Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Dengekeun Aing

y-control's picture
Semua orang BISA mendengar tapi tidak semua MAU mendengarkan. Konon, ketika James Cook mula-mula menjejakkan kakinya di Australia, ia heran melihat hewan yang seperti tikus raksasa tapi dapat berdiri di atas dua kaki dan memiliki kantung di perutnya. Ia pun bertanya pada seorang penduduk lokal Aborigin, apa nama binatang itu? Sayang, penduduk asli yang ditanya itu tidak tahu dan berkata dalam bahasa setempat “kan gar ru” (aku tidak tahu) sambil meninggalkan James Cook yang manggut-manggut. Cerita lain terjadi di Indonesia. Alkisah sekian abad lalu, seorang kapten kapal Eropa menanyakan nama sebuah gunung di selat Sunda pada seorang penduduk Betawi. Tapi sang kapten hanya mendapat jawaban singkat, “Kaga tau.” Tahukah Anda? Menurut legenda, demikianlah awal mula gunung itu disebut sebagai Krakatau!
 
Meski dua kisah di atas oleh sebagian orang disebut sebagai legenda belaka, namun itulah contoh orang yang tidak mendengarkan tapi hanya mendengar. Seperti dua kisah tadi, orang yang sekadar mendengar akan lebih memusatkan perhatian pada pikiran dan keinginannya sendiri. Jika yang ia inginkan adalah jawaban, maka kata ‘tidak tahu’ pun dapat menjadi ‘jawaban’. Pernahkah Anda sendirian malam-malam dan ketakutan? Saat itu, suara desir angin pun bisa terdengar menakutkan. Itulah mendengar. Sebaliknya, orang yang mau mendengarkan akan memerhatikan orang atau bunyi yang ia dengar. Ia tidak buru-buru menyimpulkan dan mau sabar untuk memperoleh jawaban yang benar.
 
Mendengarkan sebenarnya adalah kemampuan yang lebih dahulu kita punya ketimbang berbicara. Tapi, tampaknya makin dewasa, sebagian orang tidak lagi melatih kemampuan mendengarkan mereka. Sebaliknya, mereka hanya mau didengarkan. Kalau ada orang bicara dengannya, maka hanya apa yang ia senangi saja yang ia tanggapi. Bahkan, tingkat yang lebih parah adalah yang tidak mau sama sekali memerhatikan apa yang disampaikan orang padanya. Yang penting adalah orang mendengarkannya. Saya kira, orang seperti ini malah lebih parah dari megalomaniak. Mereka merasa lebih dari Tuhan karena Tuhan saja mau mendengarkan doa kita. Bagaimana kalau orang seperti ini ada di lingkungan Anda?
Samuel Franklyn's picture

Quid pro quo

Kalau ada orang macam begini di sekitar saya maka orang ini juga tidak akan saya dengarkan. Quid pro quo. Saya anggap omongan nya sebagai celoteh tanpa makna saja.

Daniel's picture

plus one

+1