Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Selamat Datang Ujian

clara_anita's picture

“Ok class, please close your books. We are having a quiz now,” demikian saya biasa memberi pengantar untuk mengawali ulangan, dan pengantar saya biasa pula ditanggapi dengan sebuah kata tunggal yang serempak diteriakkan seisi kelas, “NOOOOOOOOOO!!!!”

Ha.. ha.. saya pun tertawa kecil menanggapi respon berlebihan yang memekakkan telinga itu. Para remaja belia itupun sudah hapal benar bagaimana saya menganggap sepi teriakan protes mereka. “I have told you to prepare yourselves, haven’t I? Kan sudah saya beritahu sebelumnya,” lalu suara itu pun perlahan mati.

***
Ulangan... tes... ujian.. atau apapun sebutannya selalu saja membawa kesan ngeri bersamanya. Ketakutan akan kegagalan pasti membayang. Ah, seandainya saja tak perlu ada ulangan. Seandainya kita bisa melaju ke tingkat yang lebih tinggi dengan mulus tanpa ujian yang tak bersahabat itu.

Ya... bagi kebanyakan orang , termasuk saya, ujian adalah monster berwajah garang yang siap menghabisi tanpa ampun ketika kita gagal melaluinya. Ia selalu mengawasi tiap langkah kita; menanti-nanti kesalahan apa yang kita buat dengan cermat. Ah, ujian. Semasa sekolah dulu saya sering menghabiskan malam berteman setumpuk buku demi dia. Saya pun nyaris tak memejamkan mata ketika harus mempertahankan gagasan yang saya tuliskan pada tugas akhir saya. Kemudian, lepas dari bangku sekolah pun, ujian-ujian lain dalam warna-warni dan corak rupa yang beragam selalu saja menghampiri. Ah, ujian.... kenapa kau selalu saja setia menghampiri?

***
“Bu, kenapa harus ulangan? Ada kan pelajaran yang nggak usah pake ulangan-ulangan segala?” demikian sahabat mudaku pernah bertanya.

“Nona, kalau tidak ada ulangan bagaimana saya bisa mengetahui sedalam apa pemahamanmu dan seberapa tingkat keterampilanmu? Ndak usah takut sama ulangan. Ulangan itu cuma alat yang saya gunakan untuk mengukur kemampuanmu,” saya mencoba menjelaskan.

“Diukur? Kenapa harus diukur bu?” sepertinya nona muda itu belum puas juga.

“Hmmm.. tentu saja buat melihat, apakah kamu sudah bisa mendapat materi yang lebih tinggi. Kalau ternyata hasil ulangannya belum tuntas, tentunya kamu harus ikut program remidiasi. Diulang lagi sampai kamu benar-benar siap menerima materi yang lebih sulit. Kalau sudah, ya pastinya akan ada pengayaan. Saya tambah materi yang lebih menantang buatmu. Jangan kuatir, nantinya nilai yang kamu dapat pasti sesuai dengan jerih payahmu,” saya menimpali pertanyaannya.

”Ah, sulit bu....,” gadis belia itu kembali merajuk; benar-benar khas remaja seusianya.

Saya tertawa ringan sebelum menjawab, ”Coba saja dulu. Kalau semua materi sudah kamu pelajari, pasti tidak sulit. Meski sedikit merengut, ia akhirnya menyerah dan langsung sibuk menggumuli soal yang ada di hadapannya.

Beberapa hari kemudian, nona itu muncul di hadapan saya sambil cengar-cengir. Sumringah sekali nampaknya gadis ini. Dengan bangga ia memamerkan angka sembilan dan nol yang saya tulis dengan tinta hijau itu.

”Rasanya senang sekali bisa mendapat nilai bagus habis belajar mati-matian,” ia pun berceloteh.

***
Ah sahabat muda, pertanyaanmu membuat saya berpikir dan merenung tentang arti ujian yang tak lagi sebatas rentang angka nol hingga seratus di atas kertas itu. Semua orang punya ujiannya sendiri. Saat dihadapkan pada ujian, masing-masing pun punya reaksi yang unik. Ada yang memilih lari menghindar; ada pula yang bersungut menggerutu, sedih, marah, takut, khawatir, kecewa, dan entah berapa jenis emosi negatif lain. Insting alami untuk menghindari rasa sakit itu seringkali menumpulkan akal sehat kita demi kebutuhan untuk mempertahankan diri.

Pertanyaan sederhana, ”Mengapa harus ada ujian?” itu membuka mata saya. Tak mungkin Tuhan memberikan ujian tanpa tujuan. Hanya saja, seperti sahabat muda saya yang belum mengerti seknario besar di balik sebuah tes, kita pun seringkali belum memahami dan kemudian salah paham mengenai maksudNya dalam kehidupan kita.

Tuhan itu baik. Ia selalu baik. Bagai seorang guru yang ingin menguji muridnya sebelum memberikan ilmu yang lebih tinggi, ujian-ujian dalam hidup ini pun patutnya disikapi sebagai cara Tuhan untuk mempersiapkan kita untuk ’terbang’ lebih tinggi lagi. Bukankah hembusan angin semakin kencang di ketinggian sana? Bila kita tidak siap, niscaya kita kan terhempas. Ujian itu membuat sayap kita menjadi lebih kokoh dan tangguh.

Lalu kenapa harus takut pada ujian? Sudah selayaknya kita menghadapinya dengan penuh sukacita, karena lepas dari ujian itu Ia sudah menyiapkan sesuatu yang berharga buat kita. Bagaimana seandainya bila kita gagal? Ah, bila seorang guru pasti memberikan program remidiasi supaya si murid tidak terus terpuruk dalam kegagalannya, masa kan Bapa Surgawi tega memberikan beban yang terlalu berat dan membiarkan anakNya tersungkur begitu saja; yang penting jalani ujian dengan baik, kelak jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah (I Korintus 3: 14).

Lain kali jika ujian datang mari kita sambut dengan sukacita, karena itulah cara Tuhan mempersiapkan kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Amin...
 

Rusdy's picture

Tujuan Ujian

Weleh, jadi kalo nanti murid bertanya lagi tentang tujuan ujian, jawabnya apa dong Clara? Saya sendiri sudah banyak yang lupa dari ratusan ujian sejak SD. Jadi, mungkin tujuan ujian itu bukan semata-mata menguji pengetahuan mata pelajaran tersebut, tapi untuk latihan stress dan time management untuk masa depan kali yah? :)

clara_anita's picture

Itu salah satunya mas

Itu salah satunya mas Rusdy...

tapi bukan tujuan semata-mata; ujian mempresiapkan kita untuk bisa menerima hal-hal yang tingkatannya lebih tinggi. Saya ragu ratusan ujian itu tidak ada faedahnya untuk kita... Bukti sepele, sampai hari ini pasti masih teringat cara menghitung satu tambah satu, ataupun mengeja nama sendiri bukan? Bukankah hal-hal demikian pernah menjadi suatu hal sulit yang diujikan pada kita pada masa silam...

 

Cheers,

nita

clara_anita's picture

@SF

terima kasih jempolnya pak Samuel..... ^^

mujizat's picture

@Ibu guru, ujian,..

Shalom,

Kalau ujian sekolah tujuannya udah jelas.

Tapi kalau ujian yang dari Tuhan, terkadang ada yang menganggap itu bukan sbagai ujian, tapi merasa sebagai bentuk "ketidak pedulian Tuhan" atau yang lebih parah lagi "mempertanyakan keberadaan Tuhan" sehingga belum yakin kalau itu merupakan ujian.

Salam,

Mujizat

__________________

 Tani Desa

clara_anita's picture

@mukjizat

Kalau boleh memilih, tak seorang pun yang mau mendapat ujian yang berat. Untunglah Bapa teramat sayang pada anaknya; terlalu peduli... maka diujilah kita-kita ini sesuai takaran yang dikehendakiNya. 

Hmmm... memang bentuk kepedulian TUHAN seringkali tidak sama dengan ekspektasi kita ya....

Untung saja kita tidak terus-menerus dimanjakan ya.... bisa jadi "cacat" kita ini bila terus mndapat yang mudah dan manis...

 

GBU

^^