Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

For Better or Worse...

xaris's picture

“For better or worse, for richer or poorer, in sickness or in health, to love and to cherish, till death do us part…”

Marriage. Satu kata dengan jutaan arti. Jutaan rasa. Jutaan kisah. Marriage. Lihat saja tagline satu perusahaan rokok terkenal, kau pasti tahu yang mana. Waktu aku iseng coba meng-google tagline itu, hasilnya… luar biasa! Entah berapa topik terjaring! Padahal dua kata itu dalam bahasa Indonesia, bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau dalam international languages! Maka, demi menghindari agar post ini tidak masuk dalam Google search untuk tagline itu, sengaja aku tidak cantumkan dua kata ampuh tersebut. Ampuh untuk mempopulerkan blog/post maksudnya!

Kapan vs Kenapa

Tagline rokok itu jelas salah alamat. Yang harusnya ditanyakan bukannya “kapan”, melainkan “kenapa”. Kenapa menikah. Apalagi sebagai mahluk yang punya awal tapi tidak punya akhir di dalam kekekalan nanti, bukankah nuansa kapan itu hanya berlaku saat ini saja, tapi tidak nanti? Kenapa, jelas lebih penting daripada kapan dalam konteks ini.

Pernahkah kau terusik melihat kegelisahan milyaran pria dan wanita lajang dalam kesendirian mereka, gelisah yang memikat mereka memasuki pernikahan karena dikejar “kapan” dan melupakan “kenapa”? Pernahkah kau terusik melihat indahnya pelukisan arti pernikahan hanya untuk kemudian menyaksikan dan mengalami sendiri bagaimana semua lukisan itu terobek-robek tanpa belas kasihan?

“For when they rise from the dead, they neither marry nor are given in marriage, but are like angels in heaven.”

Mark 12:25 NASB

Sebelum menuju ke salah satu bagian yang mungkin paling sering dibuka mengenai marriage di Ephesians, aku jadi berpikir soal “kenapa” tadi dalam kaitannya dengan ayat di atas. Kalau dalam kekekalan nanti pernikahan tidak akan ada lagi dan kita semua saling berelasi satu sama lain dengan jauh lebih indah (sampe ngga kebayang sekarang, apalagi kalo liat perpecahan relasi dimana-mana!), kenapa marriage seolah (ngga seolah juga deh, memang bener begitu!) menjadi salah satu hal paling dikejar dalam hidup ini? Bukankah lebih baik remain unmarry? Karena dengan demikian kita tidak mengejar sesuatu yang tidak kekal artinya bukan? Kalau begitu apakah marriage sebetulnya insignifikan?

Manusia vs Binatang

Aku baca kitab Kejadian dan jadi berpikir, kenapa Tuhan harus mengikat seorang pria dan wanita dalam pernikahan? Apakah karena untuk fill the earth dan dua lebih baik daripada satu? Tetapi bukankah binatang-binatang juga demikian, fill the earth dan saling berpasangan? Kalau begitu, kenapa ikatan diantara mereka tidak dibentuk Tuhan seperti pernikahan pada manusia? Betul, manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya karena diciptakan sesuai dengan image Allah Tritunggal. Tetapi apakah itu berarti bahwa dengan demikian binatang tidak perlu menikah sedangkan manusia harus menikah? Apakah dengan menikah berarti membuat kita lebih tinggi derajatnya daripada binatang?

Kalau jawabannya ya, entah mengapa terasa agak aneh, karena banyak dari kita yang berlaku lebih buruk daripada binatang dalam pernikahan, contoh saja beberapa jenis binatang betul-betul setia sampai mati pada pasangannya, bandingkan dengan manusia. Kalau jawabannya tidak, kalau begitu apa yang membedakan manusia dengan binatang dengan adanya pernikahan ini?

Man-his wife vs Christ-His church

Surat rasul Paulus kepada para jemaat di Efesus pasal 5 (lima) pastilah merupakah salah satu bagian yang paling sering dibacakan dalam pembahasan tentang marriage. Buatku, lewat bagian tulisan ini, Tuhan seolah memberikan konfirmasi lebih lanjut akan signifikansi pernikahan pada manusia.

Pernikahan memang signifikan karena Kristus sampai menyamakan relasi antara suami-istri dengan relasiNya dengan kita. Suatu relasi dimana Ia dengan rela turun dari surga mulia dan masuk dunia hina karena sudah jatuh dalam dosa ini demi untuk menyelamatkan kita dari keterpisahan kekal dariNya. Padahal relasi yang ada dalam Allah Tritunggal sudah begitu sempurna dan tidak membutuhkan manusia untuk membuat relasi itu jadi lebih sempurna, lebih mulia ataupun lebih bisa dinikmati. Tapi Kristus melakukan semua itu karena kasihNya pada kita dan kemudian memberitahukan kita bahwa seperti itulah seharusnya relasi dalam pernikahan antara suami-istri. Bagaimana mungkin kita berkata bahwa pernikahan tidak punya nilai signifikan meskipun dalam kekekalan nanti ikatan seperti itu tiada lagi?

Pernikahan diadakan Tuhan sebagai salah satu sarana untuk mempersiapkan kita, His bride, untuk memasuki hidup dalam kekekalan nanti. Lewat pernikahan akan banyak sisi tergelap dari seorang manusia tersingkap di hadapan pasangannya, seperti Terang Dunia yang dengan sinarNya menyingkap sisi tergelap dari jiwa mempelaiNya. Manusia dilatih to walk in the Light. Segala proses dan latihan yang perlu untuk mempersiapkan kita hidup dalam kekekalan nantinya akan kita alami salah satunya lewat pernikahan. Itulah sebabnya binatang tidak perlu diikat dalam pernikahan karena jiwa mereka tidak kekal. Tapi bukan begitu cerita yang untuk kita…

Pernikahan anak-anak Tuhan akan menjadi refleksi akan relasi antara Tuhan dengan gerejaNya. Dunia ini akan melihat bagaimana para anak Tuhan bersaksi akan Sang Pencipta dalam relasiNya dengan ciptaanNya. Dunia ini akan menyaksikan bayangan kehidupan di dalam kekekalan nanti. Suatu bayang-bayang akan keindahan sejati yang sesungguhnya didamba setiap jiwa. Dunia ini akan menyaksikan bayangan akan kerajaan Allah yang akan terwujud nyata sempurna saat kedatangan Kristus nanti, sehingga biarlah setiap orang yang terhilang akan kembali kepada Dia lewat kesaksian ini.

Aku pernah berpikir dan meragu kenapa pernikahan harus penting, Bapa… Tapi kalau segala hal yang ada dalam hidupku (termasuk pernikahan) adalah untuk mempersiapkanku memasuki hidupku nanti, bertemu muka dengan muka denganMu, ajarlah aku menghargai pernikahanku karena hal itu sungguh berharga untukku, sebagai satu hadiah indah dariMu, meski badai dunia yang jatuh dalam dosa ini akan pula membayanginya…

 

“Until I see You face to face, and tell the story saved by Your grace…”

riyanti's picture

membangun istana di atas pasir :)

Xaris, tulisanmu mengenai pernikahan ini mengingatkan aku tentang mimpiku. Mimpi yang indah dan terlalu besar bagiku saat ini. Aku sering menyebutnya membangun istana di atas pasir! Tapi aku sedang mencari cara supaya istana itu bisa berdiri dengan teguh, walaupun angin atau ombak menerjangnya. Dan ketika orang melihat kejaiban itu mereka bisa melihat bahwa di bawah Kuasa-Nya, semua itu mungkin!
xaris's picture

Sahur...sahur... udah bangun tinggal makan =D

Ri, udah bangun dari mimpinya kan, sekarang tinggal ikut gimana Tuhan mewujudkannya. Yang beberapa kali aku alami, kelamaan jadi Sleeping Beauty ngga sadar waktu Tuhan ternyata sudah kasih mimpiku jadi kenyataan. Akhirnya jadi ngga menghargai karena terlalu dibuai mimpi. Apesnya lagi, kalo di Walt Disney dikasih nama manis Sleeping Beauty, kalo aku ketinggalan kata Beauty-nya. Tambah apes lagi karena tanpa si Beauty label yang tersisa cuma si Beast...Tongue out
Waskita's picture

Amin

Lewat pernikahan akan banyak sisi tergelap dari seorang manusia tersingkap di hadapan pasangannya.

Amin, saya mengamininya. Tujuan pernikahan memang bukan untuk mencari kebahagian melainkan melanjutkan proses penyempurnaan pribadi melalui pasangan.

Tuhan akan menjadi refleksi akan relasi antara Tuhan dengan gerejaNya.

Ya, saya dan istri mengamininya. ketika kita bisa merefleksikan pernikahan dengan relasi Kristus dan gerejanya, maka tidak ada kesalahan yang tidak terampunkan. Tidak ada kelemahan yang tidak bisa diterima. Kami berdua masih harus banyak belajar. Tidak perlu terlalu keras menuntut keterbukaan. Ada kalanya sebuah rahasia tetap menjadi rahasia, sampai pada waktu yang tepat untuk menyingkapkannya.

Tidak semua topeng akan terbuka, beberapa topeng yang kita kenakan sewaktu masih berpacaran akan tetap kita kenakan. Jika Tuhan memandang itu baik, supaya akhirnya topeng itu melebur menjadi pribadi baru yang lebih baik.

Itu bukan ketidak jujuran, tapi pengorbanan, itu bukan ketidak terbukaan, tetapi kompromi. Jika Tuhan ingin topeng itu tersingkap maka akan tersingkap, jika Tuhan ingin kita tetap mengenakannya maka topeng itu akan tetap kita kenakan tapi perlahan akan melebur menjadi wajah baru bagi kita dan pasangan kita.

__________________

kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini

xaris's picture

Kalau boleh, saya tunggu...

Mas Novi, Terima kasih untuk sharingnya. Saya jadi tertarik untuk bisa baca kisah Mas Novi dan istri. Saya baca di blog belum lama menikah yah? Kalau Mas Novi bersedia, sharing yah gimana dinamika pernikahan dalam tahun-tahun pertama. Semoga bisa jadi refleksi buat saya dan para pembaca supaya kita lebih ngerti relasi Kristus dengan kita... =)