Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Refleksi Paskah: 'Secarik Tissue Berbercak Merah' (1)

John Adisubrata's picture

Oleh: John Adisubrata

PEMBERONTAK YANG MUNAFIK 

“Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.” (Kisah Para Rasul 2:23)

Membaca dan menjelajahi keempat Injil Tuhan Yesus Kristus dengan seksama di atas meja ruang belajar rumah, sering kali menyebabkan saya secara refleks meraih sebuah kotak kecil yang terletak di atasnya, tepatnya di ujung sebelah kiri meja, untuk berkali-kali mencabut secarik ‘tissue’ putih dari dalamnya.

Ketika membaca beberapa kisah di dalam Injil-Injil tersebut, saya menyadari secara tidak langsung keselarasan tindakan-tindakan mereka yang tercantum di sana sebagai orang-orang yang hidup di sekitar Tuhan Yesus, dengan perbuatan-perbuatan saya sendiri selama ini. Isi firman Allah tampak begitu relevan dengan perjalanan hidup yang saya lalui.

Menyadari segala tindakan yang telah, sedang dan akan saya lakukan, bagaimana saya bisa menyangkal kenyataan, bahwa saya tidak membutuhkan tissues lembut tersebut?

Karena nubuatan nabi Yesaya yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu, ternyata masih tetap digenapi sampai sekarang: “Tetapi dia ditikam oleh karena PEMBERONTAKAN kita, dia diremukkan oleh karena KEJAHATAN kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yesaya 53:5) 

Pertama-tama, ketika saya memperhatikan gaya hidup wanita Samaria yang bertemu dengan Tuhan Yesus di sumur Yakub, saya bisa menghayati kehampaan hidup yang dilalui olehnya. Bagaikan dia yang pada waktu itu sedang hidup di dalam dosa perzinahan, saya juga pernah mengembara dari satu hubungan ‘asmara’ ke hubungan-hubungan yang lain, hanya untuk mengejar ‘kepuasan’ tanpa pernah berhasil menemukan makna dan tujuan yang sebenarnya. (Yohanes 4:1-42)

Begitu pula para pendengar setia yang mengikuti Tuhan Yesus ke manapun Ia pergi. Seperti mereka, saya juga pernah duduk di dekat kaki-Nya untuk mendengarkan firman yang diucapkan oleh-Nya. (Lukas 8:4-15) Firman yang tidak pernah saya cernakan di dalam hati, karena hanya masuk melalui telinga kiri, lalu menerobos keluar lagi lewat telinga yang sebelah kanan!

Membaca kisah mengenai wanita yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun, saya menjadi teringat akan semua penderitaan yang harus saya lalui seorang diri dirantauan, ketika sedang ditimpa musibah penyakit yang cukup parah. Karena pada waktu itu, tiba-tiba saja saya menjadi sadar akan keberadaan-Nya lagi! Bagaikan tindakan wanita yang tidak pernah mau menyerah, dengan iman yang menyala-nyala saya juga berusaha meraih dan menjamah jumbai jubah Tuhan Yesus untuk menerima kesembuhan-Nya. (Lukas 8:43-48)

Tetapi yang sangat menyedihkan, kerap kali sikap saya tidak berbeda jauh dengan kesembilan orang yang menderita penyakit kusta yang menganggap, bahwa mereka tidak perlu pergi menemui-Nya lagi untuk mengucapkan terima kasih atas kesembuhan yang sudah mereka dapatkan. (Lukas 17:11-19)

Seperti orang-orang tersebut, saya merasa, bahwa kesembuhan yang dikaruniakan oleh-Nya adalah sesuatu hal yang amat lumrah. Bukankah sedari dahulu ‘privilege’ seperti itu sudah menjadi hak semua orang, ... apalagi saya?

Bahkan tidak jarang, bagaikan para imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi, yang selalu mencurigai kemutlakan kuasa Tuhan Yesus Kristus atas segala sakit-penyakit yang ada di dunia (Matius 21:23-27), dengan sinis sekali saya juga meragukan kesaksian orang-orang yang berani mengatakan di depan umum, bahwa mereka baru saja menerima kesembuhan-kesembuhan supranatural dari-Nya. Entah yang dikaruniakan kepada mereka melalui doa-doa orang percaya dari gereja lokal mereka, ataupun melalui acara-acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) yang diadakan oleh hamba-hamba Tuhan yang khusus diurapi oleh-Nya untuk melayani di bidang tersebut.

Di dalam kasus wanita yang tertangkap basah sedang berzinah di siang hari bolong, saya adalah salah seorang di dalam gerombolan lelaki yang mempunyai hasrat paling besar untuk segera merajam dia menggunakan batu yang ada di dalam genggaman tangan saya. Bagaimana tidak, bukankah ia sudah berani melanggar dan mengkhianati hukum Taurat?

Kendatipun jelas sekali, bahwa pasti ada dua insan yang terlibat di dalam dosa perzinahan itu, saya merasa layak sekali untuk menghakimi wanita tersebut seorang saja, bahkan membunuhnya! Dibutakan oleh kegeraman hati saya sendiri, saya menjadi lupa, bahwa sikap hidup dan tingkah laku saya tidak berbeda sama sekali dengan perbuatan laki-laki mesum yang sudah ikut mengambil bagian yang setara di dalam dosa perzinahan tersebut! (Yohanes 8:2-11)

Jangankan menghakimi, … mengutuki orang-orang yang sudah menjengkelkan hati, oleh karena mereka selalu menghalangi, bahkan menentang ‘kehendak’ saya pun, sering menggoda benak pikiran saya. Tidak jarang saya menggerutu dengan hati gemas, ‘menganjurkan’ kepada Tuhan untuk segera membantu melaksanakan hasrat keinginan saya, yaitu memberi hukuman yang ‘setimpal’ kepada mereka. Seperti kutukan yang dianjurkan kepada Tuhan Yesus oleh kedua murid-Nya, rasul Yohanes dan rasul Yakobus, untuk memusnahkan seluruh penduduk desa di Samaria yang sudah menolak kedatangan mereka: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Lukas 9:54b)

Di dalam hal mengampuni kesalahan orang-orang lain, kiasan yang diceriterakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya di Matius 18:21-35 telah jitu mengenai sasarannya di dalam hati saya! Bagaikan tindakan hamba yang jahat, yang meskipun baru saja dibebaskan oleh rajanya dari seluruh hutangnya yang berjumlah sangat banyak, seperti dia, sering kali saya melupakan belas kasihan tersebut, di mana saya masih berani menuntut orang-orang lain untuk segera membayar kembali hutang mereka kepada saya. Kendatipun sebenarnya dibandingkan dengan karunia pembebasan hutang saya, jumlah yang mereka pinjam tidak mempunyai arti sama sekali!

Sampai sekarang peringatan Tuhan Yesus kepada semua orang yang tidak bersedia mengampuni kesalahan sesamanya di akhir kisah yang amat mengerikan tersebut, tetap menimbulkan rasa gentar di dalam hati saya!

Menyamakan diri dengan seorang rasul seperti Petrus, tampak agak kurang pantas. Tetapi kenyataannya, kami memang memiliki beberapa karakter-karakter yang serupa! Salah satu di antaranya adalah, cepat sekali berkata-kata … tanpa memperhitungkan kemampuan untuk melaksanakannya, atau … tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi sebagai akibatnya.

Beberapa kali saya mempunyai hasrat seperti dia, yaitu mengikrarkan iman saya kepada-Nya: “Aku tidak akan pernah menyangkal Engkau, Tuhan!” (Matius 26:30-35), … di depan umum, dan tanpa merasa malu! Tetapi justru pada saat-saat yang paling kritis, di mana hasrat tersebut bisa saya buktikan, seperti yang sudah dilakukan oleh rasul Petrus, saya juga menyangkal Dia. Dan yang amat menyedihkan, … perbuatan itu tidak saya ulangi hanya tiga kali saja!

Kerap kali kelakuan saya juga tidak berbeda jauh dengan Nikodemus, orang Farisi yang hanya berani menemui Tuhan Yesus secara sembunyi-sembunyi, ... di tengah malam buta. Seperti dia, saya merasa takut dipergoki oleh teman-teman sedang duduk bercakap-cakap dengan Dia, karena saya merasa enggan sekali akan kecaman orang-orang Farisi lainnya! (Yohanes 3:1-21)

Yang paling tragis, ... saya juga pernah bertindak seperti salah seorang dari murid-murid yang dibasuh kakinya pada malam perjamuan terakhir, makan dan minum semeja dengan Dia, tetapi kemudian pergi ‘menjual’ Dia. (Yohanes 13:1-30)

Ya, saya bisa melihat ciri-ciri tabiat Yudas di dalam sikap hidup saya sendiri! Karena jauh sebelum saya ‘ditangkap’ kembali oleh kasih karunia-Nya, saya memutuskan untuk membelakangi, bahkan meninggalkan Tuhan, demi kepuasan-kepuasan semu yang telah lama memikat dan menggoda diri saya, yang ditawarkan kepada kaum muda-mudi oleh dunia bebas di sekeliling saya.

Tanpa saya sadari sendiri, kembali tangan saya meraih kotak kecil yang terletak di ujung sebelah kiri meja, untuk mencabut secarik tissue putih yang amat lembut dari dalamnya.

“Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.” (Matius 12:14) 

(Bersambung) 

REFLEKSI PASKAH: ‘SECARIK TISSUE BERBERCAK MERAH’ (2) 

SALIBKAN DIA!”

Dewi Tanoyo's picture

Injil sungguh relevan

artikel bpk ini sangat menyentuh hati saya. benar-benar relevan dengan kehidupan setiap orang. saya sangat terkena, sbb saya bisa melihat persamaan artikel ini dgn hidup saya setiap hari. tuhan sangat luarbiasa, walaupun saya berdosa spt ini, ia masih mau mengampuni dan menerima saya. trimakasih pak john, gbu.
John Adisubrata's picture

Relevan Selalu

Dear Mbak Dewi,

Seperti Anda saya juga selalu merasakan keajaiban Injil dan keseluruhan isi Alkitab di dalam kehidupan saya. Setiap kali saya membacanya, selalu timbul hal-hal yang baru dan relevan pada saat itu juga yang bisa memperbaharui pengertian firman Tuhan bagi diri saya. Itulah keajaiban kasih karunia Tuhan!

Terima kasih atas perhatian Anda untuk mengadakan waktu menulis komentar di atas. God bless you too.

Syalom,

John Adisubrata

epin's picture

so touching

it's really touching straight to my heart btw.. really... i used to make Him cry...more & more... till i felt that I'm nothing.. wad we have done is nothing... & till now , the things that made me stand up is only by His grace&mercy,,... i find i can't forgive someone that already disappointed me much.. i just felt i can;t .. but accidentally Jesus said to me.. "My love bigger than u can imagine... & I have said, love others like u love urself..but...more than that... just love others LIKE I LOVE U... not just like u love urself...but LIKE I LOVE U" God's love never disappoint me.. nor us "manusia mengecewakan...tapi tidak dengan Tuhan : ) " Hope we can learn more n more n more... :D
__________________

hehmmmM.. :D