Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Tukang Bakso di Pasar Klewer yang Masih Keturunan Raja-raja Mataram

Bayu Probo's picture

JIKA BEBERAPA PENULIS MERIBUTKAN SILSILAH YESUS DALAM MATIUS YANG  tidak masuk akal, saya malah bertanya-tanya mengapa para bapa gereja menempatkan Matius sebagai kitab pertama dalam empat Injil kanonik. Sebab, sekarang sebagian besar pakar Perjanjian Baru sepakat Kitab Markuslah yang dianggap sebagai tulisan terawal di antara empat Injil tersebut.

 

 

Pertanyaan yang muncul adalah apakah para bapa gereja itu tidak tahu bahwa Markus menjadi dasar penulisan tiga Injil yang lain? Apakah mereka juga tidak tahu kalau di balik tulisan Markus (yang konon menjadi cameo pada waktu adegan Yesus ditangkap prajurit penjaga Bait Allah—lihat Markus 14:51) ada nama Petrus, satu di antara tiga murid terdekat Yesus? Atau, apakah karena begitu singkatnya  Kitab Markus sehingga Matius yang lebih sistematis dan lebih lengkap ceritanya akhirnya diletakkan sebagai Injil pertama? Entahlah, kemungkinan besar pertanyaan terakhir ini—berdasar pendapat para pakar sejarah gereja—punya jawaban ‘ya’.

 

Beberapa waktu lalu, pertanyaan-pertanyaan ini sedikit terkuak jawabannya di benak saya. Walaupun banyak pakar yang menyangkal Rasul Matius, si pemungut cukai murid Tuhan Yesus,  yang menulis kitab yang mengawali Perjanjian Baru ini, tetapi jika Anda memerhatikan betapa rapi si penulis menyusun setiap tulisannya, bak lembaran-lembaran laporan pajak, seakan-akan memberi petunjuk kuat siapa yang ada di balik Kitab ini.

 

Matius mengawali tulisannya dengan silsilah yang dimulai dari nenek moyang orang Ibrani, Abraham, Ishak, dan Yakub. Matius juga menempatkan raja terbesar Israel: Daud. Dan, ia juga menempatkan Zerubabel, pemimpin yang paling legitimate setelah 70 tahun pembuangan Israel di Babilonia. Namun, di sisi lain Matius juga menempatkan wanita-wanita dalam silsilah yang disusunnya: sesuatu yang sama sekali tidak lazim. Dan, anehnya ia menempatkan wanita-wanita yang dianggap masyarakat Yahudi waktu itu ”kurang baik perangainya”. Tamar yang dikawini mertuanya, Rahab yang perempuan sundal, janda dari Moab: Rut, dan Batsyeba: selingkuhan Daud. Sejauh yang saya tahu, saya belum pernah melihat silsilah yang mengungkapkan borok tokoh yang dijunjungnya. Jika Anda berbelanja ke Mirota Batik, di situ tersedia gratis lembaran silsilah raja-raja Yogyakarta. Hampir tidak ada borok di sana. Jadi, Matius pasti memiliki maksud tertentu.

 

Pembagian-pembagian 14 nama—pasti dengan mengorbankan sejumlah nama tidak diikutsertakan dalam silsilah itu, yang menyebabkan beberapa orang ngotot silsilah Yesus salah—memang mengandung makna khusus sebab 14=2x7. Angka tujuh, sebuah angka sempurna di mata orang Yahudi, pada waktu itu memang disengaja Matius mengingat ia memang menujukan Injil ini kepada orang-orang Yahudi.

 

Benar, Matius memang menujukan Kitab ini untuk orang-orang Yahudi yang sedang menunggu-nunggu Mesias, raja keturunan Daud yang hendak membebaskan mereka dari cengkeraman Romawi dan membawa umat Israel kepada kejayaan Daud. Namun, Matius menawarkan Mesias yang lebih dari itu, Mesias yang membebaskan mereka dari dosa, itu yang ia jelaskan pada barisan tulisan-tulisannya selanjutnya.

 

Dan, Matius memang dengan sungguh-sungguh menjelaskan bahwa Yesus adalah Mesias: Raja. Dia sah karena berasal dari keturunan raja-raja. Memang di sepanjang tulisannya, Matius menekankan pribadi Yesus sebagai raja. Ia hati-hati memilih kisah, perumpamaan, mukjizat, dan pengajaran Yesus dan keterangan-keterangan yang ia berikan memang memberi petunjuk kuat bahwa Yesus adalah raja sah orang Israel. Itu wajar saja, sebab bagaimanapun waktu itu dinasti Daud memang sudah runtuh tinggal puing-puing saja. Dan, keluarga Yesus adalah keluarga sederhana dengan pekerjaan sederhana: tukang kayu (walau ada yang mengasumsikan tukang kayu dimasukkan dalam kasta kelas menengah waktu itu). Jika saya mengandaikan seperti tahun 2009 di Indonesia, Yesus seperti tukang bakso di Pasar Klewer yang masih keturunan raja-raja Mataram yang sudah runtuh. Jika si tukang bakso mengaku-ngaku berhak atas takhta kerajaan di Jawa, apa yang ada di benak Anda? Ya, kira-kira begitulah yang ada di benak orang Yahudi pada waktu itu. Keberadaan silsilah itu akan memperkuat legitimasi Yesus.

 

Memang, silsilah, bagi orang Yahudi sangat penting (jika Anda orang Batak, pasti tahu itu—jodoh pun tergantung silsilah Anda bukan?) dan sangat berpengaruh pada  soal-soal penghidupannya. Walau begitu pasti ada anomalinya. Misalnya, Matius yang orang Lewi, seharusnya ia bekerja sebagai imam—ulama, tetapi sewaktu ditemukan Yesus, ia malah bekerja di departemen perpajakan direktorat bea dan cukai (sebuah jabatan elit di Indonesia, tetapi karier yang dihujat di Palestina waktu itu). Yesus sendiri, keturunan ksatria, terpaksa menjalani hidup menjadi kaum waisya. Semua itu karena angin politik yang sedang tidak berpihak kepada mereka dan banyak orang di kawasan itu. Silsilah itu membangkitkan kembali harapan orang-orang Yahudi yang menjadi pembaca Kitab Matius. Namun, silsilah yang sah tidak berarti jika tanpa hal-hal legitimate lainnya, oleh karena itu Kitab Matius tidak berhenti hanya di Pasal 1 ayat 17, masih ada 27 pasal selanjutnya he he he.