Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Haruskah semua menjadi pemimpin?
Sering kali saya mendengar sebuah pertanyaan, pemimpin itu diciptakan atau dipelajari? Sekarang, banyak sekali buku-buku tentang kepemimpinan. Mulai dari mencari visi, kekuatan pikiran, citra diri, pengaruh, dan pengembangan diri. Gereja-gereja pun berlomba-lomba mengadakan pelatihan kepemimpinan. Semua akan dijadikan pemimpin. Benarkah sikap seperti itu?
Saya teringat dengan kotbah pendeta saya tentang tanaman. Dia sampaikan bahwa banyak tanaman di dunia ini. Ada pohon pisang yang akan terus tumbuh walaupun batangnya di tebas. Tetapi begitu berbuah dia akan mati. Pohon pisang juga akan menghasilkan anak-anak di sekitar mereka. Ada juga pohon jati. Dia akan terus tumbuh batangnya, tinggi, mencoba menggapai langit. Pohon jati juga bisa berbunga tetapi bunganya kita abaikan. Saya tidak pernah melihat orang memanfaatkan bunga pohon jati. Tetapi juga ada pohon mangga. Dia akan terus berbuah pada musimnya. Ketika musim berbuah berhenti, dia akan terus hidup dan berbuah pada musim berikutnya.
Kurang lebih begitulah manusia. Ada seorang penginjil yang tidak menghasilkan seorang pun yang bertobat. Ada seorang yang selalu terbata-bata ketika harus berkotbah. Ada juga orang yang tidak pernah muncul di depan umum atau menunjukan kemampuan memimpin. Tetapi ada orang yang jago sekali menunjukkan kepemimpinan di depan orang hanya saja tidak ketika ketika sendiri. Apakah semua harus memperlihatkan sebagai pemimpin?
Saya sering menemukan pemimpin-pemimpin hebat di daerah-daerah. Saya kenal orang yang merintis gereja, berani berkorban untuk gerejanya bahkan memberikan gajinya sebagai jaminan hutang untuk pembangunan gereja. Walaupun dia bukan gembala sidang tetapi kepemimpinannya melebihi gembala sidangnya. Ada juga orang yang sangat dihormati oleh anak-anaknya tetapi dia tidak memegang posisi apapun di dalam gereja maupun masyarakat. Dibandingkan dengan Mother Theresia, Putri Diana, Susilo Bambang Yudoyono, atau tokoh lainnya, orang-orang yang saya kenal tersebut bukanlah apa-apa.
Banyak definisi tentang kepemimpinan. Secara umum kepemimpinan berarti memberi pengaruh. Buku-buku yang sekarang populer berbicara kepemimpinan sebagai teknik memimpin orang lain. Itu memang bisa dipelajari tetapi tidak selamanya. Harus ada kemampuan khusus yang memang dianugerahkan oleh Tuhan supaya seseorang dapat memimpin dengan baik. Kepemimpinan hanyalah salah satu karunia rohani.
Definisi kepemimpinan yang paling sering digunakan adalah pengaruh. Setiap orang yang memiliki pengaruh terhadap orang lain adalah seorang pemimpin. Tidak peduli posisinya, tukang sapu, direktur, presiden atau petani, mereka yang memiliki pengaruh adalah pemimpin sejati. Lihat saja kasus ketika Gunung Merapi akan meletus, siapakah pemimpin sebenarnya? Ternyata kepemimpinan Mbah Marijan bisa bersaing dengan presiden kita. Ketika presiden meminta masyarakat disana mengungsi, beberapa masyarakat tetap tinggal disana karena mengikuti saran Mbah Marijan.
Selama kepemimpinan lebih bersifat pengaruh, kita harus belajar melakukannya. Bukan berarti terus kita menjadi orang lain untuk mendapatkan pengaruh. Seperti Mbah Marijan, menjadi dirinya yang terbaik. Dia tidak berusaha mempengaruhi orang di sekitarnya. Yang dia lakukan justru menuju puncak gunung Merapi untuk melakukan apa yang dia anggap benar. Itulah inti menjadi pemimpin, tidak peduli dengan publisitas, kecaman, atau untung rugi. Mereka –para pemimpin- mengambil langkah yang mereka yakini benar dan siap menanggung semua risiko.
Kalau memang kepemimpinan didefinisikan seperti itu, apapun posisi kita, kita bisa menjadi pemimpin. Seorang ibu rumah tangga, dia harus menjadi pemimpin untuk anak-anaknya. Seorang manajer, harus memimpin anak buahnya. Bahkan kita harus memimpin (jika diartikan pemimpin adalah pengaruh) siapapun orang yang kita temui. Memberikan senyuman, sehingga dapat memberi orang lain kebahagiaan. Memberikan sapaan dan perhatian sehingga mampu memberikan semangat orang lain. Memberikan talentanya untuk memasak atau merangkai bunga sehingga dapat membuat perasaan orang lain lebih indah.
Tetapi jika kepemimpinan diartikan sebagai seorang yang memiliki posisi dan memegang kendali, saya minta maaf, saya mengatakan tidak semua orang memiliki kemampuan ini. Bahkan ketika dia Anda latih selama satu tahun, tidak ada kemajuan pesat. Mungkin dia bisa memimpin tetapi akhirnya dia tersiksa karena tidak menjadi dirinya sendiri.
Memang dunia membutuhkan banyak pemimpin. Tetapi sebagai pemimpin kita perlu membentuk seorang pemimpin sesuai dengan diri mereka. Tugas kitalah untuk menempatkan mereka seperti diri mereka sendiri. Dan tugas saya menempatkan diri saya sesuai dengan diri saya sendiri. Kita tidak akan pernah menjadi yang terbaik jika kita berusaha menjadi orang lain. Carilah dan kenalilah diri anda dan berilah pengaruh sebanyak mungkin kepada orang-orang di sekitar kita. Paling tidak kita bisa mengatakan bahwa dunia sedikit lebih baik dengan hadirnya kita. Bukankah begitu?
Small thing,deep impact
- Sri Libe Suryapusoro's blog
- 5576 reads
Selamat Jalan, mbah Marijan
Selamat Jalan untuk mbah Marijan (terlepas dari benar tidaknya....)
sumber:
http://www.google.com/hostednews/afp/article/ALeqM5hahFLwdRk176Ol5J-HSZ84EWw5xg?docId=CNG.e3cbbf9f1076ed9b3efd06509091aa95.591