Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Menyaksikan "Eksekusi" di Televisi
Menyaksikan siaran langsung televisi perihal penangkapan buronan di Temanggung kemarin seperti menyaksikan eksekusi mati. Seseorang yang telah terpojok di kamar mandi diberondong ratusan timah panas dari segala penjuru dan dihempas oleh dua ledakan bom. Akhirnya terkapar tak berdaya.
Sudah lama bangsa Indonesia tak mempertontonkan pelaksanaan hukuman mati di depan umum. Eksekusi selalu dilakukan dengan diam-diam dan sangat tertutup. Pihak berwajib hanya mengizinkan kalangan terbatas yang bisa menyaksikannya. Misalnya rohaniwan dan petugas medis. Bahkan keluarga terpidana juga tidak disertakan. Jika pihak media mengendus, maka aparat akan melakukan strategi pengecohan demi kerahasiaan eksekusi.
Ini berbeda dengan zaman kolonial Belanda. Penguasa kadang-kadang melaksanakan hukuman mati justru di ruang publik, seperti di alun-alun, supaya dapat disaksikan orang banyak. Tujuannya tentu menimbulkan efek psikologis pada masyarakat supaya mereka takut melakukan perbuatan yang sama dengan si terhukum.
Salah satu eksekusi yang tercatat dalam sejarah adalah hukuman gantung terhadap Oey Tambahsia, seorang playboy di Betawi. Dia adalah anak pedagang tembakau yang sukses. Pada waktu itu, masyarakat setempat masih terbiasa menginang dengan sirih dan tembakau sehingga permintaan terhadap tembakau sangat tinggi. Ketika ayahnya meninggal, Oey Tambahsia mewarisi harta yang melimpah. Dia bergaya hidup mewah dan perilakunya tak terarah. Dia tergila-gila pada perempuan, dan tega pada orang-orang yang dianggapnya lawan. Dia menghabisi nyawa menantu Mayor Cina yang menjadi pesaingnya di bidang bisnis. Masih banyak lagi kejahatan yang dilakukannya.
Hingga akhirnya ia pun dijatuhi mati dengan cara digantung. Di hadapan banyak orang, Oey Tambahsia dibawa berjalan menuju tiang gantungan. Dengan tangan terikat, Oey dinaikkan di atas dingklik (bangku kecil dari kayu). Sang algojo lalu mengalungkan tali ke lehernya. Sesuai aba-aba yang diberikan penguasa, algojo lalu menendang dingklik, dan terjeratlah leher Oey. Dia mati muda, dalam usia 31 tahun.
Namun Oey tampaknya lebih beruntung daripada mr. X yang dikepung di desa Beji, Temanggung. Setidaknya Oey mengalami proses pengadilan, dimana dia diberi kesempatan untuk membela diri. Sedangkan mr. X harus menghadapi kenyataan pahit harus mati disaksikan lebih banyak orang tanpa melalui proses pengadilan.
Mengapa ini harus dipersoalkan? Bukankah wajar saja jika polisi menembak mati mr. X karena dia berusaha melawan dengan menembakkan senjata api? Pada awal siaran langsung, reporter televisi memang melaporkan telah terjadi baku tembak di lokasi kejadian. Namun mereka hanya "menampilkan" suara-suara tembakan api. Pertanyaannya, apakah itu benar-benar suara "baku tembak" dari kedua belah pihak? Apakah sang jurnalis sudah memverifikasi kebenarannya? Apakah mereka telah memastikan bahwa suara itu tidak hanya berasal dari satu pihak saja?
Seandainya memang terjadi perlawanan dari pihak dalam, apakah harus dihadapi dengan gempuran yang demikian eksesif? Bukankah masih ada metode-metode lain yang tidak mematikan? Misalnya dengan mengedepankan negosiasi supaya tersangka yang ada di dalam rumah mau menyerah. Atau pun jika harus menggunakan kekerasan, masih ada pilihan metode lain yang tidak mematikan. Misalnya dengan memasukkan granat asap atau granat air mata supaya dia keluar dari persembunyiannya.
Entahlah, saya tidak tahu pertimbangan yang digunakan polisi saat itu. Mungkin mereka tidak mau ambil risiko untuk menangkap mr X, yang diduga keras Noordin M Top, karena ada kemungkinan dia kalap dan meledakkan bom.
Namun di balik peristiwa ini, saya kira perlu ada mekanisme eksaminasi untuk mengukur apakah tindakan represif yang dilakukan polisi untuk melumpuhkan pelaku kriminal itu sudah tepat atau berlebihan. Sebagai contoh, saat membaca atau menonton tayangan berita kriminal, sering diberitakan bahwa sang penjahat berusaha melarikan diri sehingga polisi terpaksa menembak betis atau pahanya. Bahkan saya pernah melihat ada penjahat yang tertembak pada telapak kakinya.
Betapa hebatnya polisi Indonesia. Bayangkan, dengan posisi berlari-lari mengejar penjahat mereka dapat menembak sasaran yang bergerak dengan sangat akurat. Apa itu bukan prestasi yang jempolan! Jika memang demikian, maka saya mengusulkan supaya para polisi dimasukkan dalam kontingen atlet ke Sea Games dan Asian Games. Dengan kemampuan demikian, mereka pasti bisa menyabet medali.
Akan tetapi saya khawatir bahwa ceritanya tidak benar-benar demikian. Jangan-jangan rumor yang mengatakan bahwa penjahat itu tidak benar-benar melarikan diri adalah kabar yang benar. Jika memang begitu, maka para pewarta itu telah melakukan penipuan. Dan ini adalah dosa terbesar yang tak terampuni bagi seorang jurnalis. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pertanyaan, dengan ukuran apa seorang polisi boleh menembak penjahat. Apakah sudah ada mekanisme yang akuntabel untuk memeriksa keabsahan tindakan represif itu?
__________________
------------
Communicating good news in good ways
Belum ada user yang menyukai
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 5100 reads
Pa Wawan :skenario Kejar tayang yang UUM
Halo Pak Wawan,...
Ikut nimbrung Ya.... Mengenai yang diceritakan, saya juga mengikuti " Drama " tersebut...
SEMUAnya serba KEDODORAN...dan seperti KEJAR TAYANG...atau dapat diistilahkan kejar Setoran...Nampak Jelas Banyak "PESANAN" dari mana mana...jadi mau ga mau, dikerjakannya juga serba tergesa gesa, dan nampak sekali kalau dikejar " DEAD LINE"
Kita sama sama menyaksikan....hampir 600 personnel. melawan seorang RAMBO yang sedang sakit meriang...Dan DRAMA nya berlangsung belasan jam.
Yang ironisnya lagi, UUM ( Ujung Ujung nya MATEEE)
JAdi drama yang berlangsung belasan jam,jika ENDING nya seperti itu, kenapa juga ga di lemparkan saja sebuah "NANAs" ke dalam sanaaaaa????
Dan yang lucunya lagi,...karena mungkin semuanya sesuai " SKENARIO KEJAR TAYANG " jadi si TRANSFORMER kecilnya juga MAcet,hua ha ha ha...
Yang menyedihkan, kenapa juga sedimikian lama???? kenapa juga 3 ekor bisa jadi 1 ekor??? Yang 2 kemana yah?????? mungkin CUTI kali yah Pa?
SEMUA nya nampak TIDAK PROFESSIONAL...seperti para pemain air softgun saja...( Gagah penampilan - nya saja)
Mungkin Pa wawan harus meng- compare dengan ROBOCOP dari negara lain....jauh,banget...
Mungkin kita juga ga tau jelas prosedur nya,..apakah perintahnya ya MUSNAHKAN....atau HANCURKAN.... atau MATIKAN????
ATAU mungkin juga,...LUMPUHKAN? tapi jelas jelas ga LUMPUH,...malah mateeeee.
Kalo mau di mate in ya kenapa ga langsung Plung plung dan plung...maksud saya dari awal....
Kalo nonton film EAGLE EYE...atau ENEMY of the STATE...saya malah berpikir, mungkin di Amerika sana, mereka dari bagian DEP HAN dan NSA, lagi nonton drama kemaren lewat monitor mereka,....dan yang jelas mereka pasti ketawa ketiwi.( satelit mereka canggih banget...yeee)
Kita hanya manusia biasa...rakyat biasa...yang ga mahir menembak...ga mahir membidik...tapi kalo hanya untuk lempar " NANAS " saja tentu saja kita sanggup...
Pa Wawan menulis :
Namun di balik peristiwa ini, saya kira perlu ada mekanisme eksaminasi untuk mengukur apakah tindakan represif yang dilakukan polisi untuk melumpuhkan pelaku kriminal itu sudah tepat atau berlebihan. Sebagai contoh, saat membaca atau menonton tayangan berita kriminal, sering diberitakan bahwa sang penjahat berusaha melarikan diri sehingga polisi terpaksa menembak betis atau pahanya. Bahkan saya pernah melihat ada penjahat yang tertembak pada telapak kakinya.
Wah pa..baru tahu ya,...peluru nya kan pake remot...jadi bisa diarahkan kemana saja...bahkan saat melakukan tembakan peringatan, dan kemudian membidik sasaran, tentu saja hanya bagian belakang yang terlihat dari jarak pandang penembak, tapi kenanya bisa didengKuL depan bahkan di telapak kaki....Itu lah gunanya REMOTE CONTROL FOR BULLETS...
Itu keluaran asli INDONESIA lho pa....
Keren...kalau saja saya bergerak dibidang ekspor, mungkin saya akan menawarkan ke seluruh dunia, akan REmOTE FOR BULLETS tersebut.
Kalau sudah begitu dan dunia ga tau,...mendingan kita ikut olimpiade aja Pa Wawan...kan pasti MENANG...hua ha ha ha ( ketawa ala mbah surip)
Kalo ditakutkan meledakkan bom, ya ditunggu aja...kan mereka bisa buat kemah, beronda,...dan siskamling disekitar lokalisasi( eh salah...gara gara Tante Paku tuh, jadi ikutan, yang benar Lokasi)
Kalo takut ada yang pake rompi isi lemper, ya bener juga di kasih asep aja....kalo nembak...ya cuekin aja...wong 1 VS 600, gitu aja kok repot.
Sekarang kalo dihitung..."airsoftgun" milik Spesial force dari KORPS baju coklat, yang pake baju kayak orang berkabung,berisikan 30 Bullets untuk M4 nya...ada yang pake M14 juga( sniper) jumlah handgun isinya kan 10 s/d 15 bullets, jadi kalo dikali kan 600 berapa tuh? wah bisa diekspor tuh ke URGANDA....belum MAG yang serep nya..... lawan paling banter AK 47 dengan 30bullets juga,..serepnya 10 deh,....kan masih kalah ama yang 600 DIKALIKAN bla bla dan bla...
Daya ledak juga kan di tengah sawah..bukan di pemukiamn padat penduduk.kenapa harus takut...Harusnya mereka nonton juga HURT LOCKER.....biar jago bikin petasan hua ha ha dan menjinakan petasan....
harusnya yang menangani dari soldier of fortune,...mungkin mereka lebih berani dan LEBIS SIAP " KONTRAK MATI " untuk negara tercinta.
JAdi datang, intai,masuk,lumpuhkan.... bukan nya, tunggu dan tunggu,...kayak lagi ngabuburit aja..( ngabuburit nya malem malem, aneh juga)
SEGALA sesuatunya tidak sistematis...
TIDAK PROFFESIONAL
TIDAK EFISIEN....
TIDAK JELI,TIDAK TIDAK DAN TIDAK...
SEMUANYA SEPERTI KEJAR SETORAN DAN BANYAK PESANAN DAN ORDER ( ORDER PIZZA KALEEE)
mungkin juga kita harus menyanyikan lagunya P Project,... AYo NGGUYU...
hua ha ha ha ha ( enak juga ketawa kayak mbah Surip,....I lophe you pull)
Kalo dibilang terimaksih kepada mereka, untuk apa???? Aneh juga.
Oke Pa wawan...sebenarnya masih mau dilanjut, tapi karena sudah dini hari, jadi permisi,..saya mau ikutan ngeronda dulu disekitar rumah disawah orang itu,....hua ha ha ha lagi...)
Smile and maybe tomorrow. You'll see the sun come shining through, for you
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"