan keamanan, para jurnalis hanya dapat mengambil gambar dari jarak yang tidak ideal. Maka gambar yang dihasilkan hanya dua buah titik cahaya di tengah-tengah kegelapan. Karena tidak berhasil menangkap gambar yang menarik, maka reporter TV hanya mengulang suara-suara tembakan yang terekam oleh mike kamera. Sesekali, mereka menampilkan suasana warga masyarakat yang mulai berjubel untuk menyaksikan tontonan yang langka ini. Ini pun dengan kualitas gambar yang mengecewakan karena sering “out of focus”.
Purnawan Kristanto's picture

Melihat Pekerjaan Tuhan di Rawinala

 Wajah Maria ditelengkupkan di atas meja ketika kami masuk kelas dasar di SLB G, "Rawinala", di Jakarta Timur. "Maria, ayo beri salam..." ajak ibu Agatha yang mengantarkan kami. Maria tetap bergeming. Justru Olin, teman sekelasnya, yang tampak antusias. Dia menggapai-gapai tangannya mengajak kami bersalaman. Olin adalah siswa yang mengalami tuna ganda. Dia mengalami kebutaan sekaligus tuna grahita.

Setalah dibujuk-bujuk, akhirnya Maria mengangkat wajahnya juga. Astaga, saya tidak dapat menyembunyikan kekagetan setelah melihat kondisi wajah Maria. Wajah anak perempuan berusia sekitar 9 tahun ini sungguh menimbulkan rasa iba. Saya tidak tega melukiskannya secara detil di sini. Saya hanya dapat mengatakan bahwa wajahnya seperti sebatang lilin yang meleleh karena terbakar. Sehelai handuk sengaja dibebatkan ke lehernya untuk menampung tetesan air liurnya.

Maria bukan korban kebakaran.

Purnawan Kristanto's picture

Rawinala:Cahaya di Tengah Kegelapan

Memasuki halaman gedung Rawinala, sayup-sayup terdengar syair lagu yang biasa dinyanyikan dalam kontes pencari bakat, AFI Yunior II:

"Aku bisa, aku pasti bisa.
Ku harus terus berusaha.
Bila ku gagal itu tak mengapa.
Setidaknya ku tlah mencoba."

Ternyata Angel, seorang gadis berusia 9 tahun, yang menyanyikan lagu itu. "Selamat pagi Angel," sapa ibu Agatha yang menemani kami, "ayo beri kenalan dan beri salam." Bergegas dia mengulurkan tangannya, tapi arahnya tak menuju kami. Pelangi, isteri saya, meraih tangannya dan menjabatnya. Angel adalah seorang tuna netra yang menjadi siswa di Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian G "Rawinala." Huruf G memiliki arti "Ganda". Semua siswa yang bersekolah di sini memang memiliki kebutuhan pendidikan secara khusus. Kalau SLB yang lain hanya untuk satu jenis kecacatan, maka sekolah ini mendidik siswa dengan kecacatan ganda.

Purnawan Kristanto's picture

Ini adalah Tulisanku ke-200 di Sabdaspace

 PasarIni adalah tulisanku yang ke-200 di situs Sabdaspace, sekaligus sebagai kado ulangtahun buat situs yang dijuluki "Pasar Klewer" oleh anggota-anggotanya ini. Hingga tulisan ini dibuat, saya menduduki rangking teratas dalam hal jumlah tulisan. Namun dalam hal pengumpulan poin, saya masih di urutan ke empat.

Saya menuliskan hal ini bukan dengan maksud jumawa atau memegahkan diri. Tak sekalipun itu terbersit dalam benak saya. Posisi yang saya raih ini merupakan konsekuensi logis dari apa yang sudah lakukan di SS ini. Saya termasuk di antara "jemaat mula-mula" di SS ini. Saya mendaftarkan diri ke SS ini sejak 2 tahun, 32 minggu yang lalu. Postingan pertama saya dibuat pada tanggal 12 Desember 2006.
Sejak membuka kios di sini, saya mengalami pasang-surut dalam menunggui kios, menjajakan dagangan dan kadang kulakan barang. Ada kalanya saya begitu bersemangat menambah dagangan untuk dijajakan di sini. Sesekali melayani orang yang bersanjang ke kios saya. Kalau mereka menawar, maka saya melayani dengan sukacita. Ada juga yang berkunjung ke kios dengan sikap yang tidak menyenangkan. Ada yang bersikap sinis dan melecehkan dagangan saya. Ada juga datang untuk memberikan banyak nasihat tanpa diminta. Ada pula yang pura-pura menawar, namun sesungguhnya tidak bermaksud membeli. Dia hanya ingin menunjukkan eksistensinya.
Saat itu, pasar ini memang dibuka seluas-luasnya. Siapa saja boleh masuk dan menawarkan dagangan di sini. Akibatnya, suasana pasar ini menjadi kumuh, bising dan hampir tak ada aturan. Ada beberapa orang yang tanpa identitas jelas dapat membuang sampah dan kotoran di sini. Mereka datang dan pergi tanpa sepengetahuan lurah pasar ini. Mereka bebas keluar-masuk tanpa perlu mencatatkan diri pada buku register lurah pasar.
Purnawan Kristanto's picture

Kejutan Hari Kedua

Kejutan terjadi pada hari kedua Kirana masuk sekolah. Pada hari pertama, kami merasa kecewa karena Kirana  [3 tahun, 2 bulan] menempel terus pada mamanya. Padahal jauh-jauh hari kami sudah mengkondisikan supaya dia tidak terlalu asing dengan lingkungan barunya.

Purnawan Kristanto's picture

Telapak Kakinya Jelek Banget

Jauh-jauh hari sebelum masuk sekolah, kami telah berusaha untuk membiasakan Kirana (3 thn), anak kami, terhadap lingkungan barunya nanti. Setiap ada kesempatan kami mengajak Kirana ke bakal sekolahnya itu. Mula-mula dia tampak canggung, tapi lama-kelamaan dia mulai menikmati suasananya. Dia mulai bermain perosotan, ayunan dan kotak pasir.

Purnawan Kristanto's picture

Survei untuk Kopdarnas di Tawangmangu

Pemandangan dari villa, yang akan digunakan untuk Kopdarnas Blogger SS, sangat indah. Itulah pendapat cik Joli ketika kami mengadakan survei ke sana. Berdiri di gazebo yang ada di depan villa, kita akan disuguhi pemandangan lembah Tawangmangu yang asri. Lereng-lereng gunung telah disekat-sekat terasering untuk tanah pertanian.

Purnawan Kristanto's picture

Celetukan Kirana

Photobucket Komentar Kirana (3 th, 1 bulan) mengagetkan kami hari ini, sekaligus membuat kami bangga.

Ceritanya begini: Malam ini tante Ninuk  akan datang dari Purwakarta. Mereka akan naik kereta Turangga dari Bandung. Kereta ini berhenti di stasiun Yogyakarta dan Solo, Balapan.

Masalahnya, jam kedatangan mereka terlalu pagi, yaitu sekitar pukul 3 pagi. Padahal mereka harus meneruskan perjalanan ke Klaten (sekitar 30 km).

Ada dua pilihan untuk meneruskan perjalanan, yaitu naik kereta Prameks atau naik bis umum. Yang paling mudah adalah berganti naik kereta prameks, yaitu kereta komuter yang wara-wiri dari Kutoarjo-Yohya-Solo.

Purnawan Kristanto's picture

Mamma Mia!

Jika saya berkata: "Mamma Mia", mungkin akan muncul dua reaksi. Pertama, anak-anak atau remaja akan membayangkan sebuah acara pencarian bakat di sebuah stasiun televisi swasta. Kedua, orang yang sudah dewasa, yang berusia di atas 35 tahun, akan membayangkan lagu yang dinyanyikan oleh sebuah band legendaris bernama ABBA. Namun sebenarnya, masih ada satu lagi reaksi, yaitu yang diberikan oleh orang-orang di Inggris. Mereka akan membayangkan sebuah pertunjukan drama musikal yang berbasis pada lagu-lagu ABBA.

Purnawan Kristanto's picture

Hidup Selibat itu Alkitabiah

SelibatDalam tulisan Dede Wijaya tentang hidup selibat di gereja Katolik,  dia dengan gegabah menuduh bahwa hidup selibat yang dijalani oleh rohaniwan Katolik itu tidak Alkitabiah. Dia mengajukan argumentasi bahwa Petrus yang dianggap sebagai Paus yang pertama ternyata menikah. Setelah itu Dede mengutip Matius 19:12, lalu menyimpulkan bahwa kewajiban hidup selibat itu tidak Alkitabiah, sebab mestinya keputusan untuk hidup selibat itu harus berdasarkan kemauan sendiri, bukan karena diharuskan.

 
Mestinya yang lebih berkompeten menanggapi tuduhan Dede Wijaya adalah orang Katolik sendiri. Sembari menunggu tanggapan itu, baiklah saya paparkan hasil pembelajaran saya. Saya tidak berpretensi bahwa tulisan ini akan mengubah pandangan Dede Wijaya, tapi setidaknya tulisan ini akan memberikan perspektif lain yang dapat dipertimbangkan untuk mencerna sebelum mengambil kesimpulan bahwa hidup selibat para rohaniwan Katolik itu tidak alkitabiah.

Purnawan Kristanto's picture

Betawi Expedition:Kopdar Komunitas Penjunan

"Masih berani naik Hercules, mas?" Bayu Probo mengirim pesan lewat Yahoo Messenger [YM], Rabu siang [20/5]. Aku tahu maksudnya. Dia pasti hendak mengingatkan obsesi yang pernah aku sampaikan pada Workshop Menulis Buku dan Kopi Darat Komunitas Penjunan. Saat itu aku katakan bahwa salah satu obsesiku adalah naik helikopter dan pesawat Hercules.

Purnawan Kristanto's picture

Betawi Expedition:Workshop

Rasanya belum ada satu jam aku tertidur ketika alarm berbunyi. Aku matikan alarm, lalu membenahi bantal dan tidur lagi. Itulah gunanya alarm, untuk membuat jengkel orang yang kurang tidur.

Purnawan Kristanto's picture

Kopdar SS 15 Mei 2009

Insiden "bagasi"  di bandara membuatku tidak dapat menghubungi ko Hai Hai yang berjanji akan menjemput. Pesawatku tertunda satu jam, tapi aku tidak dapat memberitahukan keterlambatan ini karena HP-ku tak sengaja masuk dalam bagasi pesawat.

Purnawan Kristanto's picture

Betawi Expedition

"Blaik!!…. Celaka tiga belas," seruku dalam hati. Aku lupa mengambil tas kecil dari dalam tas besar yang aku bawa ke Jakarta. Di dalam tas kecil itu berisi kamera video digital yang kubeli seharga 5 jutaan, PDA pemberian seseorang dan kamera foto digital seharga sejutaan. Semuanya terlanjur masuk ke dalam bagasi pesawat. Padahal sudah ada banyak berita tentang penumpang pesawat yang kehilangan barang-barang berharga ketika bawaan mereka dimasukkan ke dalam bagasi pesawat.
Purnawan Kristanto's picture

38 Syukurku

Birthday Cake Pictures, Images and Photos

 Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei, aku dilahirkan 38 tahun yang lalu. Selama itu pula, Tuhan telah menganugerahiku dengan rahmat. Sekarang waktunya untuk bersyukur:

Purnawan Kristanto's picture

Ketika Tuhan Membisu

 

Sungguh ngeri membayangkan penganiayaan yang dialami oleh orang Kristen di Jepang pada masa pemerintahan Tokugawa Bakufu. Ada yang dimasukkan ke dalam air bercampur belerang yang mendidih di puncak gunung. Ada yang direndam di pinggir pantai selama berhari-hari. Tubuh mereka diikatkan pada sebatang kayu dan dibiarkan terendam air selama berhari-hari. Mereka akan mengalami siksaan fisik yang luarbiasa mulai dari kelaparan, kehausan sampai dengan hipotermia. Mereka lakan mati secara perlahan-lahan.
Akan tetapi jenis siksaan yang paling mengerikan adalah yang disebut "Siksaan lobang." Penguasa membuat lubang seukuran lebih besar sedikit dari kepala manusia. Di dalamnya diisi dengan kotoran. Cara penyiksaannya, orang Kristen digantung terbalik dan kepalanya dimasukkan ke dalam lobang itu sebatas bahu. Untuk menambah penderitaan, maka sang algojo mengiris sedikit di belakang telinga sang korban. Darah akan keluar sedikit demi sedikit membasahi wajah mereka. Aliran darah ini ada yang masuk ke lobang telinga. Ada pula yang menutupi pandangan mata. Siksaan terbukti mampu meruntuhkan iman Christovao Ferreira, provincial berkebangsaan Portugis, yang melayani di Jepang.
Mengapa orang Kristen di Jepang mengalami penganiayaan?
Purnawan Kristanto's picture

Tips Memotret Karnaval

Photobucket

Purnawan Kristanto's picture

Jarkoni

www.tanimerdeka.comAda seorang petani yang setiap hari menjual hasil pertanian ke pasar. Untuk mencapai pasar, dia harus melintasi gunung atau mengambil jalan memutar yang cukup jauh. Maka muncul tekadnya untuk membuat terowongan di gunung itu sehingga ada jalan pintas. Dia pun menancapkan gancu ke bebatuan dan memulai proyek-proyek besarnya itu.

Melihat itu, para tetangga menertawakan upaya yang mereka anggap konyol. Namun sang petani tetap bergeming. Dia tetap melobangi punggung gunung itu.
***
Purnawan Kristanto's picture

Pancing VS Jala

 

"Dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya." Maaf, saya tidak sedang berbicara tentang prinsip ekonomi. Saya sedang menyinggung prinsip-prinsip yang diyakini oleh para pemancing. Bagaimana tidak, dengan umpan yang kecil, para pemancing ini berharap mendapatkan hasil yang lebih besar.