Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mengambil pelajaran dari erupsi Merapi, dukacita Muji

mujizat's picture
Pagi ini beberapa rekan yang tinggal di lereng Merapi mulai masuk kerja, dan mereka berbagi ceritera seputar letusan Merapi, bagaimana kebun salak pondoh yang tenggelam dalam debu, belum lagi berapa ekor ternak yang mati. Teman Muji yang tinggal di wilayah Turi, lebih kurang 12 km dari mulut Merapi, dengan patuh mengungsi ke arah Stadion Maguwoharjo, yang walau sempat berjubel dengan lebih kurang 40.000 orang pengungsi di malam Jumat yang heboh itu, namun mereka selamat.
 
Tetapi banyak kisah memilukan bagaimana korban manusia berjatuhan, bukan karena pemerintah tidak memberi peringatan, namun sikap keras kepala beberapa penduduk lereng Merapi yang kemudian menyebabkan mereka menjadi korban. Ketika masyarakat yang tinggal di km 10-15 mulai mengungsi, justru beberapa penduduk di 6 km dari mulut Merapi, mereka enggan meninggalkan rumahnya.
 
"Yen sapi wedhusku diungsekke, aku ya gelem ngungsi" kata teman Muji menirukan ucapan penduduk yang ngeyel itu. (Kalau lembu dan kambing saya diungsikan, saya mau saja mengungsi).
 
Hmm, inilah sikap yang salah terima, ketika orang lain bermaksud memberi peringatan dan pertolongan, malah ditanggapi dengan sikap "manis manja",....
 
Maka ketika Kamis malam Jumat  tgl 4/5 November 2010 terjadi letusan yang dahsyat, baru mereka menyadari bahwa peringatan pemerintah sungguh-sungguh serius. Dengan terlambat mereka berlarian berserabutan keluar kampung. Malam lagi. Di bawah kondisi hujan debu yang pekat, mereka berebut jalan, akhirnya jalan kampung menjadi macet (hm,,, kayak Jakarta saja). Yang kurang beruntung, dapat disusul oleh wedhus gembel, dan langsung meninggal,...
 
Ahh,....
 
Kalau saja mereka patuh pada peringatan dini pemerintah yang memang didukung oleh detektor-detektor terpercaya, lalu dengan patuh meninggalkan rumahnya, tentu akan lebih sedikit jatuhnya korban. Namun ternyata tidak sesederhana itu. Kambing, domba, sapi, ternak dan kekayaan ternyata masih mengikat hati orang2 itu sehingga enggan mengungsi dan mati sia-sia,...
 
Kita dapat belajar banyak dari erupsi Merapi.
 
Ketika Alkitab sudah memberikan banyak peringatan tentang dosa, dan mengenai murka Allah bagi mereka yang tetap mau terikat pada dosa, maka jika suatu saat hari Tuhan sudah datang, mereka terlambat menyadari.
 
Jika selama ini Merapi kalem-kalem saja, mungkin penduduk akan berkata: Ah, gak apa-apa, paling Merapi ngak meletus,... atau, kalau meletus, paling hanya letusan kecil, paling-paling lahar hanya menyusuri sungai Gendol dan seterusnya.  Tetapi ketika Merapi benar2 meletus begitu dahsyat, baru mereka mengalami fakta: "Oh, terntara Merapi galak tenan,..."
 
Juga, jika selama ini Tuhan kalem-kalem saja, dengan sabar menunggu jutaan orang bertobat, maka berbahagialah setiap orang yang memperhatikan "peringatan2 dini" melalui ayat-ayat kitab suci, dan mau belajar untuk tidak terikat pada "dunia" sehingga dengan ringan meninggalkan manusia lama, dan menjadi manusia rohani yang berkenan kepada Allah.
 
Salam,
__________________

 Tani Desa