Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Komunikasi dalam Komunitas SABDA Space

ferrywar's picture

Sebuah komunitas adalah sejumlah orang yang berkumpul dan bergaul atas dasar suatu PERSAMAAN. Persamaan itu bisa sebagai sesama penggemar olah raga bersepeda, sesama penderita AIDS, sesama umat agama tertentu, sesama usia dsb. Apapun jenis komunitas itu, ketika berkumpul dan bergaul terjadi INTERAKSI.

Sabda Space adalah komunitas yang terjadi atas dasar kesamaan agama, yaitu agama Kristen. Sama seperti dalam komunitas lain, disinipun demikian, terjadi interaksi. Interaksi paling intens adalah dalam DISKUSI yang terjadi dengan cara mengomentari tulisan (blog) seseorang.

Meskipun adalah komunitas agama, ternyata kesamaan agama tidak menjadi hal terpenting mengingat pada ruang maya, identitas seseorang tidak mungkin jelas dan terang terlihat. Praktis orang bisa beragama APA SAJA untuk ikut ambil bagian dalam komunitas agama di sebuah ruang maya.

Jadi kesamaan apa yang diperlukan agar interaksi berjalan lancar dan bermanfaat bagi seluruh partisipan? Saya sebut beberapa yang utama adalah:

  • 1. BAHASA
  • 2. CARA berkomunikasi.
  • 3. Tingkat PENDIDIKAN, formal maupun informal.
  • 4. Jenis BUDAYA dan Tingkat PERADABAN, menyangkut nilai kesopanan, tata karma, “unggah-ungguh” dll.

1. BAHASA

Ini jelas, dalam suatu komunitas yang anggota-anggotanya hendak berinteraksi, tetapi tidak mempunyai kesamaan bahasa maka tidak mungkin tercipta komunikasi. Yang satu berbahasa Indonesia; yang lain berbahasa Urdu; yang lain lagi berbahasa Kucing, tak mungkin terjadi komunikasi yang baik. Yang akan terdengar dan tertangkap hanyalah bunyi-bunyian belaka.

2. CARA berkomunikasi

Ini kerap terjadi. Misalnya yang satu berkomunikasi dengan puisi, yang satu ingin “biasa dan langsung” akan terjadi kesulitan. Dan pada kenyataannya bukan hanya itu. Ada banyak sekali permasalahan dalam CARA berkomunikasi. Antara dua orang yang diasumsikan setara saja, bila yang satu bertindak sebagai “guru” yang serba lebih daripada lawan bicaranya, akan mengakibatkan ketidak-nyamanan. Yang “dimuridkan” bisa merasa tersinggung dan berakibat macam-macam.

Penampilan “serba lebih” itu bukan cuma “sok pintar” saja. Bisa “sok lebih baik”, “sok lebih tua”, “sok lebih berpengalaman”, “sok lebih Kristen” dsb.

3. Tingkat PENDIDIKAN

Banyak yang yakin, bahwa selama masing masing memegang adab (etiket) berdiskusi, tingkat pendidikan tidak penting. Nyatanya tidak sesederhana itu. Bila perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan pihak yang terlibat diskusi TERLALU senjang, tidak akan tercapai komunikasi yang baik.

Apalagi kalau yang lebih tinggi tingkatannya tidak perduli bahwa ia sedang bediskusi dengan seseorang yang terlalu jauh dibawahnya, maka dalam waktu singkat akan terasa bahwa diskusi tidak bermanfaat karena akan dipenuhi dengan miskomunikasi - miskomunikasi setiap saat.

4. Jenis BUDAYA dan tingkat PERADABAN.

Budaya beraneka ragam, dan itu berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dipunyai orangnya. Juga tingkat peradaban suatu masyarakat. Ada orang yang dibesarkan dalam keadaan yang menganggap biasa berkata-kata sambil memaki “bego lu”, “bukan gitu, tolol”, “goblok banget sih lu”, “hey, njing”, “jangan menggonggong terus”. Ada juga yang lebih “mendingan” tidak memakai kata-kata kasar tetapi MAKNAnya tetap terasa kasar, misalnya: “kaga bisa baca apa?”, “kembali ke SD gih”, “belajar membaca lagi sonoh”, “diajar sama bapakmu ya ?”, “kalau kamu pakai otak pasti ngerti”, "mikir pakai dengkul sih"

Semua itu tidak mutlak, bisa dimaklumi bila suasananya mengijinkan, misalnya dalam suasana becanda atau diantara teman yang SANGAT akrab. Tapi pada umumnya, menunjukkan KEBIASAAN berkomunikasi dari komunitas dimana seseorang dibesarkan.

Orang yang biasa “rapih” dalam berkomunikasi, akan merasa malu sendiri bila ia mempergunakan kata-kata yang mencerminkan ia berasal dari komunitas yang begitu. Sekalipun masa lalunya memang ia berasal dari komunitas yang “kasar” seperti itu, ketika ia sudah sadar dan bergaul di tingkat yang lebih tinggi, ia akan berusaha menutupi dan mengkoreksi setiap penampilan "minus"nya.

Provokasi untuk bersikap “kasar” bisa terjadi. Dan yang diprovokasi bisa memilih untuk "tertarik kebawah" IKUT bersikap kasar, atau memilih pergi mencari komunitas yang lebih setingkat dengan harapannya.

Dari 4 hal itu, kalau semua diperhatikan, dijaga, diperhatikan, niscaya kounikasi dalam komunitas akan berjalan TERTIB. Diskusi akan selalu menukik kepada substansi pembicaraan dan mendapatkan esensi dari yang disimpulkan bersama. Manfaat demi manfaat akan diambil oleh komunitas itu. Komunitas itu juga akan MEMBESAR karena azas manfaat tadi. Adalah wajar bila orang ingin maju. Kalau suatu komunitas membuat anggotanya maju, maka akan makin banyak yang bergabung.

Sebaliknya bila komunitas itu tidak bisa berkomunikasi dengan baik, maka semakin DIBUTUHKAN moderator, admin, polisi, hakim, wasit yang mengatur jalannya diskusi. Di Sabda Space ini tentu saja adminnya. Tapi admin akan harus bekerja EKSTRA KERAS untuk membuat komunikasi di forumnya berjalan dengan baik bila 4 butir itu tidak diperhatikan oleh anggota komunitasnya. Dan tetap saja sia-sia karena “roh” dari komunitas adalah para anggotanya sendiri, bukan moderatornya.

Bagaimana dengan Sabda Space ini? Bisa selalu diperdebatkan lebih lanjut, tetapi menurut saya komunikasi didalam komunitas ini berjalan terlalu KASAR dan KERAS. Secara sepintas kesan yang didapat oleh orang luar, yang melirik hendak masuk bergabung, perhatiannya akan terarah pada banyaknya kata makian: tolol, sampah, goblok, sesat dan semacamnya. Terlepas apakah kata-kata itu substansiel atau tidak, tapi itu secara langsung memberi KESAN “tertentu” tentang komunitas di SS ini.

Mungkin ada satu-dua anggota yang pernah kalah berdebat dan terbukti salah, tapi hendaknya tidak dipakai sebagai bahan argumentasi untuk menyerang pribadinya dalam thread lain. Itu tidak relevan-betapapun “menyebalkannya” orang itu. Tidak bisa kata makian dipasang sebagai label untuk orang per orang. Kucingpun kalau tiba-tiba bisa berpidato seperti Obama, kita perlu dengarkan substansinya apa yang dibicarakannya. Tidak penting apakah biasanya ia mengeong atau menggonggong.

Sepuluh kali seseorang mencuri dan dihukum, pada kali kesebelas ia tidak boleh dianggap TELAH mencuri kalau dia BELUM. Curiga dalam hati boleh, tapi mengungkapkannya secara publik sudah menyalahi aturan berkomunitas yang baik. Setelah ia melakukannya kesebelas kali barulah “diproses sesuai ketentuan yang berlaku”.

Komunitas juga adalah tempat BELAJAR mendewasakan diri dalam banyak hal. Dari teknis sampai memperluas wawasan. Hendaknya itu dimanfaatkan oleh semua anggota dalam komunitas. Karena itu diharapkan Sabda Space ini berarti positif bagi anggota-anggotanya, dan SEKALIGUS berarti positif bagi komunitas maya yang lebih besar. Jangan sampai kalau kita googling memakai keyword “Kristen”, “tolol”, “goblok”, “sesat”, Sabda Space muncul langsung di halaman pertama baris pertama. Sedih kalau itu terjadi.

Kita semua mesti berpikir memajukan KUALITAS komunitas dimana kita biasa berinteraksi. Itu adalah tugas moral setiap manusia yang bertanggung jawab sosial. Koreksi-koreksi mesti selalu dilakukan, baik sistemik maupun personal-individual. Yang menyangkut sistem, kita hanya bisa memberi masukan kepada admin, dan selanjutnya terserah admin. Yang personal-individual terpulang pada kedewasaan kita masing-masing.

Mari kita maju bersama, dan menarik yang "kurang" untuk ikut dalam kemajuan, bukan untuk dikorbankan sebagai tumbal kemajuan.

 

Rusdy's picture

Mending Saya Cabut dari SS

Ternyata fenomena 'Cabut dari SS' bukan baru yah:

http://gizmodo.com/5665194/a-day-in-the-life-of-an-internet-commenter