Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Keinginan (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)
Keinginan
Kata benda “keinginan” di antaranya dipadankan dengan kata benda Ibrani ta’awah (disusun dari konsonan dan tanda huruf hidup Ibrani: Taw -Patah- Alef-Patah-Waw-Qamesh-He) dan kata kerja “menginginkan” di antaranya dipadankan dengan kata kerja ’awah (Alef-Qamesh-Waw-Qamesh). Kata ta’awah dan ’awah tersebut diturunkan dari akar-kata induk AH (Alef-He).
Orang Ibrani selalu berpikir kongkret. Pengertian yang bersifat abstrak pun merupakan perluasan dari pengertian yang kongkret. Dalam piktograf Ibrani kuno, huruf Alef merupakan gambar kepala sapi jantan yang menyimbolkan kekuatan, sedangkan huruf He adalah gambar seseorang yang melihat penglihatan besar (hebat, agung) yang diekspresikan dengan desahan. Gabungan kedua gambar tersebut berarti “suatu desahan yang kuat.”
Suatu desahan dapat terjadi saat mencari sesuatu yang diinginkan. Seekor sapi misalnya, ia mendengus ketika menginginkan dan mencari makanan.
Di kampung asal saya, di Salatiga, banyak orang memelihara sapi untuk diambil susunya. Tetangga dan saudara-saudara saya memelihara sapi perah itu. Pada saat saya pulang kampung, saya senang melihat sapi-sapi di kandangnya. Setiap kali sapi-sapi itu makan rumput, saya selalu mendengar desahan-desahannya yang kuat. Hampir-hampir saya tidak pernah tahu sapi-sapi itu makan dengan tenang, tanpa desahan. Sapi itu makan dengan hasrat yang hebat yang ditunjukkan dengan “desahannya yang kuat.”
Arti kata “keinginan” digambarkan sebagai “suatu desahan yang kuat” seperti sapi yang sedang berhasrat kuat untuk memakan makanannya.
Makna Positif dan Negatif
Pemakaian kata “keinginan” dalam Alkitab dapat bersifat positif atau pun negatif. Kata “keinginan” dalam Amsal 10:24; 11:23; misalnya, kata itu berkonotasi positif. Keinginan itu dikonotasikan positif karena dimiliki orang yang benar. Dalam kitab Amsal pasal 11tersebut, orang benar disejajarkan di antaranya dengan orang yang rendah hati, orang jujur, orang saleh, orang berpegang kepada kebenaran sejati, orang yang tak bercela, “siapa mengejar kebaikan”, dan orang bijak. Keinginan orang benar mendatangkan bahagia semata-mata (Amsal 11:23a).
Orang benar, dalam Amsal 11 tersebut, dilawankan dengan orang fasik. Orang fasik disejajarkan antara lain dengan pengkhianat, orang jahat, penindas, orang yang kejam, orang yang serong hatinya, “siapa mengejar kejahatan”, orang bodoh, dan orang berdosa. Harapan orang fasik mendatangkan murka (Amsal 11:23b).
Kata “menginginkan” dalam Mika 2:2 bermakna negatif. Mereka menginginkan ladang-ladang dan rumah-rumah, tetapi dengan cara yang tidak diperkenan Tuhan. Mereka banyak melakukan hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki. Kitab Mika memang membicarakan kebobrokan Israel dan Yehuda. Israel telah menyembah berhala (1:1-7), Yehuda juga telah menyembah berhala dan jahat (1:8-2:13), juga atas raja dan nabi-nabinya yang menipu dan tidak adil (3). Seseorang atau sekelompok orang yang tidak hidup di dalam Tuhan, keinginannya semata-mata membuahkan kejahatan.
“Celakalah orang-orang yang merancang kedurjanaan dan yang merencanakan kejahatan di tempat tidurnya; yang melakukannya di waktu fajar, sebab hal itu ada dalam kekuasaannya; 2 yang apabila menginginkan ladang-ladang, mereka merampasnya, dan rumah-rumah, mereka menyerobotnya; yang menindas orang dengan rumahnya, manusia dengan milik pusakanya!” (Mika 2:1-2).
Marilah kita menjadi orang benar, sehingga keinginan kita, seperti halnya desahan yang kuat, mendatangkan kebahagiaan, bukan mendatangkan murka!
(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan rujukan dari berbagai sumber)
- Hery Setyo Adi's blog
- Login to post comments
- 7194 reads
Aluu Mas Hery
Wah gw suka sekali neh ma tulisan si Mas.
More.. more.. hihi
"For those who believe, no proof is necessary. For those who don't believe, no proof is possible." - Stuart Chase
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi