Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Cacat Ganda

Purnawan Kristanto's picture

Melihat Pekerjaan Tuhan di Rawinala

 Wajah Maria ditelengkupkan di atas meja ketika kami masuk kelas dasar di SLB G, "Rawinala", di Jakarta Timur. "Maria, ayo beri salam..." ajak ibu Agatha yang mengantarkan kami. Maria tetap bergeming. Justru Olin, teman sekelasnya, yang tampak antusias. Dia menggapai-gapai tangannya mengajak kami bersalaman. Olin adalah siswa yang mengalami tuna ganda. Dia mengalami kebutaan sekaligus tuna grahita.

Setalah dibujuk-bujuk, akhirnya Maria mengangkat wajahnya juga. Astaga, saya tidak dapat menyembunyikan kekagetan setelah melihat kondisi wajah Maria. Wajah anak perempuan berusia sekitar 9 tahun ini sungguh menimbulkan rasa iba. Saya tidak tega melukiskannya secara detil di sini. Saya hanya dapat mengatakan bahwa wajahnya seperti sebatang lilin yang meleleh karena terbakar. Sehelai handuk sengaja dibebatkan ke lehernya untuk menampung tetesan air liurnya.

Maria bukan korban kebakaran.

Purnawan Kristanto's picture

Rawinala:Cahaya di Tengah Kegelapan

Memasuki halaman gedung Rawinala, sayup-sayup terdengar syair lagu yang biasa dinyanyikan dalam kontes pencari bakat, AFI Yunior II:

"Aku bisa, aku pasti bisa.
Ku harus terus berusaha.
Bila ku gagal itu tak mengapa.
Setidaknya ku tlah mencoba."

Ternyata Angel, seorang gadis berusia 9 tahun, yang menyanyikan lagu itu. "Selamat pagi Angel," sapa ibu Agatha yang menemani kami, "ayo beri kenalan dan beri salam." Bergegas dia mengulurkan tangannya, tapi arahnya tak menuju kami. Pelangi, isteri saya, meraih tangannya dan menjabatnya. Angel adalah seorang tuna netra yang menjadi siswa di Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian G "Rawinala." Huruf G memiliki arti "Ganda". Semua siswa yang bersekolah di sini memang memiliki kebutuhan pendidikan secara khusus. Kalau SLB yang lain hanya untuk satu jenis kecacatan, maka sekolah ini mendidik siswa dengan kecacatan ganda.