Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Pendanaan kegiatan kasih=sosial, menuju sustainabilitas

manguns's picture

Dalam evolusinya pendanaan kegiatan sosial dikategorkan sebagai berikut:

Pertama, yang tradisional: sumbangan, dimana uang diberikan bagi kegiatan sosial, biasanya bagi keagamaan dan pendidikan, terkadang kesehatan. Karekteristik sumbangan= uang tidak diminta kembali oleh dermawan/donatur.

Kedua: sumbangan diberikan, tapi tidak boleh dibelanjakan, hanya hasilnya lah yang boleh digunakan bagi kegiatan sosial. Diindonesia dikenal dengan istilah wakaf (tanah) dan dana abadi (dana dideposito, bunganya yang boleh digunakan). Gereja di Indonesia banyak berdiri diatas tanah (wakaf) dari jemaat, yang saat ini banyak yang dipermasalahkan ahli waris, akibat pendetanya terlalu fokus khotbah, lupa aturan main hukum. Karakteristik nya idem dg pertama yaitu sumbangan yang tidak diminta kembali, tapi tidak boleh dibelanjakan.

Ketiga: dana diberikan, bebas dipergunakan, tapi harus kembali dalam 5, 10, 15 atau 20 tahun. Hal ini dikenal sebagai softloan (pinjaman lunak).  Kashf Roshaneh Zafar dengan yayasan Kashf, dinilai paling sukses mengubah wajah pakistan sehingga diberikan nobel, merupakan amazing stories penggunaan dana model ini. Postingnya @Purwanto bicara hal yang sama.

Keempat: dana diberikan, bebas dipergunakan tapi harus kembali dengan bunga/investasi sejumlah tertentu.

Kelima: dana diinvestasikan bagi suatu usaha yang menguntungkan, dan seluruh keuntungannya digunakan untuk kegiatan sosial - SOCIAL ENTREPRISES, orangnya disebut SOCIAL ENTREPRENEUR.

---------------------------------------


Indonesia masih berkutat di model pertama dan kedua. Bangsa ini  masih sedikit yang menyadari bahwa permasalahan sosial tumbuh eksponensial. Negara maju yang pernah menghadapi hal yang sama mengembangkan berbagai upaya mengejar hal tersebut. Salah satunya adalah dengan kesadaran bahwa rakyat harus terlibat mengurus masalahnya sendiri, tidak hanya sekedar kritik, tapi terjun dalam identifikasi masalah, alternatif solusi, ploting, fundrising, dan tindakan. Kesadaran lain adalah: kedermawanan ada batas dan banyak kendalanya, dan tidak akan pernah mengimbangi effort yg dibutuhkan menganggulangi lingkup permasalahan.

Salah satu aspek dimana Indonesia jauh tertinggal adalah fundrising. Negara yang acap kita tuding sudah meninggalkan nilai kristiani, sudah sangat maju mewujudkan budaya dermawan, baik itu dalam undang-undang, perpajakan, nilai moral dll. Singkatnya demikian: korporasi wajib menyumbang, kalau tidak terancam sanksi. Pribadi/penduduk DIDORONG menyumbang, kalau menyumbang  memperoleh insentif "tax deduxtable". Budaya tercipta dengan adanya Infrastruktur menyumbang "charity market, charity event, capital market for social good, sertifikasi, probono, free slot media masa/elektronik" dll. Indonesia banyak kecipratan dana kedermawanan negara maju ini.

Saya kesulitan menuliskan apa yang ada dikepala, karena memang bukan penulis. Tapi saat memprovokasi saudara muslim kita (muhammadiyah) kok gampang sekali gayung bersambut, mewujudkan langkah, dengan menginisiasi terbentuknya lembaga kemitraan yang mendukung ribuan panti asuhan dan layan anak Indonesia, dalam hal fundrising dan peningkatan kapasitas dan mutu layanan anak.

  • Menggapai dana CSR korporasi Indonesia
  • memupuk kedermawanan kelas memenengah Indonesia,
  • mendorong pemerinah mewujudkan aturan yang kondusif bagi hal tersebut

Ketika akan memprovokasi kristen ... bingung... siapa yach yang akan diprovokasi? Hal ini adalah gerakan yang membutuhkan massa agar efektif pencapaiannya. Sembari memperjuangkan hal diatas banyak sekali hal-hal kecil dan menengah tindakan kasih yang terus dipertajam dan tumbuhkembangkan.

Perlu diketahui sehubungan dengan kegiatan mendukung panti asuhan kristen, selama ini memprovok para dermawan kristen, tidak  menjumpai permasalahan berarti mewujudkan berapapun nilai proposal. Tetapi pada satu titik kita merasa kok bodoh nggak sembuh-sembuh, mau gampangnya saja nodong-nodong terus. Mbok... minta hikmat agar bisa mikir, nggak hanya terbatas mululu pendanaan model pertama diatas. Apa nggak malu minta2 terus?

Saat ini saya ada menampung tantangan dermawan pendanaan tipe 2, tapi kebingungan sendiri siapa yang mau menjalankan (pekerja sedikit tuaian banyak), wong bisanya cuma provokasi. Demikian juga ditangan sudah diperoleh komitmen ratusan juta untuk pendanaan tipe 5, diskusi sudah banyak menghabiskan kopi kapal api dan singkong rebus, kembali terganjal ... usaha apa dan siapa yang capable. National Director Desa SOS Anak Indonesia sedang kebingungan mau bikin social entreprises apa yang bisa menghasilkan untung 50jt/bl, guna mengurangi ketergantungan sumbangan luar negeri, artinya dana social investment sudah ada.

Dibutuhkan banyak kristiani dari berbagai kompetensi membahas dan mewujudkan tindakan kasih yang masif. Ada saran agar sebelumnya kita terlebih dahulu menjadi lilin sebelum meminta orang menyumbang. Saran ini saya counter dengan kutipan:

There are two ways of spreading light: to be the candle or the mirror that reflects it. (EW)

Karena utk menjadi lilin perlu derajat rohani dan pengorbanan yang ekstra tinggi, saya pasang lower aime, memprovokasi agar sebanyak mungkin mau jadi cermin: kaca, alumunium, air digentong, reflektor, convergentor, what ever... agar cahaya lilin bisa menjangkau jauh kemana-mana. Internet dan blog make it possible.

Miyabi's picture

Ember

SBE (social business enterprise) musti kuat dalam perkara nilai-nilai. SBE adalah value-driven company. Untuk punya kemahiran memilah dan memurnikan nilai butuh pembelajaran panjang. Saran saya, lanjutkan provokasi ke kawan muslim, katolik dan kaum kiri. Kalo orang2 pasca-luther masih bingung membedakan mana etika (tata nilai) dan mana etiket (tata pergaulan). Jangan lupa, dari protestan ethics ala calvin malah lahir monster kapitalisme. Jadi protestan memang trauma dengan etika.
__________________

".... ...."

lapan's picture

Gayung

Miyabi, kalimatmu yang ini dasarnya apa?

Kalo orang2 pasca-luther masih bingung membedakan mana etika (tata nilai) dan mana etiket (tata pergaulan). Jangan lupa, dari protestan ethics ala calvin malah lahir monster kapitalisme. Jadi protestan memang trauma dengan etika.

 

Gw search soal protestan ethics dan capitalism keluarnya buku Weber. Tapi gw baca2 review bukunya bukankah itu hanya salah satu teori? Di wikipedia ditulis kalau beberapa historian menganggap bahwa yang melahirkan capitalism adalah krisis abad 14.

Yang gw gak ngerti napa lu bilang kalo orang pasca luther bingung membedakan. Dasarnya apa?

Protestan trauma dengan etika? Karena ada yang berteori kapitalisme lahir dari protestan ethics?

Hehehe tolong dijelasin ya miyabi kamu baik deh :D

 

__________________

imprisoned by words...

manguns's picture

@Miyabi: is protestan that bad?

Komentar yang senada dengan @nisa. Beneran atau ungkapan frustasi atau majas sinisme ?

I refuse to believe it. Karena udah kelamaan menyandang ehh tersandang label protestan. Malu ganti label

Miyabi's picture

ga usah

Ga usah dijelasin lah.

Biar efek "masa sih, masa iya"-nya permanen :p

__________________

".... ...."

lapan's picture

Manguns salah nama

Harusnya Purnomo bukan Purwanto hehehe

__________________

imprisoned by words...

manguns's picture

@lapan: i sit corrected

Niru @rusdy. Tapi nggak diedit supaya koreksinya tetap kelihatan

Geadley Lian's picture

At list

Derma bukan dengan paksaan tapi dari hati yang ikhlas.At list,bisa tau bahwa bukan semua orang bisa memberi banyak.

__________________

geadley

manguns's picture

at least?

Derma bukan dengan paksaan tapi dari hati yang ikhlas.At list

Semua orang sudah tahu, sumbangan dan derma adalah kerelaan. Bahkan bagi kresten, Tuhan Yesus mengajarkan pemberian adalah ungkapan syukur karena telah diselamatkan. 

Permasalahannya bukan itu, tapi: kenapa orang negara maju yang kita tuding sudah meninggalkan nilai2 agama dan kekristenan, semangat kedermawanannya jauh melebihi orang indonesia yang mengaku religius.Bahkan korporasipun disana sangat bersemangat menyumbang. Diindonesia korporasi menyumbang masih dalam semangat publikasi. Digereja saya (yg dulu) jemaat menyumbang dalam jumlah besar kalau ada acara lelang, karena pemenang disebutkan namanya keras-keras oleh pendeta/sintua.  Jadi menyumbang dengan semangat publikasi.

Salah satu faktor pendorong semangat menyumbang di negara maju adalah:

  • negara mengakui dan menghargai warganegara yang menyumbang, dengan tax deductable: sumbangan boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak
  • negara mengancam korporasi yang tidak menyumbang

Negarawan yang bisa menggiring negara sampai tahapan ini saya yakini: sebagai kresten, smart dan wise. Kalau kristen doang paling sebatas mimbar


Miyabi's picture

@manguns: world neighbors

NGO non-denominasi yg paling saya recommend utk ditiru adalah World Neighbor. Efisiensinya hingga 76%. Ini artinya cuma 24% yg digunakan utk training dan administrasi. Area dampak juga luas. Saya lupa brapa jiwa per brapa dollar. Adoptabilitas juga tinggi. Perubahan perilaku meluas ke daerah2 yg jauh dan tidak bertetangga langsung dgn program. Di indonesia, WN cuma ada d nusa tenggara. Saya pernah bantu2 di Christian Children Fund jakarta field office yg bekerjasama dgn yayasan2 kecil muslim d tingkat RT/RW. Kalau saja CCF secanggih WN, jakarta pasti sudah merevolusi anak2 jalanannya.
__________________

".... ...."

manguns's picture

@miyabi: NGO

Memang nusa tenggara, target area yang sangat diminati oleh donor. Seperti Cordaid: bentukan masyarakat Katolik belanda, mengembangkan program Perfomance Base Finance, intinya kira2 ngasih duit/insentif buat org/unit kesehatan yang bisa perfom kegiatan kesehatan. Kata nya nusa tenggara sich karena romantisme historis. Tapi krisis global kemarin, memukul penggalangan dana mereka, sehingga proyeknya distop.

Tampaknya WN, CCF, Cordaid, ICCO adalah ngo kristen pelaksana program dan untuk itu mereka melakukan fundrising sendiri.

Ide yang sedang saya provoke ketemen2 adalah : lembaga spesialis fundrising yang kemudian melakukan penyaluran dana ke yayasan pelaksana program. Fundrising menggarap dana csr dan kelas menengah Ind yang sedang tumbuh pesat. Khusus sektor anak: karena sudah ada dukungan KPAI. Ikutan yuk...

Miyabi's picture

Manguns: SDM

Menurut saya sih, di Indonesia ada banyak sumber pendanaan. ORang baik banyak banget. Namun mereka justru bisa membahayakan karena cenderung paternalistik. Entah itu

  • paternalisme hadiah (ngasih duit, ngasih alat, ngasih bangunan, ngasih mesin) ataupun
  • peternalisme pahlawan (bikinin organisasi, ngirim relawan, ngirim tenaga ahli, ngirim guru, ngirim operator mesin)

Masalah jangka pendek memang nampak teratasi. Namun setelah programnya selesaim,  masyarakat balik ke kebiasaan lama. Bangunan ga dirawat, mesin terbengkalai, organisasi binaan bubar, dan boro-boro nular ke desa tetangga, desa program pun kembali ke perilaku semula. Malahan NGO yg mau masuk kemudian malah jadi kerepotan, karena musti ngeberesin kekacauan dari NGO yg masuk sebelumnya.

Makanya saya naksir berat sama cara kerja WN. Mereka efisien banget karena cuma menghabiskan 18 dollar per tahun untuk memberi dampak ke hidup 1 orang. Biaya programnya pun bisa 76%, dan 24% untuk organisasi (training dan administrasi). Ini hebat.

__________________

".... ...."

Miyabi's picture

@manguns: kemandirian

Nusa Tenggara itu relatif paling rawan kareba ada masalah ekologi, makanya NGO banyak datang ke sana. Pulau lain relatif punya sumber daya alam lebih bagus untuk menyokong ketahanan pangan.

Karena udah WN-minded, saya kurang tertarik ke sektor anak. Mustinya yg dibantu adalah orang tuanya, sehingga bisa dapat penghasilan layak untuk gizi dan pendidikan anak.

Temen saya pernah rame2 bikin yayasan untuk anak. TP ya gitu deh, ga efisien. Kalo ga efisien, lantas organisasinya bakalan tumbang. Boro-boro sustainable.

Kalau mau fokus ke fundraising memang relatif sederhana. Namun ujung tombaknya kan ada di lapangan. Jangan sampai niat membantu malah menjerumuskan. Kita lihat kecenderungan orang yang dibantu malah jadi tergantung dan mengira bahwa pertolongan itu adalah hak mereka.

 

 

__________________

".... ...."

Rusdy's picture

@manguns: Tension Between Evangelism & Socialism

Saya juga selalu bergumul dalam hal ini. Satu ekstrim, para teolog pada omdo (omong doang), ekstrim lain, kegiatan baik doank (yang menurut saya juga tidak baik, dengan alasan Matius 16:26).

Saya sendiri (subjektif), saat ini menghabiskan mayoritas waktu saya bekerja di bidang sekuler, untuk mendapat duit. Duit ini sebagian saya donasi ke gereja, Compassion, dan para pekerja paid ministry (pengajar Firman Tuhan).

Setelah melihat World Neighbour yang dilink MiaB, programnya sangat baik. Tapi, saya belum mampu mendukung mereka (duit terbatas oi!), karena prioritas saya (with tension, di paragraf satu) bukan semata2 di pembangunan sosial masyarakat.

Frustrasi saya di tension ini dirangkum baik oleh http://www.matthiasmedia.com.au/briefing/library/3473, saya kutip:

"Without an ongoing awareness of eternal needs, over time, our focus will become temporal needs. A community's temporal needs press themselves upon us. They are, by definition, immediate. We need consciously, therefore, to keep in mind the greatest need that is known to us only through the gospel—the need of a person to be reconciled with God and escape his wrath. Time and again this has proved the greatest challenge facing Christian social involvement—to keep in view the greatest gift we have to offer a needy world: the words of eternal life."

Kesimpulan, setiap pengikut Kristus harus dididik dengan baik apa pandangan Alkitab terhadap topik ini, dan biarlah mereka bertindak, berdasarkan apa yang Roh Kudus 'bebankan'.

manguns's picture

@Rusdy: Panggilan Jiwa

Pergumulan serta pembelajaran berakhir saat kita dipanggil pulang. Tapi pemahaman yang dimiliki, biar keren sebut saja hikmat dari padaNya, tentunya menuntut kita berbuat apa yang Dia kehendaki, apalagi (katanya) RohNya ada didalam kita menuntun tindak langkah kita.

Saya kadang berandai-andai, apa kata Tuhan (His judgment), tiap saya melakukan sesuai yang (sy anggap) baik, misalnya kirim sembako ke panti asuhan, kira2 begini:

  • oce dee .. tapi kok lelet amat...
  • kok cuma segitu? emang berkat yang GUE kasih cuma segitu? Kalo elu rasa cuma segitu: berkat nanti yang GUE kirim, GUE proporsionalkan
  • Ehh...elu tuh pilihan GUE, ada otak, titel, ngetop, komunitas, jago kompie. Pake dung otaknya..kapasitasnya, kalo cuma bisa ngasih sembako doang, apa lebih elu ama yang laen? Mending GUE pindahin ke org laen
  • dll..banyak bener berandai2 nya

Kalo persembahan saya ke gereja udah diminimalkan, krn cenderung gereja sy hanya mikirin diri sendiri, sudah banyak yang ngasih sampe kegiatan aneh2, diakonianya pelit bener.Survei dan rapat berbulan2 cuma sembako 200rb/bl, itu pun cuma buat 3 org. Dan setelah buka mata lihat kiri-kanan sangat banyak yang perlu dibantu...kristen dan terabaikan

Dan imho, mendukung bukan semata duit. Ini contoh:

  • Mendapatkan order audit: normal fee 100jt. Dengan gathering temen auditor+kantor kap: cost 80jt. Netnya ke panti asuhan
  • order pekerjaan: berikan ke grup relawan yang dibayar standar prof, net nya ke kegiatan sosial
  • ada acara kantor/keluarga perlu prasmanan: berikan order nya ke panti asuhan yang bisa jasa katering
  • dorong komunitas rutin mengunjungi panti (kalo diatur bergilir, misalnya dapat jatah 1 tahun sekali per keluarga)
  • acara anak ulang tahun: panggil anak panti nyanyi/panggung boneka dll

WN, Cordaid, ICCO dan ngo laen sangat baik..tapi kan jangan karena sudah ada yang berbuat baik kita mundur, bukankah malah harus lebih terpacu lebih amazing. Kalau sendiri berat... tapi bersama kita bisa... apalagi dengan berbagai kompetensi, yang punya rujukan yang sama. Soal teologia dan debatnya: kita nonton dan tunggu resumenya aja kale. (emang parah.. mau gampangnya aja)

Khawatir juga nich nulis posting: ntar malah dibilang ngajarin ikan berenang

Rusdy's picture

@manguns: Kapasitas Sosial

Setuju dengan semua di atas. Jelas2 memang banyak gereja yang sudah tidak lagi 'efisien' dalam menebar berkat finansialnya, malah sibuk dengan kegiatannya sendiri (dari pengalaman saya sendiri, ada gereja yang buang duit buat makan2 mahal, dll).

Kapasitas setiap pengikut Kristus pun beda. Ini kan indahnya jadi tubuh Kristus, saling melengkapi. Kalau manguns memang memiliki pandangan kritis, ya lakukan saja. Terus kasih tau teman2 lain, ada yang mao dukung ato tidak. Kalo bagus, pasti didukung toh.

Boleh baca kisahnya Purnomo di Sabda Space, sepertinya dia udah makan asem-garem-pahit-sepet di bidang ini. Saya kagum bagaimana dia beraksi sebagai 'pelaku', tapi juga bijaksana dalam melaksanakannya. Saya melabel dia 'cerdik bagai ular, dan tulus sebagai merpati'.