Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Potensi Diri dan Kepemimpinan (1)

Ulah's picture

Intisari
Potensi diri setiap orang berbeda dan unik.  Keunikan ini perlu dijalin secara “apik” sehingga menjadi mata rantai yang tidak terputus.  Antara potensi yang satu dengan yang lain saling melengkapi.  Hal ini terjadi dalam kerangka rencana yang lebih besar yang telah Tuhan rencanakan bagi kehidupan orang percaya.  Terlebih lagi orang percaya sangat berharga di mata Allah.

Pendahuluan
Potensi secara harafiah dapat diartikan sebagai kemampuan atau kekuatan atau kesanggupan atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.  Potensi ini dapat dimiliki oleh siapapun, baik secara individu maupun kelompok.  Pada tingkatan individu, istilah yang sering digunakan dalam potensi diri, sedangkan pada tingkatan kelompok dapat diartikan sebagai potensi kelompok atau massa.
Dengan demikian potensi diri dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang belum digunakan atau dimanfaatkan secara optimal.  Pemanfaatan yang belum optimal ini masih memungkinkan adanya pengembangan diri.  Sehingga tidak ada batasan secara pasti. 
Keberhasilan hidup pada umumnya dimulai dengan mengenal potensi diri yang dimilikinya.

Potensi Diri dan Lingkungan
Potensi diri yang ada pada manusia, dipengaruhi oleh berbagai faktor.  Lingkungan abiotik, biotik, dan sosial turut membentuk dan memungkinkan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya.  Ketiga lingkungan tersebut saling terkait satu dengan yang lain sehingga sulit untuk dipisahkan.  Keterkaitan ini sebagai mata rantai yang sulit untuk diputuskan karena saling mempengaruhi.
Salah satu contoh yang nyata untuk lingkungan abiotik adalah perkembangan teknologi.  Dulu seseorang hanya bisa menggunakan alat transportasi yang menggunakan hewan sebagai “lokomotif”nya.  Tetapi perkembangan teknologi menunjukkan bahwa manusia mampu menggunakan potensi yang dimilikinya sehingga tercipta sebuah alat transportasi yang tidak menggunakan hewan. 
Selain itu, perkembangan teknologi memungkinkan manusia mengembangkan potensi dirinya dengan berbagai aktivitas yang produktif.  Jika dulu jarak tempuh antara Surabaya dan Jakarta memerlukan waktu yang cukup lama, berhari-hari bahkan beberapa bulan untuk menempuhnya.  Sehingga kemungkinan pengembangan diri yang dilakukan seringkali di batasi secara geografis.  Dengan adanya kemajuan teknologi sangat memungkinkan pengembangan potensi diri tanpa ada batasan geografis.  Dengan demikian, potensi tersebut masih dapat berkembang seturut dengan kemajuan teknologi.
Berkaitan dengan lingkungan biotik, dalam hal ini dibatasi pada human environment, sangat memungkinkan munculnya tantangan baru.  Tantangan tersebut dapat memacu seseorang untuk menggali dan mengembangkan potensi diri yang dimilikinya.  Dengan melihat orang lain sebagai “cermin” diri sering memicu dan memacu seseorang untuk mengikuti jejak-jejak keberhasilan orang lain.  Tetapi dalam kondisi tertentu, bisa berdampak yang sebaliknya.  Keberhasilan orang lain justru mematahkan semangat penggalian potensi diri seseorang.  Umumnya kondisi ini tercipta ketika ada persaingan yang tidak baik.
Sebaliknya, kegagalan seseorang juga sering menjadi hambatan dalam pengembangan potensi diri.  Hal ini terjadi ketika lingkungan sekitar tidak memberikan respon yang baik.  Berbagai keinginan untuk mengatualisasikan potensi diri menjadi terhambat.  Misalnya, komisi pemuda yang dinamis dengan berbagai ide barunya tidak mendapat respon yang baik dari kalangan penatua atau majelis.  Maka terjadi penghambatan penggalian “potensi diri” khususnya pada potensi kelompok.  Jika kondisi ini berjalan cukup lama, “dari generasi ke generasi”, maka potensi yang ada tidak teraktualisasikan.
Lingkungan ketiga yang berkaitan dengan kehidupan manusia adalah lingkungan sosial.  Pada lingkungan sosial ini manusia berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga potensi yang dimiliki dapat dikembangkan atau tidak.  Batasan-batasan norma dapat menyebabkan seseorang tidak mampu menggali potensi diri yang dimilikinya.  Perkembangan budaya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara norma dengan pengembangan potensi diri. 
Perkembangan ilmu pengetahuan, menunjukkan pengaruh budaya terhadap pengembangan diri seseorang.  Pada masanya, teori heliosentris dan sebagainya yang pernah dikemukakan oleh Copernicus maupun Galileo-Galilei dianggap sebagai penghujatan pada waktunya.  Budaya pada waktu itu sangat tidak memungkinkan adanya pencetusan gagasan atau teori tersebut.
Pengembangan potensi diri sangat memang dipengaruhi oleh berbagai lingkungan sekitar yang ada.  Tetapi potensi diri tersebut sangat unik setiap individu atau kelompok yang ada.  Tidak dapat dilakukan generalisasi antar generasi.

(Bersambung di http://www.sabdaspace.org/potensi_diri_dan_kepemimpinan_2)