Entah aku harus marah dengan cara bagaimana, sementara kecewa mengoyakkan mimpiku. "Kau tak pernah mengatakannya!"
Air mataku meleleh turun. Begitu pedih. "Sudahlah! Kita memang tak berjodoh!"
"Tapi.... aku mencintaimu!"
Dia menciumku. "Kita masing-masing sudah punya pasangan, kenapa kita mesti mengingat-ingat masa lalu?"
*****
Aku tak pernah mengatakannya! Ya! aku tak pernah "menembak"nya. Bahkan hari-hari menjelang perpisahan, aku cuma bisa menggenggam tangannya dengan gemetar. "Dingin?" Dia tanya padaku. Hujan membasuh tubuh, kenangan berkali-kali menggodaku.
*****
Ketika itu aku cuma bisa bicara dengan bahasa non verbal. Ya! dengan perhatianku! Dengan gemetarku.... dengan degup jantungku yang tak beraturan. Ya Tuhan....! Apakah dia tak mengerti juga?
"Aku tahu kau sayang padaku, tapi kupikir saat itu kau menganggapku adik!"
"Adik?"
"Ya! Aku takut aku salah menilai sikapmu, aku takut kecewa! Dan kau..... tidak pernah mengatakannya.......!"
"Jadi kau punya rasa yang sama denganku?"
Dia mengangguk.
*****
Aku nekat. Aku menciumnya, di bawah hujan. Kupikir dia marah. Setelah itu kami berpisah, dan aku tak pernah lagi mendengar kabarnya.
"Apakah kau marah ketika itu?"
"Aku malu. Aku bahagia. Aku bingung. Aku gemetar. Aku ingin meloncat, tapi aku juga ingin bisa segera menghilang dari hadapanmu!"
"Ya Tuhan! Betapa dasyatnya cinta yang Kauciptakan! Apakah itu cinta?"
"Entahlah. Mungkin juga nafsu!"
"Nafsu?"
"Ya! Bukankah kau bernafsu memburuku?"
"Demi cinta yang suci : Aku mencintaimu! Men...cintai....mu!!"
"Percuma kini kau katakan itu berulang-ulang..... Dulu kau tak pernah mengatakannya!"
*****
Awal dari cerita ini :
Suatu hari dia menelponku. Entah darimana dia dapatkan nomorku.
"Istrimu meninggal?"
"Siapa bilang?"
"Kau menuliskannya!"
"Puisi itu?"
"Ya! Puisi itu!"
"Itu tentang kau!"
"Aku? Aku masih hidup!"
"Kau hilang.... dan tidak pernah berkabar!"
"Jadi?"
"Buat sebuah pribadi yang pernah kucintai, dan akan terus kucintai! Itu kau!"
"Oh!"
"Bertahun-tahun aku menulis di atas air. Menuliskan namamu, menuliskan rindu yang memanggilimu berkali-kali!"
"Jadi itu bukan puisi tentang kematian?"
"Bukan! Tentang kehilangan! Aku kehilangan kau, kekasihku!"
"Sekarang kau berani menyebutku kekasih! Bukankah aku adikmu?"
Ya Tuhan.... sampai kapan kenangan ini menggodaku?
*****
Kututup buku harianku. Dia memang bukan jodohku. Dia terlalu cantik untukku. Anaknya tiga. Semoga bahagia. Aku cuma bisa berdoa.
bagus diksinya
aku suka cara penyampaian Pak Teemeski cerpen, puitisnya terasa ... bagus diksinya
In reply to bagus diksinya by manusia biru
PermalinkTerima kasih
Terima kasih ya... sudah mampir dan kasih semangat.
@pak tee : you can lose what you never had
Kalau umumnya ada istilah you can not lose what you never had.mungkin ada juga istilah you can lose what you never had.Kita bisa kehilangan apa yang tidak kita miliki.Bwi hi hi hi Saya juga punya tulisan fiksi yang alurnya setype gini, bitter sweet story. Mungkin suatu saat saya post disini.
In reply to @pak tee : you can lose what you never had by jesusfreaks
PermalinkBingung
Bingung. Sy punya kok. Namanya ilusi.