Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Nilai Sebuah Kepahlawanan

Ulah's picture

Ketika saya berwisata ke kraton Jogyakarta, terdapat silsilah kraton. Dari rangkaian silsilah tersebut ternyata tidak ada satu nama yang mengidentifikasi Pangeran Diponegoro, sang Pahlawan Nasional asal Jogyakarta. Saya mencoba bertanya mengapa hal ini terjadi? Bagi masyarakat kraton Sang Pangeran tersebut bukan seorang pahlawan, tetapi seorang pengkhianat. Saya sempat terhenyak dengan jawaban sang pengantar.

Sebuah pertanyaan tentang arti sebuah kepahlawanan menjadi berkecamuk dalam batin saya. Saya kembali terhenyak ketika ada yang menggugat kepahlawanan Tuanku Imam Bonjol (lihat: http://mfahmia2705.blogspot.com/2007/09/tuanku-imam-bonjol-sebenarnya-bukan.html ) Ternyata, tidak ada seorang pahlawan yang sejati. Kepahlawanan hanyalah sebuah persepsi sesaat. Bagaimana dengan orang yang diberi gelar Bapak Pembangunan, tetapi kemudian dihujat tanpa batas.

Pahlawan di satu sisi dan di satu pihak akan dianggap sebagai hal biasa bahkan musuh dipihak lain. Ketika Hittler disanjung sebagai pahlawan bagi bangsa Jerman, kemudian menjadi penjahat bagi bangsa lain. Nilai sebuah kepahlawanan hanya dibatasi oleh ruang dan waktu.

andreas awan sukmo's picture

Raden Mas Ontowiryo

Maaf.

Saya lahir dari dusun. tepatnya masuk sebuah kecamatan paling ujung di barat daya.Prov D.I.Yogya berbatasan dengan Prov. JaTeng.

Pangeran Diponegoro melakukan strategy guerilla/Prang Grilya. Post2 belio yang terkenal selain di Goa Slarong di Bantul dan Bagelen di Jateng Kidul (dimana Kolonel Clareens mewakili Governemen menemui belio di Remo Kamal, Bagelen untuk berunding kesekian kalinya @ Magelang 1830) adalah suatu kota pedesaan kecil (so nearby my home) yang hinnga kini ramai transitan yaitu Dekso (apa istimewa tempat di pelosok yogya kemringet itu? Nanti saya kasih tau).

1785, Pangeran Diponegoro adalah putra HB-III tertua (dari R.Ay. Mangkorowati, sorang selir, putri bupati Pacitan). Sejak kecil belio gemar kemasyarakatan dan agama, makanya sekolah di pesantren dan tinggal di desa Tegalredjo/barat daya kraton.

1822, Belio tidak setuju bila Patih Danuredjo dibantu reserse Belanda -lah yang memegang pemerintahan Kasultanan. Fakta saat itu adalah rakyat menghormati + menyembah siapapun Sultan, namun urusan pemerintahan dan politik, saat itu Sultan hanyalah symbol (saya yakin ini ekses dari treaty2 yang melemahkan kekuasaan memerintah Sultan, bahkan saya pernah membaca artikel pada suatu buku, Sultan periode itu masih kanak2 dan yang melantik juga adalah Belanda (?)). Pada artikel lain dari situs Holland, pernah saya baca bahwa Raffles (semasa menduduki P. Jawa) menjanjikan "sesuatu" kepadanya, mungkin juga pemerintahan. Kembali ke kekecewaan belio, seorang Pangeran yang tersinggung Ground pasarean pepundennya akan dijadikan jalur rel KA, ia menyataken prang (Holland:Java Oorlog).

Pernah saya baca juga ia belio mantan kepala pangawal resmi kasultanan  

Ia  tumbuh di pesantren islam jawa, matang dengan politik dan tau seluk beluk Kasultanan pada saat itu!! 

Tentu saja kekerabatan antar ulama yang mendukung dst.. Dipicu oleh rencana Belanda proyek jalur rel KA yang melintasi ground pasarean Eyang belio. Setiap kali bakal jalur tsb di patok, dicabut oleh RM. Ontowiryo (nama muda P.Diponegoro) demikian diulang berkali2. Hingga suatu ketika patok tsb dicabut dan di tancap-ganti "tombak-tombak senjata". Anda tau kan mangsutnya? It's a war code.

Begitulah, 1925 mulailah Java Oorlog, Gerilya P. Diponegoro tentu tidak sampai semua pulau, tapi ekses ke daerah di bagian jawa -jawa lain yang dihembuskan oleh kepemimpinan-nyalah yang menjadikan Belanda menghabiskan 20 juta Gulden dan kehilangan 15.000 tentara. Apalagi P. Diponegoro di bantu oleh Imam2 Islam Jawa yang mautakhir kala itu, seperti jihad mungkin (memang prang sabill). Dst. Begitu figur pemimpin itu hilang(P.Diponegoro diakali dan ditangkep & diasingkan) hilanglah derap-derap kaki kuda di jawa - jawa yang lain. Bukan berarti bagi saya Belanda menang perang, walau menang politik saja. P. Diponegoro used to be my favourite, especially with his horse, Kyahi Geentayu. Saddle-nya baru dikembalikan ke Indonesia oleh Belanda tahun 1970-an kalo gak keliru dan sekarang disimpan di Museum Satria Mandala Jakarta, adapun satu Keris belio masih belum dikembaliken dan masih disimpan pihak Belanda.

Dear Ulah; Bila anda heran mengapa Kasultanan Ngayogyokerto Adiningrat tidak mengakui P . Diponegoro & keturunannya hingga kini, adalah karena: bagisaya, di Dekso (saya sebut di atas sana) P. Diponegoro melantik diri sebagai Raja/ Sultan bagi Jawa dengan gelar Sultan Herutjokro Amirrulmukmin Sayidin Panotogomo Kallifatullah dst panjang pokoknya gelar belio, sepanjang manusia pada umumnya akan mengingat belio sebagai pahlawan. Tapi tidak buat Kasultanan, karena bagi Kasultanan, hanya ada satu Sultan, mana mungkin dari garwo selir kan?

Demikian, mungkin bisa jadi referensi biar gak heran, ini hanya perspektif cah dusun yang akan selalu menyembah mengagungken Shri Sultan, lepas agomonya apa dan partenya apa.  Walao banyak kurang. Salam selalu! Sultanku Gubernurku!