Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Beri dan Kamu Akan Diberi

Andy Ryanto's picture

            Temanku  :  ko…kapan pulang?

            Aku          :  kira2 bulan depan, sekitar 19 Agustus

            Temanku  :  mau pakai mobil nggak?

            Aku          :  iya…emang kenapa man?

            Temanku  :  pakai saja mobilku

            Aku          :  loh…terus kamu pakai mobil apa?

            Temanku  :  gue kan dah kerja lagi, ada dikasih mobil dinas, jadi pakai saja mobilku kalau di Jakarta, nanti kalau sampai dari airport langsung saja naik taxi ke rumahku

            Aku          :  Oh…thank u banget ya man….

            Begitu kira-kira bunyi chatting YM dengan teman baikku.  Mimpi apa nih tidak ada angin tidak hujan dipinjami mobil.  Memang sekarang ini mobil menjadi salah satu masalah setiap kali pulang ke Jakarta.  Sesudah mengambil fasilitas COP (car allowance program) dari perusahaan, otomatis tidak dapat menggunakan kendaraan dinas lainnya lagi.  Lantas kemana mobil COP-ku?  Mobil itu dikirim ke daerah asalku untuk digunakan kakak keduaku dan keluarganya.  Setelah kakak kedua mengalami kecelakaan motor yang ditunggangi bersama dengan isteri dan anaknya, kuputuskan untuk mengambil fasilitas COP dan memberi atau meminjamkan kepadanya. 

            Sebelumnya tidak mengambil fasilitas COP, karena selama ini aku sendiri hanya dua kali pulang ke Jakarta dalam setahun, masing-masing paling lama sebulan, dan selalu menggunakan mobil dinas perusahaan selama di Jakarta.   Pertimbangan lainnya karena ditempatkan di luar negeri, memiliki mobil COP hanya akan mubazir, tergeletak begitu saja, tanpa ada yang merawat, dan malah menjadi beban karena banyaknya perbaikan yang harus dilakukan setiap kali pulang akibat jarang digunakan.

            Oleh karena itu, sekarang setiap pulang ke Jakarta, aku harus berburu mobil pinjaman atau mobil sewaan untuk paling tidak dua minggu hanya untuk keperluan ke kantor di Jakarta.  Memang dana yang dikeluarkan untuk keperluan ini tidak sedikit, bahkan kadang jauh lebih besar dari dana yang dibutuhkan oleh proyek sekolah gratisnya salah seorang blogger di SS ini.  Terkadang ada rasa sayang mengeluarkan dana seperti itu, tetapi apa boleh buat, memang ada harga yang harus dibayar untuk setiap keputusan yang telah dibuat. 

            Tawaran teman melalui YM tersebut membuat otak duniawiku berpikir kalau ini adalah cara Tuhan membalas kebaikan yang telah ditabur, bahkan sempat memberi kesaksian ini kepada teman-teman sekerja.  Memang tidak sia-sia kalau kita berbuat kebaikan.  Paling tidak kali ini aku tidak perlu repot-repot berburu mobil pinjaman atau sewaan dan menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk itu.  Tuhan yang menyediakannya.

            Beberapa hari menjelang kepulangan ke Jakarta, ada pesan YM yang masuk:

            Temanku  :  ko……

            Aku          :  ya ada apa man….

            Temanku  :  gini ko, mohon maaf sebelumnya, ternyata mobilnya mau dipakai isteriku, kamaren tidak terpikir lupa tanya bini…

            Aku          :  oh ya…no problem…man…

            Temanku  :  maaf bener ya ko…

            Aku          :  santai saja...man…

           Jelas tulisan “santai saja” hanya sekedar tulisan, hatiku panik dan bingung, kenapa baru sekarang ngomongnya, tidak dari sebulan atau seminggu yang lalu.  Ini kan high season menjelang lebaran tidak gampang mencari mobil sewaan, kalaupun ada, harganya tentu ‘spesial’.  Lagi pula aku harus langsung ketemu bos di hari kedua di suatu tempat.  Dengan perasaan kesal dan jengkel, aku mencari di situs-situs internet dan juga menghubungi teman yang punya kenalan jasa sewa mobil.  Sambil berbaring aku berusaha menghibur diri sendiri. Tidak ngedumel kepada Tuhan, lagi pula emang Tuhan itu siapa, masak soal begini harus protes kepadaNya.  Aku mengingatkan diriku sendiri bahwa ada harga yang harus dibayar untuk setiap keputusan, kalau sudah memberikan mobil COP kepada orang lain untuk dipakai, maka sudah harus tahu konsekuensinya….ya sudah.

          Hari Jumat, sekitar pukul empat sore, aku mendarat di Soekarno Hatta setelah menempuh hampir 20 jam perjalanan.  Malam ini dihabiskan dengan menikmati makanan khas daerahku di restoran di dekat rumah.  Rencana besok adalah bangun pagi dan bersiap menuju ke salah satu mall di Senayan untuk bertemu dengan bos.  Dan keesokan harinya, dengan pertimbangan penghematan, maka diputuskan menumpang internal shuttle bus dari kluster tempat tinggalku menuju terminal di samping mall yang ada di kawasan hunian di Karawaci ini.  Kemudian dari situ menumpang external shuttle bus dengan rute ke daerah Senayan.

           Sabtu pagi itu dengan rasa capek dan kantuk aku berjalan keluar kluster menuju titik perhentian internal shuttle bus, ternyata jadwal untuk akhir pekan satu jam sekali, sehingga waktu yang ada dimanfaatkan untuk menikmati bakmi di kantin terdekat.  Sampai di terminal induk, shuttle bus menuju Senayan ternyata sudah berangkat, aku terlambat…hanya 5 menit.  Dengan perasaaan masygul aku memutuskan mencari taksi, untungnya aku sempat memeriksa dompet di kantongku terlebih dahulu, hanya ada rupiah 60 ribu-an, mana cukup untuk membayar taksi ke Senayan.  Mau tidak mau harus mencari ATM terdekat, aku bergegas menuju mall yang ada di samping terminal.  Maaf pak, belum bisa masuk sebelum jam 10”, begitu tegas sekuriti yang berjaga di pintu masuk.  Aku melihat ke telepon genggamku, 09:55.  Janjian dengan bos pukul 11:00.  Hari yang menjengkelkan.

           Tidak biasanya bos meminta bertemu di luar luar jam kerja dan di luar kantor.  Pasti ada hal penting yang ingin disampaikan atau didiskusikan.  Aku tidak membuang waktu lagi, segera berjalan keluar dan mengitari hampir setengah mall menuju ATM terdekat.  Setelah itu tanpa membuang waktu langsung melemparkan diri ke dalam taksi pertama yang ditemui.  Jalanan Jakarta di pagi akhir pekan ini memang sangat lancar sekali, hanya perlu 25 menit untuk sampai di salah satu mall di Senayan.

           Masih ada waktu beberapa puluh menit, aku berencana berkeliling mall yang memang baru pertama kali dikunjungi.  Tetapi baru menginjakkan kaki beberapa langkah di dalam, telepon genggam berdering, ternyata bos tiba lebih cepat.  Setelah menemukan salah satu kafe dan memesan minuman, bos membuka pembicaraan:

           “Apa kabarmu? Sehat-sehat saja?”

           “Baik pak, sehat-sehat saja”

           “Ini ada sekedar apresiasi dari perusahaan untukmu.”  kata bosku sambil mengeluarkan amplop, selembar kertas dan sebuah pena.

           “Tidak banyak, bila perlu dihitung terlebih dahulu, setelah itu tolong ditandatangani”

            Aku tahu apa isi amplop itu, tetapi karena ini benar-benar di luar dugaanku, aku agak terkejut, merasa sangat surprise dan gugup sehingga jangankan menghitung isi amplop tersebut, bahkan selembar kertas tersebut kutandatangani tanpa membaca apa isinya.  Setelah itu kami hanya berbincang-bincang ringan mengenai perkembangan bisnis di area di tempatku bertugas.  Kira-kira setengah jam kemudian aku sudah meninggalkan mall tersebut.

            Setibanya di rumah, aku membuka amplop tersebut, ada puluhan lembar mata uang asing, cukup bahkan berkali-kali lipat dari dana yang dibutuhkan jika dipakai menyewa mobil.  Aku hanya duduk termenung dengan mata berkaca-kaca, bukan karena isi amplop tersebut, tetapi runtutan peristiwa sebelumnya.  Entah kenapa pikiranku melayang kepada pada salah satu tulisan blogger disini.  Ketika proyek sekolah gratisnya kekurangan dana, setelah bergumul ia tetap bertekad untuk tetap meneruskan rencana memberikan beasiswa penuh.  Yang terjadi kemudian Tuhan menjawab doanya bahkan mungkin sebelum ia sempat berdoa untuk itu.  Entah apapula hubungannya denganku.

            Aku tidak jadi mendapat mobil pinjaman, tidak juga kekurangan dana untuk menyewa mobil, aku sedang belajar membayar harga untuk setiap keputusan yang telah dibuat, dan tidak ngedumel apalagi protes kepada Tuhan.  Tiba-tiba terlintas di pikiran “Berilah dan kamu akan diberi”, sepertinya ini ayat Alkitab, entahlah karena aku paling tidak hapal ayat-ayat Alkitab.  Aku hanya mau melanjutkan tidurku…rasanya capek sekali.  Orang bilang itu namanya jetlag.

 

PlainBread's picture

Ganti perintah

Misalkan perintahnya Tuhan Yesus,"Berilah maka kamu akan senang," apakah akan ada pengikutNya yang memberi walaupun tanpa dijanjikan apa2?

Itukah pengharapan kita, bahwa jika kita memberi maka kita juga akan diberi?

 

Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung. Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik.

Andy Ryanto's picture

Tentang Memberi

Mother Theresa mengatakan, "give until it hurts", mungkin maksudnya memberi sebenarnya adalah pengorbanan, namanya juga korban harus ada rasa sakit, tanpa rasa sakit hanyalah sekedar menjalankan kewajiban, kepatutan, atau kelebihan.

Seorang penulis lain (lupa buku dan namanya) menulis bahwa memberi yang benar adalah seperti ini "give until you feel better", kedengarannya cukup masuk akal karena sepertinya ada tertulis berilah dengan sukacita.  Kalau memberi dengan terpaksa dan tidak ihklas akan berpengaruh negatif kepada mental dan emosi diri sendiri.

Orang bijak lainnya mengatakan "give and forget it", bagaimana mungkin melupakan, kecuali kalau sudah hilang ingatan atau kena amnesia akut.  Sedikit kurang manusiawi memaksa orang melupakan sesuatu selama orang tersebut masih mempunyai ingatan yang baik.

"Berilah karena kamu sudah diberi (dan akan diberi lagi..hihihi..pls ignore this)" ini yang kupahami saat ini.   Kalau tidak diberi uang bagaimana mungkin memberi uang kepada orang lain walaupun hanya 100 rupiah,  kalau tidak diberi mobil bagaimana memberi mobil kepada orang lain meskipun itu mobil mainan.  Jadi ingat lagu klasik "...Tuhan lebih dulu mengasihi (baca: memberi) kepadaku, mengasihi (memberi)...mengasihi (memberi)...lebih sungguh".

Yang terakhir, "beri dan bersiaplah sakit hati", mirip-mirip dengan punya mother Theresa.  Kesimpulan ini hasil sharing dengan teman baik.  Adalah biasa orang mengatakan beri dan jangan harapkan ucapan terima kasih, tetapi dalam kenyataan bukan hanya sekedar tidak mengharapkan ucapan terima kasih, harus siap sakit hati.  Ini yang mungkin banyak terjadi dalam pelayanan di gereja, keluarga, teman-teman.  Kalau belum siap sakit hati...jangan memberi!...walaupun ada padamu harta melimpah.

 

nobietea's picture

berilah ?

wedew.. bie tergelitik dengan ayatnya :D

Berilah dan kamu akan diberi.. but jangan tanya ke bie ayatnya apa, bie juga ndak tau. hehe...

oomm... ooomm...

1. beritahu kepada bie... kemana aja ?

2. beri oleholeh ke bie juga, hehe  :D

__________________

maaf.. bie kurang pintar

Andy Ryanto's picture

Ada disini

Bie...om sering inget kalimat ayat-ayat dalam Alkitab, tapi tidak tahu nomor-nomor ayatnya dimana apalagi sampai hapal, untung sekarang sudah ada fasilitas search di Alkitab elektronik.  Yesus dulu juga sering berkata "ada tertulis...ada tertulis..." tapi dimana tidak disebut ayatnya, tapi mestinya Beliau tidak mungkin tidak hapal lah yah.....

bie...bie...

1.  Om tidak kemana-mana kok, tetap ada di SS ini, om mengikuti aktivitas bie...ketika ikut kopdarnas yang lalu, bagaimana  bie berangkat dari Ancol, kemudian ketemu dan bercengkrama dengan mas-mas...mbak-mbak...om-om...tantte-tante, bahkan oma-opa di Kaliurang.

2.  Bie...senang kalau bisa memberimu oleh-oleh, tapi oleh-oleh apa ya bie...?

------------------

Bie jangan berkata begitu dong...kamu hanya sedikit kurang pintar dibanding Einstein...

 

Rusdy's picture

Kelebihan Dana

Jangan-jangan waktu itu hanya nyewa sepeda, terus sisanya dikasih ke sekolah gratis yah? :P

Andy Ryanto's picture

Jangan tanya....

Pak Rus....ssttt.....jangan tanya....kenapa?

Purnomo's picture

Bang Rusdy, punya bisnis sampingan?

persewaan sepeda? Kalau di ausie sewa sepeda 1 jam + plus supirnya berapa dollar?

         Ngomongi sepeda jadi kangen naik ojek sepeda. Dua hari ke depan aku mau naik kereta ke Jakarta turun di setasiun Kota lalu naik sepeda ke Harmoni. Mudah-mudahan tidak kecegat Empek yang punya hobi pibu belasan jam.

Rusdy's picture

Rampok Sepeda

Kalo sewa di daerah turis yah perampokan. Beberapa tahun lalu, saya sewa sepeda tandem setengah jem abis AU$15, abis itu nggak makan seharian. Itu yang pasti nggak termasuk sopir...

Dibanding jaman SMP (jadul for some, baru kemaren bagi nkong Pur), saya cuman bayar 'cecenk' (Rp 1000) dari depan komplek ke rumah saya. Walau harganya sama dengan naek ojek motor (lebih cepet lagi), saya selalu pilih naek ojek sepeda biar bisa dengerin serunya depakan bola dari anak-anak yang bermain di lapangan rumput (dibanding dengerin letupan knalpot).

Sekarang, hampir mustahil cari ojek sepeda. Nanti saya cari di kawasan kota, siapa tahu bisa ikutan nostalgia kayak nkong Pur. Pikir-pikir lagi, nggak jadi deh, yang ada cuman menghirup asap knalpot...

Kasian juga si bung Andy, mo ngirit biar bisa ikut nyumbang sekolah gratis, tapi jadi kena keracunan karbonmonoksida. "Mati adalah keuntungan bagiku", mungkin begitu katanya. Jangan-jangan, pengendara sepeda yang saya lihat waktu itu di Jakarta memang bung Andy. Memakai sepeda balap, kaos dan celana ketat, persis seperti pembalap Tour de France. Benar-benar pemandangan tak lazim di jakarta, ban 100psi di Jakarta jelas-jelas cari masalah...