Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kembang Seratus Tahun

clara_anita's picture

Berbunga adalah salah satu bagian dari siklus hidup tumbuhan berbunga. Setelah benih berkecambah, dan kemudian telah kokoh akar dan batangnya serta rimbun dedaunannya, maka ia akan berbunga untuk memproduksi benih baru. Daur hidup ini umumnya sama. Satu hal yang berbeda adalah waktu. Kembang rumput di halaman bisa muncul dalam hitungan hari, namun ada pula yang butuh waktu hingga satu abad untuk berbunga. Seratus tahun? Puspa apakah gerangan yang butuh waktu lama nian untuk mekar?

 
Tengoklah ke pekarangan, lapangan, ataupun sisi jalan yang Anda lalui. Bisa ditebak di salah satu vegetasi yang mendiami sepetak tanah itu adalah rumput. Rumput yang entah ditaman oleh siapa namun selalu saja tumbuh, dan bahkan berkembang dengan cepatnya. Dalam hitungan hari ketika mendapat curah hujan cukup, ia sudah merajalela dan melambai-lambai minta dipangkas. Anehnya, salah satu keluarga rumput yang Cuma butuh waktu singkat untuk berkembang biak itu butuh waktu hingga sepuluh dasawarsa lamanya hanya untuk berkembang sebelum kemudian mati.
 
Tak perlu jauh-jauh untuk melihatnya. Flora ini bukan tanaman langka apalagi di negeri tropis dengan matahari berlimpah seperti Indonesia tercinta ini. Meski satu famili dengan rumput yang sering kita injak-injak ketika bermain bola sepak, rumput yang satu ini berbatang keras dan menjulang tinggi bahkan beberapa jenis bisa mencapai tinggi 50 meter. Bambu, demikianlah ia biasa disebut untuk merujuk sekitar 480 spesiesnya yang mampu tumbuh dari pantai hingga pucuk gunung berlapis salju. Batangnya lazim digunakan untuk berbagai keperluan, dari bangunan, kertas, hingga filamen lampu pijar. Beberapa penganan tradisional memakai daunnya sebagai pembungkus guna menciptakan aroma yang khas. Tapi seberapa seringkah Anda melihat bunga bambu?
 
Bunga bambu serupa dengan kembang rumput kerabatnya. Hanya saja, meskipun beberapa jenis berbunga setiap tahun, banyak spesies bambu yang berkembang pada interval 10 hingga 100 tahun. Lebih ajaib lagi, jenis bambu tertentu berkembang serentak dan mati berbarengan segera setelah benihnya mencapai tanah dan memulai daur hidup baru. Wajar saja jika bunga bambu jarang ditemui meski tanaman ini begitu akrab dengan keseharian kita.
 
Kembang bambu seratus tahun itu membawa saya ke sebuah pemikiran. Meski urutan proses yang dilalui sama, waktu yang diperlukan setiap individu adalah unik dan spesifik. Ada yang perlu waktu lama, pun ada yang butuh jangka hanya sekedipan mata. Dalam daur hidup manusia yang terikat dengan konteks waktu, individu kerap diburu dengan kata, ”Kapan?” Ketika masih bayi, ayah bunda bertanya, ”Kapan kamu tumbuh nak?” Saat ia telah tumbuh dan memasuki bangku sekolah, kerabat pun bertanya, ”Kapan lulus?” Setelah lulus pertanyaan lain pun terlontar, ”Kapan bekerja dan menikah?” Usai menikah sanak keluarga dengan separuh menggoda berujar, ”Kapan punya anak?” Mungkin pertanyaan yang jarang dan tabu untuk diajukan hanyalah, ”Kapan rencana meninggal?”
 
Bila ada hal lain yang mememani pertanyaan ”Kapan” itu adalah perbandingan. Setiap fase dibandingkan dengan tolok ukur yang secara subjektif dan relatif diambil dari kecenderungan umum yang ada di sekitar. Bila umumnya seorang gadis mengakhiri masa lajang pada usia 20-an, maka ketika angka kepala dua itu kian beranjak menjauh, orang-orang di sekeliling pun ikutan gerah dan terus mengejar dengan pertanyaan ”kapan?” –a never ending question – Masalahnya kembang bambu tidak sama dengan kembang rumput, meski berasal dari satu famili. Mekarnya satu bunga tidak dapat dipaksa. Alih-alih mekar, mungkin sekar itu malah jadi enggan terbit dan gugur sebelum benar-benar muncul. Tiap orang punya caranya masing-masing untuk menuntaskan tugas perkembangannya pada kurun waktu yang tak bisa dipatok sama. Bila ada yang bisa dilakukan pastinya bukannya memaksakan puspa itu bersemi sebelum waktunya, melainkan memastikan tanah gembur dan cukup air untuk mendukungnya tumbuh.
 
***
 
”Kapan nyusul adik menikah?” lagi-lagi pertanyaan itu terlontar. Sekilas saya melirik ke arah seperca rumput hijau yang lansung mengingatkan saya pada sepupunya yang berkembang sekali seratus tahun. Sambil tersenyum simpul saya pun menjawab ringan, ”Kalau Indonesia menang Piala Dunia, pasti saya langsung menikah :P ” dan para sepuh di hadapan saya pun langsung terkekeh sambil berujar, ”Dasar bocah gemblung.”
Tante Paku's picture

Kembang Bakung Clara Anita.

     Hidup tidak pernah lepas dari perasaan gelisah, khawatir, tidak aman, dari rasa cinta, latar belakang pendidikan, kesehatan,keuangan,usia atau penampilan fisik. Kalau kita ditanyakan tentang semua itu, hampir pasti jawaban yang diberikan jawaban yang salah. Seperti Clara Anita lakukan di bawah ini :

”Kapan nyusul adik menikah?” lagi-lagi pertanyaan itu terlontar. Sekilas saya melirik ke arah seperca rumput hijau yang langsung mengingatkan saya pada sepupunya yang berkembang sekali seratus tahun. Sambil tersenyum simpul saya pun menjawab ringan, ”Kalau Indonesia menang Piala Dunia, pasti saya langsung menikah :P ” dan para sepuh di hadapan saya pun langsung terkekeh sambil berujar, ”Dasar bocah gemblung.”

     Jawaban tersebut menunjuk pada kondisi di luar diri anda. Tentu saja itu bisa jadi karena perasaan yang telah terprogram dalam kepala anda yang tanpa disadari. Untuk mencoba mengubahnya hanya mungkin akan membawa sedikit kelegaan, kenyataan nanti yang akan menuntun untuk memecahkan masalah yang sebenarnya.

     Dunia luar seringkali menciptakan kekacauan emosional dalam diri kita yang menimbulkan kekhawatiran. Kita yang harus sekuat tenaga mengubah kembali dunia luar itu agar kekhawatiran itu hilang. Dengan kesadaran kita bisa menjauhkan dari masalah dan bisa membawa kelegaan sejati. Masa depan sering membuat kita gelisah dan khawatir, tetapi yang terpenting menghadapi saat ini , menikmati waktu kini, karena kita hanya dapat menangani segala sesuatu bila "sesuatu" itu ada sekarang, bukan yang belum terjadi.

     Karena itu, aku berkata kepadamu : Janganlah kuatir akan hidupmu,...Pandanglah burung-burung di langit,...Perhatikan bunga bakung di ladang,..(Mat 6:25 dst).

     Kita harus mendapatkan anugerah seperti burung-burung dan bunga -bunga bakung di ladang untuk menghilangkan rasa khawatir itu. Mereka bisa hidup dalam masa yang berlanjut. Burung-2, bunga2, rumput2 mempunyai anugerah yang melebihi manusia. Konsep masa depan tidak ada pada mereka, kekhawatiran tidak ada pada mereka, barangkali seperti itulah gambaran sempurna Kerajaan Sorga?

     Semoga kita selalu merasa bahagia dalam kepenuhan maupun kehampaan,walau terjadi secara "misterius".

 

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

clara_anita's picture

Dearest Tante, Terimakasih

Dearest Tante,

Terimakasih atas insightnya. Cukup mencerahkan .

Membaca komentar tante, saya teringat pada satu wejangan yang pernah saya terima. Wejangan itu membagi manusia menjadi dua kelompok besar.

Kelompok pertama adalah kelompok orang yang meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan pengaruh peristiwa-peristiwa yang mereka alami. Mereka meyakini bahwa apa yang mereka alami pada dasarnya bersumber dari dalam diri mereka sendiri.

Sebaliknya, kelompok kedua meyakini bahwa kekuatan yang berasal dari luar dirinyalah yang utamanya menentukan apa yang ia alami. Mudah ditebak kelompok mana kiranya yang lebih mudah menyerah pada kekacauan dunia yang seperti Tante ceritakan itu.

  Dunia luar seringkali menciptakan kekacauan emosional dalam diri kita yang menimbulkan kekhawatiran. Kita yang harus sekuat tenaga mengubah kembali dunia luar itu agar kekhawatiran itu hilang. Dengan kesadaran kita bisa menjauhkan dari masalah dan bisa membawa kelegaan sejati. Masa depan sering membuat kita gelisah dan khawatir, tetapi yang terpenting menghadapi saat ini , menikmati waktu kini, karena kita hanya dapat menangani segala sesuatu bila "sesuatu" itu ada sekarang, bukan yang belum terjadi.

Tante, mengubah dunia di luar itu sulit. Banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Saya cenderung "mencoba" masuk ke dalam kelompok pertama: mencari jawaban ke dalam diri. Bila memang harus ada yang diubah itu adalah diri kita sendiri. Dunia boleh kacau, tapi kita sendirilah yang dapat mengijinkan seberapa besar kehancuran yang diciptakannya dalam diri kita. Sayangnya, seberapa keras pun mencoba, tetap saja harus jatuh berulang kali. Sepertinya memang tidak bisa jalan sendirian Tante

 

Tante, epilog yang saya tulis itu hanya sekedar canda saja. Paling tidak mampu "membungkam" pertanyaan-pertanyaan "kapan" itu . Cukup berhasil .

 

Terima kasih banyak Tante.

Gusti mberkahi,

nita

sandman's picture

@Clara Perubahan...

Kemarin malam di salah satu TV swasta menayangkan film, " Memoar of Geisha" saya ambil beberapa dialog dari film itu yang bagus. Salah satunya adalah, ketika Geisha tersebut berkata, "Seperti mendorong kereta api dari samping" kalimat itu dia katakan ketika salah satu klientnya mencoba merubah gaya hidup temannya. Penyuka sumo yang diharapkan untuk menikmati hidup, dengan cara menyewa GEISHA.

Perubahan itu terjadi bukan karena dorongan dari luar, tapi dari diri kita sendiri, sebesar apapun dorongan itu jika bukan diri kita sendiri yang memulai tidak akan maju.

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

jesusfreaks's picture

@clara : 26 loh

Saya rasa, pertanyaan itu perlu disikapi loh. Kalau sulit mencarinya, tidakkah di SS ini semua cukup qualified. Ayo para pria pria lajang SS, tunjukkan jati dirimu, dan nekat dikitlah. Take her out.

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

clara_anita's picture

Dearest JF, Saya tidak

Dearest JF,

Saya tidak mencari Kanda. Hanya dipaksa masuk ke dalam situasi yang direka sedemikian rupa yang memaksa saya untuk mencari .

 

Padahal segala sesuatu yang dipaksakan tak pernah baik. Reaksi orang-orang di sekitar saya saja yang sedikit berlebihan menyikapi "kecuekan" . Haruskah saya tegaskan lagi pada mereka bahwa cita-cita masuk biara itu sudah saya bungkus dan buang jauh-jauh supaya mereka tidak lagi khawatir?

Thanks,

GBU

jesusfreaks's picture

@clara : ya just curious

Ya jangan terlalu dianggap serius omongan saya. Anyway, i believe kamu adalah anak TUHAN, sehingga hidupmu ada dalam rencana dan rancangan TUHAN. So, i'm not worry about your life.

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

clara_anita's picture

@jf: serius???

Meski belum pernah bertemu langsung, dari tulisan-tulisan Anda saya memberanikan diri sok tahu -- seolah benar-benar mengenal . JF memang selalu terbuka dan to the point ya ; berbeda dengan saya yang cenderung menanggapi segala hal dengan serius. Tapi saya senang sekali bisa berinteraksi dengan JF. Percaya atau tidak, Anda telah menginspirasi saya dalam beberapa hal .

 

Amin dan terima kasih..

GBU

nita

 

 

jesusfreaks's picture

@SEMUA PRIA LAJANG : TAKE HER OUT

Ayo siapa berani ? Pada kemana nih, blogger blogger lajang.

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

Purnomo's picture

Biarlah bunga berkembang pada waktunya

Seperti kata TP, gonjang-ganjingnya mayapada di luar diri kita mempengaruhi ketenangan emosi dalam diri kita. Contoh yang paling umum dan mudah dimengerti adalah kalau orang di sekeliling sedang berperang kentut masa kita tidak terpengaruh? Karena sebabnya dari luar, maka solusinya adalah melangkah keluar menemui sumber gempa ini. Cuaca panas dan hujan lebat memang uncontrolable. Tetapi keinginan ortu untuk cepat-cepat mantu masih controlable  kok.

 

Tidak berlebihan bila saya mengatakan hampir setiap ortu tidak ingin anaknya, terutama yang puteri, hidup melajang. Alasannya, agar puterinya ada yang melindungi dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Alasan ini punya dasar yang kokoh: tanggung jawab moral mereka kepada anak-anaknya. Mereka baru merasa lega seakan-akan tugas mereka di dunia ini telah selesai ketika semua anak-anaknya telah berkeluarga.

 

Bila sang obyek penderita adalah perempuan yang telah terbukti bisa mencari nafkah sendiri, tidak terlalu sulit untuk meredam kerisauan ortunya. Terlebih lagi bila saudara-saudara kandungnya ikut mendukung pendiriannya dan meyakinkan ortunya bahwa mereka tidak akan membiarkan dia hidup terlantar di masa tuanya bila saudaranya yang “mbalelo” ini ternyata terus melajang sampai tua. Hidup melajang belum tentu merupakan penderitaan bagi yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya. Bukankah contoh nyata mudah ditemukan di sekeliling sebagai bahan pledoi kita?

 

Jadi, sebelum melangkah keluar kita memang harus yakin dulu apa yang kita putuskan (dalam hal tidak ikut apa kata ortu) adalah yang terbaik. Baru kemudian kita mempublikasikan keyakinan ini kepada saudara-saudara kandung dengan tujuan menarik mereka menjadi kroni. Terakhir, bersama-sama melakukan brain washing terhadap ortu dan para pembisiknya.

 

Jangan terlalu lama membiarkan masalah ini terkatung-katung dengan berharap waktu yang akan membereskannya. Tanpa penyelesaian yang tuntas, mungkin saja ada yang harus jadi korban. Setahun yang lalu ketika saya mengunjungi sebuah rumah rehabilitasi di Ungaran untuk mencari informasi biaya perawatan di sana untuk seorang anggota gereja, saya terkejut mendapatkan seorang gadis berwajah cantik di antara para pasien. Ia mantan remaja gereja asuhan saya. Ibunya pernah mengeluh kepada saya tentang kekukuhan puterinya ini yang tidak mau menikah. “Aku mau kirim dia ke Hongkong jadi TKW biar dia diambil istri sama orang sana. Perkara besoknya dia dicerai, itu tak masalah. Yang penting sudah menikah,” begitu kata ibunya. Seharusnya ibunya yang ada di rumah rehabilitasi ini, bukan puterinya.

 

Mau hari ini atau sepuluh tahun lagi menikah – seperti pohon bambu – yang penting biarlah bunga berkembang terlebih dahulu dan pada waktunya. Buah matang karena dikarbit saja tidak enak rasanya, terlebih lagi bunga yang anatominya jauh lebih halus dan rentan.

 

Salam.

 

Rusdy's picture

Budaya Nikah

Nikah-nikahan memang so-past dipengaruhi lingkungan. Kalalu di sekitar lingkungan saya, pada umumnya nikah-nikahan sama sekali nggak populer, kalo mao ya tinggal serumah bareng, kalo ndak yah pisah :)

Bedanya, kita sebagai pengikut Tuhan, harus menunjukkan "budaya Firman", jadi pernikahan sebagai saksi kasih Tuhan, gitu kali yah...