Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Pelatihan "Peace Education" [1]
Hari pertama pelatihan diawali dengan upacara pembukaan. Peserta berkumpul di Sampaguita hall. Mereka duduk di kursi yang dikelompokkan berdasarkan asal negara masing-masing. Penampilan dari Kaliwat Theatre memeriahkan suasana melalui musik dan tarian. Acara dimulai dengan doa tiga agama: Islam, Budha, dan Katolik. Dilanjutkan dengan sambutan selamat datang. Acara yang paling meriah adalah parade peserta. Masing-masing peserta berjalan ke panggung sesuai dengan negara mereka. Setelah semua berada di atas panggung, mereka kemudian berfoto bersama.
Usai pembukaan, tanpa banyak membuang waktu, peserta segera memecahkan diri menjadi tiga kelas. Saya masuk kelas Peace Education: Concepts and Approaches di Gladiola Hall. Fasilitator oleh Ofelia L. Durante dan Essex Giguento. Ada 20 peserta yang mengambil kelas ini.
Kelas dimulai dengan kerja kelompok. Peserta dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok harus menuliskan jawaban atas pertanyaan berikut ini: Apa harapan Anda atas, tantangan, peluang.
Setelah itu, peserta membuat gambar untuk menjelaskan makna tentang perdamaian. Kemudian juga menjawab pertanyaan berikut: Apakah Anda terlibat dalam aktivitas Peace Building? Apa itu? Strategi apa yang digunakan dalam aktivitas.
Ada yang satu hal yang menarik perhatian saya dalam diskusi hari ini:
Di Fillipina Selatan ada sebuah pulau yang dikuasai oleh kelompok Abu Shayaf. Wilayah didera konflik berkepanjangan. Akibatnya banyak anak-anak yang menjadi yatim piatu. Mereka hidup miskin dan harus berjuang untuk tetap hidup. Jika konflik senjata baru saja terjadi, anak-anak yatim piatu ini justru mendekat ke wilayah itu. Mereka memunguti selongsong peluru untuk dijual kepada pengepul itu dilebur kembali. Logam selongsong itu berharga mahal.
Melihat hal itu aktivis perdamaian menawarkan untuk menukar selongsong itu dengan makanan dan pakaian. Setelah itu, aktivis perdamaian itu melatih warga masyarakat untuk membuat kerajinan berbahan baku selongsong. Mereka mengubah budaya perang menjadi budaya perdamaian.
Kelas diakhiri dengan role play. Kelompok pertama membuat role play tentang konflik di masyarakat. Mereka mengangkat konflik antara agama Islam dan agama Kristen di Indonesia. Kelompok kedua mementaskan role play tentang konflik di dunia kerja. Skenarionya: ada sekolah yang harus mengatasi anggaran yang terbatas. Mereka harus membuat pilihan yang berat. Kelompok ketiga mendapat tugas memerankan konflik global. Mereka memilih konflik di perairan China Selatan yang menjadi pusat konflik antara Filipina, China, dan Thailand.
Secara umum, materi yang diberikan pada hari pertama ini masih sangat mendasar.
----------------
Baca juga:
- Catatan Perjalanan: Kesasar di Singapura
- Peace Building Training Note
- Catatan Pelatihan “Peace Building” (1)
- Peace Zone di Filipina | Catatan Pelatihan “Peace Building” (2)
- Melongo di Davao
- Menyerap Metode Partisipatif dalam Pelatihan Peace Education
- Menyemai Perdamaian Batin [Oleh-oleh dari Filipina]
- Belajar Tentang Prinsip Belajar Orang Dewasa
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 5127 reads