Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

WARISAN IMAN [2]

Purnawan Kristanto's picture

 

 Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa anak-anak yang dididik di dalam keluarga yang saleh, maka besar kemungkinan di masa dewasanya, dia juga menjadi orang yang takut pada Tuhan. Sebagai contoh, anak-anak yang dididik di kalangan keluarga Injili, 80 persen dari mereka tetap menghayati imannya. Sementara untuk anak-anak Protestan mencapai angka 60 persen dan untuk anak-anak Katolik sebesar 75 persen.

Yang menarik, didapat fakta bahwa orangtua yang terlalu keras dan otoriter terhadap anak-anak, maka besar kemungkinan anak-anaknya justru akan memberontak dan menolak iman yang diwariskan oleh orangtuanya. Uniknya, pada orang tua yang terlalu permisif dan memberikan kebebasan pada anak-anaknya, ternyata justru tidak membuat anak-anaknya tertarik dan bersedia menghayati iman orangtuanya.

Sebuah penelitian di Universitas North Carolina menunjukkan bahwa anak-anak yang dididik dalam keluarga yang saleh, ternyata kecil kemungkinannya terlibat di dalam penyalahgunaan obat dan alkohol Mereka juga tidak terlibat di dalam perbuatan kriminal dan tidak mudah menjadi stress. Hal ini sebenarnya sudah lama dikatakan oleh raja Salomo: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Amsal 22:6

Lalu bagaimana cara mendidik orang muda? Berikut ini ada beberapa tips yang bisa dilakukan oleh orangtua.

1. Memberikan Teladan atau Contoh
Anak-anak dan remaja masih mudah untuk dinasihati. Meski begitu, mereka juga melihat perilaku orangtuanya. Jika mereka melihat adanya perbedaan antara yang diucapkan, dengan yang dilakukan oleh orangtuanya, maka mereka akan menolak nasihat orangtuanya. [Itu sebabnya, konon banyak anak-anak pendeta yang jsutru menjadi bandel, karena mereka meliat perilaku orangtuanya yang hipokrit]. Sebaliknya, jika anak-anak dan remaja melihat teladan yang baik, yang ditunjukkan oleh orang tua, maka mereka akan terkesan dan meniru teladan tersebut.  Dalam hal ini rasul Yohanes mengatakan“ Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yohanes 3:18)

Robert Webber, adalah seorang profesor teologi. Sewaktu kecil, dia mengikutu orangtuanya melayani di Afrika Inland Mission, Suatu waktu, mereka berlibur ke sbuah tanah pertanian di Montgomery, Pennsylvania. Robert masih berusia 9 tahun. Dia menyukai blackberry. Suatu hari, dia mengambil sebuah ember dan memetik blacjberry di semak-semak dekat rumahnya. Tanpa disadari dia berjalan masuk dan memetik hasil kebun tetangga.

Tiba-tiba, tetangganya keluar sambil mengacungkan tinju. "Keluar dari ladangku!" teriaknya. "Dan jangan sampai aku menangkapmu di ladangku lagi!"

Ribert ketakutan dan berlari memberitahu ayahnya. Mr, Webber berkata, "Berikan seemebr blacbery itu kepadaku. Kita akan pergi ke rumah tetangga untuk berbicara dengan orang itu.

Sambil berjalan, Robert berpikir, "Rasakan! Ayahku akan melabrak tetangga itu!"

"Pak petani," kata ayah Ribert, "saya minta maaf atas perbuatan anak saya. Ini, saya ingin memberikan blackbery ini kepada Bapak."

Hati tetangga itu luluh. " Saya juga minta maaf karena telah membentak anak Anda," katanya, "saya tidan ingin blackbery itu. Saya malah tidak suka. Ambillah kembali ember ini. Dan anak ini boleh memerik sesukanya di ladang saya.

Dalam perjalanan pulang, ayahnya menoleh pada Robert, " Amsal 15:1 mengatakanJawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman. Ingat itu Robert." Peristiwa itu sangat berkesan dan selalu teringat di dalam hati Robert.

2. Mendiskusikan Persoalan Remaja/Anak

Anak-anak dan Remaja saat menghadapi persoalan yang berat daripada jaman orangtua. Mereka dihadapkan pada situasi yang bertentangan dengan nilai kristiani: pergaulan bebas, penyalahgunaan narkotika, seks pra-nikah, hedonisme, materialisme, invidividualisme. Cara terbaik untuk membekali anak-anak dan remaja adalah dengan mengajak mereka mendiskusikan topik-topik "panas" ini dengan remaja. Salah satu syarat terjadinya diskusi adalah dialog. Artinya antara anak dan orangtua terjadinya proses berbicara dan mendengarkan. Hal ini kadangkala sulit dilakukan oleh orangtua, karena orangtua cenderung untuk memberi nasihat. Dia tidak mau mendengarkan suara anaknya. Selain itu, para orangtua sering merasa sungkan untuk membicarakan hal-hal yang tabu. Contohnya, membicarakan tentang seks. Padahal anak-anak membutuhkan informasi dari sumber yang benar. Jika tidak, maka dia akan mencari informasi itu secara sembunyi-sembunyi, dari sumber informasi lain yang belum tentu benar. Misalnya dari buku dan VCD porno.

“ Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” (Kolose 2:8 TB)

 

3. Mengasihi Tanpa Syarat.

Banyak orangtua yang memberikah hadiah kepada anak-anaknya jika mereka melakukan hal terterntu. "Kalau mau dibelikan sepeda, maka kamu harus bisa juara kelas", "Kalau kamu mau les bahasa Inggris, maka Ibu akan memberikan sepatu baru"," Ayah akan mengajakmu jalan-jalan, asalkan kamu mencuci mobil kita."

Hadiah bersyarat ini tidak mencerminkan kasih Allah. Allah memberikan anugerah keselamatan tanpa syarat. Allah mengasihi kita, tanpa disertai syarat bahwa kita harus melakukan hal tertentu. Itu sebabnya, alangkah baiknya jika orangtua juga melakukan hal serupa. Misalnya, meskipun bukan hari ulangtahunnya, sisipkan sebuah kaset penyanyi favorit ke dalam tas anak Anda. Atau dengan diam-diam, masukkan sebatang coklat ke dalam kotak bekal makannya. Bisa juga, menyediakan hadiah kejutan baginya. Ketika ditanya anak, "mengapa diberi hadiah?"Jawab saja, "karena Ayah/Ibu mengasihimu." Hal ini akan mengingatkan anak pada ayat Efesus 2:8: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah"

4. Doronglah anak-anak untuk ikut persekutuan
Teman-teman sebaya memiliki kekuatan yang dahsyat dalam mempengaruhi kehidupa anak-anak dan remaja. Itu sebabnya, orangtua perlu memberi kesempatan dan mendorong anak-anak supaya aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan di gereja. Yang perlu diingat, kata "mendorong" itu berbeda dengan "memaksa". Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (Ibrani 10:25)

5. Bersaksi kepada Anak

Bukan sebuah kenyataan yang mengejutkan kalau ada banyak orangtua yang jarang bahkan tidak pernah membagikan pengalaman imannya kepada anak-anak. Misalnya bagaimana dia memutuskan untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat, atau menceritakan sebuah kesaksian pribadi. Padahal cerita seperti ini dapat menjadi sarana penginjilan yang efektif bagi anak. Itu sebabnya, jika ada orangtua yang merasakan kasih dan anugerah Tuhan dalam hidupnya, alangkah baiknya jika terlebih dulu dia menyampaikan kesaksian itu di keluarganya, sebelum di jemaat. Hal ini akan memberikan teladan bahwa Tuhan tetap berkarya dalam kehidupan keluarganya.

Samuel Wesley, ayah John Wesley, adalah seorang pendeta yang setia. Di antara jemaat yang dia gembalakan, ada seorang yang tidak menyukai dia. Tanggal 9 Februari 1709, tiba-tiba api melalap rumahnya di Epworth. Kemungkinan besar, api itu disulut oleh jemaat yang tidak suka padanya. Pada saat api masih menyala-nyala, John Wesley yang belum genap berusia enam tahun berdiri di lantai atas dengan kebingungan. Dua orang tetangganya menolong John. Seorang berdiri di atas bahu yang lain dan menarik John keluar melalui jendela. Pertolongan itu itu diberikan tepat waktu, karena beberapa saat kemudian atap rumah itu runtuh.

Samuel Wesley lalu mengumpulkan keluarga dan semua tetangganya. Dia berkata,“Mari kita berdoa. Mari kita mengucap syukur pada Tuhan. Dia telah menyelamatkan delapan anak kami. Biarlah rumah itu terbakar. Saya sudah cukup kaya dengan keluarga saya.”

Ketika bertumbuh dewasa dan mulai melayani, John Wesley sering menyebut dirinya sebagai "puntung yang telah ditarik dari api?" (Zakharia 3:2; Amos 4:11)

Dia juga sering mengingat kembali peristiwa 9 Februari itu dan mengucapkan syukur pada Tuhan karena anugerah-Nya. Samuel Wesley melayani selama 40 tahun di Epworth. Meskipun pelayanannya tidak begitu berhasil, tapi dia berhasil mendidik anaknya yang kemudian menjadi Penginjil ternama. Namanya John Wesley.

6. Mengampuni Kesalahan

Kita semua adalah orang berdosa dan pernah melakukan kesalahan. Demikian pula anak-anak. Itu sebabnya, orangtua harus mengajar anak-anak untuk meminta ampun atau meminta maaf jika melakukan kesalahan. Selanjutnya, orangtua perlu memberikan pengampunan dan tidak mengingat-ingat lagi kesalahan itu. Sama seperti Allah telah mengampuni kita. Nabi Mikha berkata: "BiarlahIa kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut." (Mikha 7:19). Sayangnya, orangtua kadang masih tidak konsekuen dalam melupakan kesalahan anak-anaknya. Jika sedang marah, mereka kadang mengungkit-ungkit kembali kesalahan-kesalahan itu. Yang tidak kalah pentingnya, juga meminta maaf jika orangtua bersalah kepada anak-anak. Hal ini lebih sulit dilakukan karena banyak orangtua yang merasa selalu benar di depan anak-anak.

7. Membiasakan Persekutuan Keluarga

Keluarga merupakan gereja kecil. Karena itu, alangkah indahnya kalau di dalam keluarga juga biasa diadakan pertemuan keluarga. Dalam acara ini, selain memuji Tuhan, membaca Alkitab bersama, para anggota keluarga juga saling mendoakan antar anggota keluarga. Dengan berdoa syafaat seperti ini, maka dalam keluarga tersebut tercipta kekeluargaan dan bisa saling mengerti pergumulan hidup masing-masing.

8. Menghargai Pendapat Anak

Meskipun orangtua memiliki pengetahuan yang lebih mendalam namun alangkah baiknya jika orangtua juga memberikan kesempatan pada anak-anak untuk memberikan pendapat tentang masalah kerohanian. Ajaklah anak-anak mendiskusikan isi khotbah pada ibadah hari Minggu.

9. Mendoakan Anak

Sebagai manusia, orangtua pun memiliki keterbatasan. Setelah berusaha sekuat tenaga mendidik anak supaya takut pada Tuhan, maka langkah selanjutnya adalah meminta penguatan dari Tuhan. Orangtua tidak bisa mengawasi anak setiap saat. Itu sebabnya, penting bagi orangtua untuk selalu mendoakan anak.

Berdoa itu membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Kadangkala, setelah lama sekali berdoa, Allah baru memberikan jawaban. Hal ini seperti yang dialami oleh Ibu Agustinus. Sejak kecil Agustinus dididik untuk takut pada Tuhan. Namun menjelang dewasa, Agustinus menjadi remaja berandalan. Tingkah lakunya bertolak belakang dari yang selama diajarkan ibunya. Namun Ibunya tidak putus asa. Selama bertahun-tahun dia mendoakan anaknya. Doanya tak sia-sia. Agustinus pun bertobat dan akhirnya menjadi salah satu tokoh gereja yang ternama.

Dalam Efesus 6:4 di atas, Paulus memberi perintah kepada Bapa-bapa. Apakah tanggung jawab mendidik ini hanya untuk Bapa-bapak saja? Tentu saja tidak. Dalam Alkitab kita dapat melihat contoh peran Ibu yang sangat besar dalam mendidik anak supaya takut pada Tuhan. Contohnya kehidupan Timotius. Timotius adalah anak dari seorang Ibu berbangsa Yahudi dan Bapak berbangsa Yunani (Kis. 16:1). Kehidupan Timotius ini sangat dipengaruhi oleh Neneknya yang bernama Lois dan Ibunya yang bernama Eunike. Kedua orang ini pastilah orang yang sangat istimewa. Alkitab jarang sekali menyebut nama orang dalam Alkitab, apalagi nama wanita. Kalau tidak sangat penting, tidak mungkin disebutkan. Akan tetapi dalam 2 Timotius 1:5, Paulus memberikan pujian kepada kedua orang ini"Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu" -

Ketika masih menjadi pengacara, saat menjadi anggota Kongres, manakala menjabat gubernur di Ohio dan bahkan waktu menjadi presiden Amerika Serikat, William McKinley tetap menjalin hubungan yang dekat dengan ibunya. Jika tidak sempat mengunjungi, maka dia akan menulis surat kepada ibunya.

Ketika ibunya sakit parah, presiden William McKinley menyiapkan kereta khusus yang selalu siap mengantarkan orang nomor satu itu ke rumah ibunya. Ibunya meninggal pada 12 Desember 1897, di pangkuan anak laki-lakinya.

Iman yang ditunjukkan ibunya begitu mempengaruhi karakter sang Presiden. Empat tahun kemudian, ketika di ditembak di Buffalo, New York, McKinley tidak mendendam pelakunya. "Biarlah kehendak Tuhan yang jadi," katanya. Sebelum meninggal dia ingin mendengar lagu “Nearer, My God, to Thee (Makin Dekat Tuhan),” yang pernah diajarkan ibunya kepadanya.

Demikianlah, orangtua berperan sangat menentukan di dalam keluarga: Apakah akan beribadah dan takut pada Tuhan, atau tidak. Menyadari hal itu, Yosua memilih dengan tegas: "Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15)

 

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways