Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kenangan Pahit Natal di Negeri Jiran (4Christ)

Lost Admin's picture

KENANGAN PAHIT NATAL DI NEGERI JIRAN
Dipublikasi Artikel blog by 4CHRIST


Natal tiba, saya jadi teringat kenangan 7 tahun silam, tepatnya Natal
Tahun 2001. Waktu itu saya masih di Malaysia. Dan itu adalah tahun ke-2
saya coba mengais rejeki di negeri orang. Saya teringat betul saat itu,
karena ada sesuatu yang menggelikan sekaligus mengesankan.
Menurut Abang Man, salah seorang supurvisor di pabrik tempat saya bekerja, Christmas atau Natal di Malaysia tidak popular, dalam artian tidak bermakna sama sekali. Saya tidak terkejut dengan pernyataan tersebut sebab semua tahu Malaysia itu Negara dengan Syariat Islam yang katanya hukum Islam diberlakukan di sana. Jauh sebelum pernyataan itu dilontarkan Abang Man, pada awal kehadiran saya di sana saya sudah diperingatkan oleh Personel Manajer/Manajer Personalia-kalau saya tidak salah ingat ia sering dipanggil Puan Islamiyah-seorang wanita yang anggun lembut dan penuh wibawa yang dulu secara langsung mewawancari saya di Surabaya sebelum akhirnya diterima bekerja di company/perusahaan tersebut. Yang dikatakan Puan Islamiyah saat itu adalah bahwa saya harus berhati-hati dan pandai-pandai jaga diri di negeri ini, sebab Melayu (orang Malaysia pribumi) tidak suka dengan orang yang beragama Kristen. Ini dikatakan beliau secara pribadi dan empat mata. Kata-kata "kena jaga diri" dilontarkan beliau berulang-ulang, yang artinya Harus berhati-hati. Ternyata apa yang disampaikan belilau itu bukan main-main.

Beberapa hari setelah saya dikenal sebagai orang Kristen dari Indonesia, saya betul-betul diperlakukan tidak sewajarnya seperti teman-teman saya yang lain. Jangankan berbicara dengan saya para pekerja Melayu banyak tidak menyukai saya. Mereka tidak saja memandang sebelah mata terhadap saya tetapi seperti jijik dekat-dekat saya. Tapi apa mau dikata, kehidupan saya harus terus berlanjut, perjuangan saya harus diteruskan-masih banyak uang yang saya butuhkan untuk menutupi hutang-hutang saya sebelum berangkat ke negeri jiran itu. sudah menjadi tekad saya, bahwa saya harus menjalankan hidup. Yang bisa saya lakukan adalah berdoa dan meminta Tuhan campur tangan akan apa yang saya hadapi.Dan ternyata Tuhan menyelamatkan saya selama di negeri itu.Satu bulan pertama seperti hidup di pengasingan. Tidak ada teman dekat, tidak ada kerabat. Alkitab sebagai tempat bagi saya mencari jawaban akan semua kejadian yang saya alami, dan saya menemukan sebuah ayat di Kitab Mazmur-yang terus terang sewaktu masih di rumah sendiri saya adalah orang Kristen yang tidak tekun sama sekali alias Kristen KTP, jangankan membaca Alkitab, ke gereja saja boleh dibilang satu tahun sekali. Tapi ketika hendak berangkat saya menyempatkan diri untuk membeli Alkitab baru di sebuah toko buku ternama di Jember (kenapa saya harus beli yang baru? Karena saya memang tidak punya). Ayat yang saya temukan adalah di Kitab Mazmur 23 ayat 1-5 (Buka sendiri Alkitab kalian dan baca). Ternyata ayat ini menyegarkan jiwa saya, dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa itu akan terjadi pada saya.

Ternyata apa yang saya yakini menjadi kenyataan. Seru doa dan permintaan saya diberikan jawaban oleh Tuhan. tepat menginjak bulan kedua saya bekerja, saya dipanggil oleh supervisor yang sering dipanggil Abang Man itu (Usianya sudah bapak-bapak, tapi kebiasaan Melayu memberi panggilan Abang pada siapa saja yang lebih tua-tidak harus Tuan Anu atau Bapak Anu seperti di negeri kita). Ternyata Abang Man merekomendasikan saya untuk jadi wakil dari pekerja Indonesia di Pabrik itu untuk menduduki Jabatan Line Leader (mungkin kalau di Indonesia mandor) dan saya harus menjalani training selama 1 bulan. Sesaat saya terhenyak dalam ketidakpercayaan, tapi itulah yang terjadi, saya menjadi satu diantara 50 orang pekerja Indonesia di Pabrik itu yang dinilai paling pantas mendapatkan jabatan itu. Oh, Terima kasih Tuhan (dalam hati), saya mengucap syukur-saat itu saya berfikir mungkin inilah awal dari jawaban Tuhan akan permintaan saya. Dan bulan ketiga saya di negeri jiran itu, saya resmi memiliki Jabatan Production Line Leader. Saya diberi tanggung jawab mengawasi jalannya pekerjaan production di Finishing Section A dengan 21 orang anak buah (sebetulnya ini keterlaluan, sebab line leader yang lain-baik lokal maupun dari pekerja Bangladesh hanya dipercaya memimpin 13 orang saja), tapi ini saya anggap sebagai tantangan yang harus saya kerjakan. Anak buah saya terdiri dari 6 orang tenaga Indonesia, 6 orang tenaga Bangladesh dan sisanya adalah tenaga lokal yang di dalamnya terdapat 2 orang keturunan India. Akhirnya saya menemukan orang-orang yang tidak suka dengan Kristen itu terpaksa juga harus bekerja di bawah pengawasan dan perintah saya. Tapi saya bukan orang yang pendendam, perlakuan saya terhadap semua anak buah saya sama, tidak perduli itu Indon (sebutan untuk orang Indonesia), Bangla (sebutan untuk orang Bangladesh), India atau Melayu. Semua saya anggap sama, kalau berbuat salah saya marahi dengan kapasitas yang sama, kalau ada yang butuh bantuan, saya juga tidak keberatan memberikannya. Sebab saya pikir saya harus bisa menitipkan diri saya agar bisa diterima oleh siapa saja.

Waktupun terus berjalan, hingga tiba saatnya Natal Tahun 2000, muncullah pernyataan Abang Man bahwa saya tidak berhak mendapatkan kartu ucapan selamat Natal-karena Natal tidak popular di sana. Bagi saya itu bukan masalah. Karena selama hidup saya memang bukan menjadi kebiasaan bertukar kartu ucapan seperti itu. Di Malaysia memang sudah menjadi tradisi bertukar kartu ucapan ketika hari raya umat Islam-Idul Fitri atau hari raya-hari raya umat agam lainnya dan ketika Idul Fitri  saya banyak memberikan kartu ucapan Selamat Idul Fitri kepada anak buah saya dan beberapa supervisor serta manajer yang saya kenal. Tapi dengan begitu bukan berarti saya minta diberi kartu ucapan selamat Natal oleh mereka, sama sekali saya tidak berpikir jauh ke sana.

Di Tahun pertama saya sampai pada suasana Natal, tepat pada malam 24 Desember 2000 saya menyadari bahwa ternyata banyak sekali yang hilang dari diri saya, entah apa. Pada malam itu saya tidak ada lembur, jadi jam 6 sore saya sudah pulang dari pabrik. Sesampainya di rumah saya bengong, dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan, besoknya 25 Desember 2000 adalah Hari saya bebas (libur khusus buat saya). Sore itu selesai mandi saya punya niat jalan-jalan untuk melihat keramaian, kebetulan teman-teman tidak ada yang mau menemani, saya pun berangkat seorang diri. Pada beberapa Mall dan supermarket ternyata suasana Natal sangat meriah, pohon terang yang gemerlapan ada pada setiap sudut serta terdengar musik bernuansa Natal terdengar memenuhi ruangan. Pada tepi-tepi jalan banyak saya temukan hiasan-hiasan memberikan nuansa Natal bahkan nampak lebih dari yang pernah saya lihat di negeri sendiri (apa mungkin karena saya dari desa, ya?). Dalam diri saya jadi bertanya-tanya, katanya Natal tidak popular tapi kenapa nuansa Natal bisa saya temukan juga di negeri ini? Wah entahlah! Ketika saya diperhadapkan pada nuansa Natal itu yang saya rasakan adalah kesepian dan penyesalan, sebab selama ini tidak pernah saya alami hari bahagia itu bersama keluarga, bahkan Kebaktian Natal-pun saya tidak mau mengikutinya. Akhirnya saya pun pulang, sampai di rumah saya baca beberapa ayat tentang kelahiran Tuhan dan sedikit berdoa untuk mengucap syukur serta berdoa untuk orang tua serta adik-adik saya di kampung halaman. Dan keesokkan harinya saya masuk kerja, ketika ada beberapa pertanyaan kenapa saya tidak libur dan pergi ke gereja di Kuala Lumpur untuk merayakan Christmas, saya tidak mampu memberikan jawaban. Saya pun terharu, karena tidak sedikit orang Melayu ternyata mau melontarkan pertanyaan itu. Jadi di tahun itu, kesan Natal bagi saya adalah keharuan dan kesepian.

Dan inilah kesan Natal yang lebih mengharukan sekaligus ada yang menggelikan, yaitu ketika Natal Tahun 2001. Saya nikmati lagu Malam Kudus dan lagu-lagu Natal lainnya di mall yang pada tahun sebelumnya saya datangi. Saya berlama-lama duduk di situ hingga larut malam. Dan seperti tahun sebelumnya, keesokkan harinya pun saya masih bekerja, saat itu bertambah banyak pertanyaan yang sama seperti Natal sebelumnya. Semua orang di section itu memberikan ucapan selamat Natal kepada saya dengan menyalami tangan saya, bahkan tidak sedikit yang memberikan saya sebuah kartu ucapan selamat Natal-bahkan kartu yang mereka berikan berukuran lebih besar dari kartu ketika mereka saling bertukar kartu ucapan selamat Idul Fitri di antara mereka. Dan yang membuat saya terkesan dan geli hingga hari ini adalah sebuah kartu ucapan yang diberikan oleh seorang supervisor keturunan India, dia memberikan kartu itu kepada saya secara khusus berdua dengan istrinya sambil dia mengucapkan, "Merry Christmas, Rudi. Hanya ini yang boleh saya bagi. Sebab saya tidak tahu dekat mana saya nak mendapatkan kart untuk Christma Day," Saat itu saya tidak menyadari kenapa beliau ini mengatakan demikian. Setelah sampai di rumah saya buka satu per satu kartu-kartu itu ternyata yang diberikan oleh supervisor tadi adalah Kartu Ucapan bergambar masjid dengan tulisan Selamat Aidil Fitri, ditambah tulisan tangan "Merry Christmas Semoga Bahagia" ditandatangi berdua dengan istrinya. Saat itulah saya merasa bahwa rencana Tuhan telah terjadi. Tidak ada lagi yang membenci atau anti saya karena saya Kristen.