Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Siaran Langsung Penggerebekan di Temanggung:Jurnalisme atau Reality Show?

Purnawan Kristanto's picture

 

Courtesy: Kompas
 
Peristiwa penggrebekan sebuah rumah di Temanggung, yang diduga menjadi tempat persembunyian teroris, telah menjadi sebuah tayangan televisi yang dramatis. Sejak pukul 10 malam, dua stasiun berita telah menempatkan mobil produksi mereka dan membuat siarang langsung lewat satelit. 
Pada mulanya tayangan visualnya tidak begitu menarik karena lokasi kejadian sangat minim cahaya. Polisi sengaja memadamkan listrik di rumah yang menjadi sasaran serangan. Penerangan hanya didapatkan dari lampu empat mobil yang diarahkan pada rumah tersebut. Sementara itu, karena alasan keamanan, para jurnalis hanya dapat mengambil gambar dari jarak yang tidak ideal. Maka gambar yang dihasilkan hanya dua buah titik cahaya di tengah-tengah kegelapan. Karena tidak berhasil menangkap gambar yang menarik, maka reporter TV hanya mengulang suara-suara tembakan yang terekam oleh mike kamera. Sesekali, mereka menampilkan suasana warga masyarakat yang mulai berjubel untuk menyaksikan tontonan yang langka ini. Ini pun dengan kualitas gambar yang mengecewakan karena sering “out of focus”.
Namun seiring fajar menyingsing, maka tontonan ini semakin menarik. Penampakan rumah mungil yang sedang dikepung itu mulai jelas dengan latar belakang bukit gersang. Hamparan padi menguning di depannya. Manuver-manuver yang dilakukan oleh anggota Densus 88 dapat terekam dengan nyata.
Dua stasiun tv semakin intensif mengabarkannya. “Breaking News” itu sudah tidak “breaking” lagi karena sudah menjadi acara utama dan menggeser acara reguler lainnya. Acara Kick Andy terpaksa turun panggung demi berita ekslusif ini. Beranjak siang, atraksi yang ditampilkan makin menark. Bunga api beterbangan disertai suara dentuman menngiringi ledakan bom berdaya rendah yang dipasang polisi di pintu depan. Setelah itu polisi-polisi berseragam hitam-hitam bersembunyi di balik tameng baja mengendap-endap maju sambil mengacungkan senapan. Mereka memeriksa keadaan.
Courtesy TV One
 
Tampilan berikutnya adalah atraksi kecangggihan teknologi. Sesosok robot yang menyerupai tank berukuran mini merangksek masuk untuk menjumput beberapa informasi terkini. Di belakang rumah, dari arah bukit, sekitar lima polisi memberondong atap dan dinding rumah. Debu terhempas beterbangan saat didera puluhan timah-timah panas.
Di bagian depan, polisi menjolokkan sebatang bambu panjang ke dalam rumah. Di ujungnya sudah terpasang bom berdaya rendah. Entah dipasang dimana karena tidak terlihat oleh sorotan kamera. Tak berapa lama, kilatan api merah disertai bunyi dentuman terjadi dalam rumah itu. Reporter televisi semakin bersemangat dalam memberikan narasi. Untuk sesaat drama ini tampaknya akan mencapai klimaksya. Namun anggota densus 88 malah menarik diri. Penonton menjadi penasaran dan bertanya dalam hati: Apa yang sedang terjadi?
Satuan khusus polisi mendekat lagi. Atensi penonton semakin tinggi. Polisi mengendap-endap mengitari rumah di terpencil itu. Di belakang rumah, seorang polisi mencopot paksa daun pintu. Polisi yang lain mencabut pistol di pingganya, lalu memuntahkan seluruh isi pistolnya ke arah dalam rumah. Sesaat kemudian, dia mengacungkan jempol pada rekan-rekannya. Usai sudah episode pertama drama penggrebekan teroris. Polisi tidak lagi berjalan mengendap-endap. Mereka kembali ke pos komando dengan santai sambil mencopot helmnya.
***
Inikah babak baru jurnalisme baru di Indonesia? Dalam peristiwa ini, masyarakat tidak lagi disuguhi berita dari peristiwa yang SUDAH terjadi, tetapi menyaksikan sendiri peristiwa yang SEDANG terjadi. Dengan teknologi satelit dan melalui gelombang elektronik, masyarakat dapat mengikuti peristiwa terkini dalam hitungan detik melalui siaran langsung oleh stasiun televisi.
Namun di balik kecepatan penyampaian pesan, penayangan penyergapan secara langsung ini menyisakan pertanyaan: Apakah siaran langsung ini sudah taat pada asas-asas jurnalistik? Apakah siaran langsung ini merupakan hasil kerja jurnalistik atau sekadar reality show yang hanya memuaskan emosi pemirsa?
Demi ekslusivitas, dalam siaran langsung ini, stasiun televisi mengesampingkan aspek akurasi. Sebagai contoh, soal berapa orang yang bersembunyi dalam rumah yang terkepung itu? Stasiun televisi yang satu melaporkan ada empat orang, sementara stasiun televisi yang lain hanya menyebutkan satu orang. Itu sebabnya, sempat muncul lelucon: tiga mayat yang lain berhasil melarikan diri, sehingga polisi hanya menemukan satu mayat.
Ketiadaan sumber berita yang dapat dikonfirmasi menyebabkan reporter TV melakukan spekulasi. Setengah jam setelah aksi pengepungan itu berakhir, salah satu reporter televisi sudah melaporkan bahwa korban tewas itu adalah Noordin M Top. Kemudian disusul dengan tulisan ticker news yang memastikan hal yang sama. Padahal sampai tulisan ini dibuat, pihak kepolisian belum mengumumkan secara resmi identitas korban tewas itu.
Soal kedua yang perlu direnungkan adalah aksi kekerasan. Format siaran “langsung” tidak memungkinkan terjadinya penyuntingan gambar. Apa yang terjadi di lapangan itulah yang disaksikan oleh pemirsa. Yang bisa dilakukan oleh stasiun televisi adalah memilih sudut pengambilan gambar atau penghentian tayangan.
Yang menjadi pertanyaan: apakah kekerasan dalam penggerebekan harus ditampilkan seperti itu? Apakah ledakan bom pantas ditampilkan seperti itu? Apakah adegan polisi menembakkan pistol pantas ditayangkan begitu jelas? Alih-alih “memperhalus” adegan, stasiun televisi bahkan mengulang-ulang segmen kekerasan itu, sekali lagi demi eklusivitas. Ini bukan adegan dalam film dimana penonton masih dapat berkata dalam hati: “Ah, ini hanya aksi buatan. Adegan seperti ini tidak benar-benar terjadi.”
Ini adalah peristiwa nyata, dimana polisi memutahkan peluru dengan maksud untuk mencederai bahkan membunuh buronannya. Ini adalah ledakan bom sungguhan, meskipun berdaya ledak rendah tetapi masih punya efek merusak. Etiskah tindakan kekerasan ini ditampilkan apa adanya oleh stasiun televisi? Masih untung dalam siaran langsung tersebut tidak terekam korban manusia. Coba bayangkan sendainya dalam ledakan itu ada potongan tubuh manusia yang melayang kemudian terekam oleh kamera televisi. Jika itu ditayangkan secara langsung, bagaimana stasiun TV akan mengurangi dampak kengerian yang dibuatnya?
***
Dengan menulis ini bukan berarti saya anti siaran langsung oleh stasiun televisi. Saya hanya ingin mengingatkan para pengelola stasiun televisi: Jangan sampai hanya demi mengejar ekslusivitas berita maka asas jurnalistik dan etika penyiaran dapat diabaikan. Kerja-kerja jurnalistik harus dibedakan dengan program reality yang hanya ingin mengaduk-aduk emosi pemirsa. Ada standard yang harus ditaati oleh para jurnalis televisi.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Daniel's picture

kalo Noordin juga nonton?

Satu hal lain yang sempat terpikirkan oleh saya, entah pihak stasiun televisi memikirkan hal tersebut atau tidak: seandainya orang(-orang) yang di dalam rumah itu juga memiliki dan bisa menonton siaran televisi dari kedua stasiun tersebut, tentunya mereka akan bisa mengamati setiap gerak langkah polisi dan mengantisipasinya... keuntungan buat mereka...

sandman's picture

@Mas daniel ora iso.. gak bisa...

Listriknya dimatikan mas...

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Daniel's picture

bisa saja...

itu kan cuma seandainya, dan memang kenyataannya tidak...

tapi tidak perlu listrik PLN untuk bisa nonton tivi, pake hp juga bisa, misalnya...

sandman's picture

mas daniel..

gak ada sinyal.. *ngeyel* mode ON

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Daniel's picture

tetep bisa...

pake satelit dong... *gak-kalah-ngeyel* mode ON

sandman's picture

mas daniel

sama orang tua mengalah deh.. he he he ^^ peace//

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Daniel's picture

dik sandman

kalah ya kalah, tapi jangan ngatain orang tua dong...

kalo berani, datang ke sini (besok sabtu ya? :p~)

sandman's picture

kang mas sing ganteng..

ha ha ha semoga Tuhan mengizinkan, dengan kondisi sekarang kira2 baru 70% kepastian, selasa ini mudah-mudahan LAPORAN ke boss bisa memuaskan, jadi bisa 100% berangkat, semoga.

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

minmerry's picture

Deoxyribose Nucleic Acid - DNA after the News

Kemudian disusul dengan tulisan ticker news yang memastikan hal yang sama. Padahal sampai tulisan ini dibuat, pihak kepolisian belum mengumumkan secara resmi identitas korban tewas itu.

 

DNA...

Waiting for the DNA result, semua title News---heboh.

 

Mas Daniel : kalo Noordin juga nonton?

Mungkin dia bilang "capedhe..."

 

Setelah siaran live itu, min really wish that.....

^-^

__________________

logo min kecil

Tante Paku's picture

Noordin M Top masih hidup?

Sebegitu mudahkan Noordin M Top terbunuh? Buronan sekelas Noordin M Top kalau berpergian tentu sudah menyiapkan pertahanan yang cukup baik, di samping para pengawalnya, juga bom plastik yang siap diledakkan bila dirinya dalam bahaya. Hanya nasib sial yang membuat Noordin M Top tertangkap, kita tunggu saja "nasib sial"nya, hingga Densus 88 berhasil meringkusnya. Atau memang yang tertembak dalam siaran langsung itu Noordin M Top? Semoga pihak berwenang jangan lengah, karena masih banyak pengikutnya yang siap menebar teror kapan saja.

Sepertinya siaran langsung menjadi trend jurnalisme baru seiring kemajuan tekhnologi. Lalu bagaimana standard yang tepat bagi seorang jurnalisme dalam kasus ini? Itu yang perlu ditegaskan.

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

y-control's picture

iya tuh

iya, tuh.. meskipun jumat malam saya malah nonton king kong dan sabtu pagi sampe siang masuk kerja, tapi tayangan-tayangan tv berikutnya memang kayak reality show. bahwa ada kabar kalau target bom selanjutnya adalah cikeas, tentang kapolri yang cerita ada kombes lagi sedang mau operasi tapi kemudian mencopoti kabel2 infusnya dan bergabung menangkap teroris di bekasi... mari kita tunggu yang lain lagi 

 

Don't Swallow the Press

y-control's picture

tambahan

memang, jurnalisme di tv kita sedang sangat perlu dikritik (secara pribadi, terutama tv one)..  dua tulisan ini dan ini juga bagus dan lucu

 

Don't Swallow the Press