Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

"Papa, kembalikan tanganku..." (True Story) (ayubw)

 "Papa, kembalikan tanganku..." (True Story)
Dipublikasi Artikel blog by ayubw

TRUE STORY

Patut menjadi renungan…Buat semua yang telah menjadi
orang tua dan atau calon orang tua…. Ingatlah…. semarah
apapun, janganlah kita bertindak berlebihan.. . Sebagai orang tua,
kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada anak2
yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa2. Ini ada kisah
nyata yg berjudul "Ayah, kembalikan tangan Dita……..
."Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah tangga sewaktu bekerja.
Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah
tahun. Sendirian  ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya
karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di
atas buaian yang  dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain
di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan
ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena
lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya
lagi pada mobil baru ayahnya.  Ya… karena mobil itu berwarna
gelap, maka coretannya tampak jelas.  Apalagi anak-anak ini pun
membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu ayah dan  ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin
menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan
maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan
ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya
mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si
pembantu rumah tangga. Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami
istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran
angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke
rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" ….
Pembantu rumah tangga yang tersentak dengan jeritan itu berlari
keluar.

Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat
wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya,
dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan." "Kamu  dirumah
sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari
kamarnya. Dengan penuh manja dia  berkata "Dita yg membuat gambar itu
ayahhh… cantik  …kan!" katanya sambil memeluk ayahnya
sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran
mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus
dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak
mengerti apaapa menangis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas
memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.

Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja,seolah merestui dan merasa puas
dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs
berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan
kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah
diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu,
membawa nya ke kamar. Dia terperanjat melihat  telapak tangan dan
belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah
tangga memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia
ikut  menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat
luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah tangga menidurkan
anak kecil itu.

Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah
mengadu ke majikannya."Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak. Pulang
dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan
waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada
anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya
sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada
pembantu rumah.  "Dita demam, Bu"…jawab pembantunya ringkas.
"Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar
tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam
pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu
badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul  5.00
sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah
lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah
sakit karena keadaannya sudah serius. Setelah beberapa hari di rawat
inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.

"Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua
tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu  parah. "Ini
sudah bernanah,demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus
dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak  dan ibu
bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia
berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.  Si ibu meraung
merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya,
si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan
pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang
disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan
melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan
ibunya.

Kemudian kewajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka
semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam
linangan air mata.  "Ayah..   ibu… Dita tidak akan melakukannya
lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul.  Dita tak mau jahat
lagi… Dita sayang ayah.. sayang ibu.", katanya berulang  kali
membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita  juga sayang Mbok
Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat
wanita itu meraung histeris.

"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji
 tdk akan mengulanginya lagi!    Bagaimana caranya Dita mau makan
nanti?…  Bagaimana Dita mau bermain nanti?…  Dita janji
tdk akan mencoret2 mobil lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa
copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2  dia sekuat
hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya.
Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan
hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa
tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf..