Dikutip sebagian dari buku Mari Menikmati!

Meskipun setiap manusia menginginkan kepuasan, kebahagiaan dan kenikmatan, tetapi tidak berarti bahwa setiap manusia memiliki cara pandang yang sama tentang kenikmatan dan bagaimana mendapatkannya.
Cara pandang yang dimiliki oleh manusia dipengaruhi oleh budaya, keluarga, lingkungan, iman dan tentu saja teologinya. Misalnya, dibeberapa daerah di Indonesia ada pendapat yang melihat profesi sebagai dokter atau pegawai negeri adalah profesi yang paling sukses, membahagiakan dan penuh dengan kenikmatan. Itu sebabnya mereka berlomba-lomba menjadikan anaknya dokter atau pegawai negeri. Di tempat yang lain, profesi pengusaha justru lebih penting.

Saya mencoba mengklasifikasikannya ke dalam lima cara pandang yang besar bagaimana manusia melihat kenikmatan. Meskipun sulit untuk mengklasifikasikan setiap orang pada satu cara pandang, karena manusia sering tidak konsisten dan dualistis. Di dalam satu kasus ia mungkin memiliki satu cara pandang, tetapi dalam beberapa kasus yang lain, cara pandangnyapun berbeda. Meskipun demikian saya ingin menunjukkan pembagian secara umum.

Baru-baru ini terjadi peristiwa yang cukup "menggemparkan" di kota kami. Seorang mahasiswa sebuah sekolah tinggi memilih mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai tiga sebuah gedung di kampusnya. Ia memang tidak meninggal seketika. Tapi toh akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan ke rumah sakit.

Aku bimbang menentukan
Haruskan kuteruskan

Nama saya Amin Tjung, sudah tujuh tahun saya sakit kanker. Tahun 2000 sudah sembuh, 5 tahun kemudian sakit lagi. Kali ini, secara medis kecil sekali harapannya untuk sembuh.

Saat ku melongok ke halaman kawan,
mereka yang terlahir di tengah kelimpahan
aku belajar bersyukur
bukan karena kehidupan penuh kemudahan
tapi karena KAU beri ku kesempatan tuk memudahkan hidup sesamaku

Cahayamu membius
dan seketika berlaksa warna terbias
dan desau angin lirih berhembus
bujukku tuk melesat ke atas

Dan kutangkupkan tanganku
dengan satu pinta pada-Mu
Tolong beri aku satu mimpi
yang beriku sayap 'tuk terbang tinggi

Unconditional Love

Unconditional love heals the wound.

Tapi justru sebagian besar orang memiliki conditional love. Cenderung egois karena hanya memikirkan apa yang membuat diri sendiri bahagia dan menganggap love seperti trade in. Saya telah melakukan banyak hal sekarang saya mau kamu juga melakukan itu buat aku. Dan ketika harapan itu tidak terkabul, saya kecewa dan merasa what's wrong with me, why nobody like me. Lebih lagi saya berusaha menjadi orang perfect agar orang bisa menerima dan menghargai saya which is I lie to myself.

Tetapi unconditional love, bukan memikirkan apa yang membuat diri sendiri bahagia tapi apa yang bisa aku lakukan untuk membuat orang lain bahagia without any expectation. Jika kita mempunyai unconditional love, rasa kecewa, marah tidak akan muncul karena kita tidak mengharapkan apa2 dari orang laen. Love become free gift instead of trade in.

 I will be more than happier to share the blessing. With unconditional love, nothing else matters. Without unconditional love, nothing else is enough

Lord, thank you for the blessing of communicating with you through prayer. It's wonderful to be able to talk with you. Help me to remember to be still so I can communicate with others and with you.

Meski ulang tahunku jatuh pada hari minggu yang lalu tepatnya tgl 22
Juli 2007, suasana ulang tahun masih terus terasa sampe sekarang. Menu
makan di rumah masih didominasi dengan mie (rebus or goreng) yang
katanya menu wajib orang ulang tahun.