Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
PENCOBAAN MENDATANGKAN KEBAIKAN
“Bergembiralah akan hal itu, sebab sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan” (1Ptr. 1:6)
Bayangkanlah apabila di dunia ini tidak ada peperangan, penderitaan dan dunia hanya terpenuhi kedamaiaan….imagine….seperti halnya lirik lagu yang begitu popular yang dinyanyikan oleh Jhon Lennon, pentolan grup band The Beatles. Dimana ia membayangkan sebuah dunia yang damai yang terjauhi dari penderitaan. Tetapi coba bayangkan pula oleh kita, apabila kita tidak pernah mengalami penderitaan atau rasa sakit, bagaimana rasanya?.
Tentu semasa kecil, orang tua kita pernah melarang kita semisal untuk tidak bermain-main dengan sebuah korek api. Saat itu kita tidak mengetahui mengapa orangtua kita melarang hal itu, namun manakala kita “nekad” bermain korek api dan kita merasakan sakitnya tangan kita setelah terbakar barulah kita menyadari bahwa “penderitaan” itu mendatangkan perbaikan pada sikap dan perilaku kita.
Tetapi rasanya hingga saat ini “pikiran” kita selalu bertanya-tanya mengapa ada penderitaan. Untuk apa Tuhan yang baik menciptakan penderitaan, sakit dan pada akhirnya menimbulkan rasa kekecewaan pada diri kita apabila semua itu tak juga berlalu dalam kehidupan kita.
Saat kita terjatuh dalam lembah kekelaman hal pertama yang mungkin timbul dalam hati adalah mengapa Tuhan, mengapa aku harus mengalami hal ini. Namun, haruskah kita semakin terpuruk karena pencobaan-pencobaan ini? Saat kita tinggal berdiam diri dan hanya mengeluhkan persoalan tersebut akankah waktu pun berhenti mengikuti kita yang hanya “duduk” berdiam diri? Tentunya tidak demikian, waktu tetap berjalan sebagaimana telah Tuhan perintahkan. Cobalah kita lihat pada sebuah jam dinding bagaimana ia bekerja tanpa lelah, jarum-jarum jam itu terus berputar “mengelilingi” putaran waktu. Apakah mereka mengeluh? Ataukah mereka berhenti berputar? Mereka akan berhenti berputar manakala baterainya telah habis. Begitu pula dengan kita, masalah akan selalu datang dan menghampiri di sepanjang kehidupan kita dan masalah itu akan berhenti manakala “baterai” kita pun telah habis.
Jangan larut dalam suatu masalah, singkirkan pikiran-pikran yang mendatangkan diri kita menjadi lemah dalam menghadapi suatu pencobaan. Hidup yang kita jalani tidaklah seluas papan catur. Jadi jangan pernah membatasi alam pikiran kita dengan bidang yang sempit, tetapi tengoklah bagaimana luasnya sebuah samudera. Dan lihatlah bagaimana samudera memberikan contoh dalam menjalani kehidupan ini, ia tidak pernah membatasi dirinya, padahal setiap hari samudera menerima “air” dari sungai-sungai yang mengaliri bumi. Tetapi air laut itu tidak pernah meluap walaupun dipenuhi oleh bermacam-macam air sungai.
Bersyukurlah kita kepada Tuhan yang telah memberikan kita sebidang tanah yaitu pikiran kita. Kita dapat memilih hendak menanam gandum atau mangga di tanah itu. Jika kita menanam gandum, kita akan menuai biji gandum dalam tiga bulan. Jika di tanah itu kita menanam pohon mangga dan merawatnya, setelah lima tahun kita akan mendapatkan hasilnya bahkan hingga ratusan tahun berikutnya. Pikiran ibarat sebidang tanah yang harus kita rawat dan pelihara. Kita harus menyingkirkan gulma dan hama yang akan merusak kesuburannya. Begitupula dengan diri kita, dimana kita harus memiliki sikap yang positif dalam menghadapi pelbagai pencobaan.
Nikmatilah masa-masa pencobaan yang hadir dalam kehidupan kita, mintalah kepada Tuhan untuk menggenggam tangan kita karena genggaman-Nya sangat kuat. Janganlah kita yang menggenggam karena tangan kita lemah dan terbatas daya dan kekuatannya.
Kisah berikut mungkin akan membantu kita untuk menemukan hikmah di balik berbagai macam pencobaan yang hadir dalam kehidupan kita.
Sepasang kakek dan nenek pergi berbelanja di sebuah toko souvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju pada sebuah cangkir yang cantik. “Lihatlah cangkir itu” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat” ujar si kakek.
Saat mereka hendak mendekati cangkir tersebut, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara kepada mereka. “Terimakasih atas perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik . Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari datang seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke dalam sebuah roda.
Kemudian ia memutar-mutar aku hingga aku merasakan pusing yang tiada tara. Stop! Stop! Stop! Aku berteriak berulang-ulang, memohon kepadanya untuk menghentikan perlakuannya. Tetapi orang tersebut tidak menghentikan semua aksinya dan berkata ‘Belum!’ lalu ia menyodok dan meninju aku bertubi-tubi. Stop! Stop! Stop! Aku pun berteriak kembali, akan tetapi tetap saja orang tersebut meninju aku tanpa pernah merasa puas. Tanpa menghiraukan semua teriakan aku, orang tersebut malah melemparkan aku ke dalam perapian. Panas! Panas! Teriak aku dengan keras dan aku memintanya untuk segera menghentikan perbuatannya. Aku meronta saking tak tahan akan penderitaan ini, aku kembali berteriak, Stop! Stop! Stop! Namun semua sepertinya tak membuatnya merasa puas, lalu ia kembali berkata ‘Belum!’.
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian dan membiarkan aku menjadi dingin, pikir aku selesai sudah penderitaanku. Oh ternyata belum, wanita itu berkata ‘Belum!’ , lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia kemudian memasukkan aku kembali ke dalam perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong! Hentikan penyiksaan ini! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak perduli akan teriakanku. Ia terus membakar aku. Setelah puas menyiksaku, lalu aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat sebuah kaca. Aku melihat diriku. Betapa terkejutnya aku. Aku hampir tidak percaya karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik rupanya, aku kah itu? Sungguh ajaib apa yang telah terjadi pada diriku, semua kesakitan dan pendertiaan yang telah aku alami, menjadi sirna manakala aku melihat keadaan diriku sekarang ini.”
Seperti itulah Tuhan membentuk karakter diri kita untuk menjadi segambar dan serupa dengan-Nya. Pada saat Tuhan membentuk kita tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan linangan airmata. Tetapi itulah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi “cantik” dan memancarkan kemuliaan-Nya.
Anggaplah suatu kebahagiaan apabila kita jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab kita tahu bahwa ujian terhadap kita akan mendatangkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu menghasilkan buah yang matang supaya kita menjadi sempurna dan utuh serta tak kekurangan suatu apapun.
Apabila kita sedang menghadapi ujian hidup, jangan berkecil hati, karena Dia sedang membentuk diri kita. Bentukan-bentukan ini memang sangat menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, kita akan melihat betapa “cantiknya” Tuhan membentuk kita.
Thank and GBU
- arharahadian's blog
- Login to post comments
- 4800 reads