Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mengidentifikasikan Penulis Blog Kristen

Indonesia-saram's picture

Sering kali kita bisa melihat masalah pengidentifikasian dari berbagai sudut pandang. Artinya, hampir sulit untuk mengidentifikasi sesuatu berdasarkan satu sudut pandang baku. Ini mungkin menunjukkan betapa relevansi sepertinya merupakan hal yang wajar terjadi.

Kita bisa ambil contohnya dari dunia sastra. Sastra feminis bisa diidentifikasikan dalam sebagai (karya) sastra yang mengungkapkan hal-hal yang bertemakan perempuan. Atau (karya) sastra yang pemeran utamanya adalah perempuan. Novel-novel karya N.H. Dini bisa mewakili kelompok ini. Hanya saja, hal ini berarti bahwa siapa pun pengarangnya, selama mengangkat hal-hal seputar perempuan, ia bisa digolongkan sebagai karya sastra feminis. Namun, sastra feminis bisa juga dipandang sebagai sastra yang dihasilkan oleh para pengarang perempuan. Selain N.H. Dini, Ayu Utami bisa mewakili kelompok ini.

Bagaimana halnya dalam ranah blog? Apakah hal tersebut juga berlaku? Ternyata berlaku juga. SABDA Space ini sendiri, mengusung slogan (kalau bisa dikatakan demikian) "Komunitas blogger Kristen". Faktanya, kita harus mengakui, tidak semua orang penulis blog di sini adalah Kristen. Sejauh saya cermati, blog ini tidak hanya dihuni oleh mereka yang mengaku Kristen, tetapi juga yang non-Kristen. Entah itu dari blognya, entah itu dari komentarnya.

Kalau kita semua ingat, beberapa waktu yang lalu bahkan ada seorang non-Kristen yang menulis dengan mendapat respons yang lumayan baik. Seingat saya saat itu yang bersangkutan masih bergumul untuk menjadi Kristen. Berangkat dari sini, sepertinya satu pertanyaan bisa dicuatkan. Sebenarnya, apakah penulis blog Kristen itu?

Ada beberapa jawaban yang sempat muncul dalam benak saya. Pertama, penulis blog (blogger) Kristen adalah penulis blog yang adalah seorang Kristen. Jadi, tidak peduli apa yang ia tulis, selama ia adalah seorang Kristen yang menulis blog, ia bisa dikategorikan sebagai seorang penulis blog (beragma) Kristen. Dalam hal ini, mungkin hampir semua pengguna SABDA Space bisa masuk kategori ini.

Kedua, penulis blog Kristen adalah seorang Kristen yang menulis artikel blog bernuansa Kristen. Jadi, ia tidak hanya Kristen, tetapi juga menulis hal-hal bernuansa Kristen. Entah itu puisi, entah itu esei, entah itu prosa, entah itu tulisan-tulisan berbentuk renungan, yang bernuansa apologetik, dan sebagainya.

Namun, ada juga kategori yang ketiga, yaitu mereka yang menulis hal-hal bernuansa kekristenan tanpa menjadi Kristen. Mungkin kategori yang ketiga ini terbilang langka, setidaknya sejauh pengetahuan saya, mengingat saya sebenarnya sudah jarang terlibat di sini. Mungkin Anda sekalian bisa menyebut penulis yang demikian di sini.

Harus saya akui, kadang-kadang definisi Kristen itu sendiri bisa macam-macam. Bisa dipandang dari apa yang tercantum pada kartu identitasnya. Bisa dipandang menurut denominasinya. Bisa juga dipandang menurut doktrin yang dipegangnya. Atau dari keseluruhan hidupnya.

Nah, kalau sudah begini, penulis blog Kristen itu idealnya seperti apa? Atau lebih tepatnya, tulisan seorang penulis blog Kristen itu semestinya seperti apa? Sekali lagi, relevan. Namun, di balik relevannya penilaian terhadap hal yang ideal ini, saya kira seorang penulis blog Kristen adalah seorang yang menulis tidak hanya memberi dampak yang positif dalam arti seluas-luasnya, tetapi yang juga menghidupi nilai-nilai positif tersebut. Dan rasanya hal yang terakhir adalah hal yang penting.

Seorang penulis mungkin bisa menghasilkan tulisan dari berbagai genre. Bahkan ia bisa saja menulis hal-hal mengenai iman yang berbeda daripada imannya dengan cukup baik sehingga di mata pembaca awam, tulisannya dipandang sudah mumpuni. Akan tetapi, tulisannya itu tidak mungkin menjadi hidup kalau ia sendiri tidak memegan teguh nilai-nilai yang ia sampaikan itu.

Apa yang hendak saya katakan di sini ialah bahwa seorang penulis blog Kristen ketika hendak menuliskan hal-hal yang berkenaan dengan kekristenan, perlu memahami, menghayati, dan menghidupi nilai-nilai kekristenannya untuk menghasilkan sebuah tulisan Kristen yang baik. Hal ini mungkin persis seperti seorang pengkhotbah yang mempraktikkan apa yang ia khotbahkan kepada jemaatnya. Efek dari tulisan (dan juga khotbah) yang juga dijalankan dalam kehidupan nyata tentu akan lebih kuat ketimbang menulis (dan juga menyampaikan khotbah) tentang sesuatu yang tidak sungguh-sungguh kita yakini.

Ah, tapi omong-omong soal penulis Kristen, sepertinya ada satu kategori lagi. Yaitu mereka yang tidak menulis hal-hal berbau Kristen, juga bukan orang Kristen, tapi nama mereka nama Kristen. Untuk urusan ini, sepertinya banyak diwakili oleh para penulis Barat. Siapa saja mereka? Nah, mungkin Anda sekalian bisa sedikit membantu saya untuk mendaftarkan sejumlah nama.

__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.

erick's picture

Mau bantu

Raka, penulis2 perancis yang aku tahu aja ya:

1 Samuel Beckett (1906-1989) Dia menyatakan diri sebagai pembawa roman moderen. Tulisannya menggilaiku. Namanya Samuel -berbau kristen- tapi dia tidak mengakui kekatolikan, pun keprotestanan. Tulisannya asli membawa orang menjadi gila sampai-sampai menggilaiku.

2 Jean Paul Sartre (1905-1980) Yang ini pasti aku tulis. Haha ha!, Maestro yang gw cintai ini adalah philosopher! Otaknya luar biasa. Dia menolak kekeristenan, dan dia bukan kristen. Tulisannya...... Gw anjurin elu baca baik-baik tulisannya karena buat elu berfikir dan akan memicu elu untuk mempekerjakan otak selalu berfikir.

satu lagi,........, eh dua deh... mereka ini novelist terkenal di prancis pada masanya.

3 Marcel Prost, dengan novel kerennya The Captive, dan

4 George Sand. Wah kalo smua tau dia ini pacar gelapnya Frdereic Chopin. Chopin mengubah banyak nada indah untuknya. Novel yang sanggat bagus pernah ditulisnya ,... kalo ga salah dijudulnya ada Calamatanya..... gw ga apal! cuma quotenya gw apal bgt. Begini bunyinya:

Il n'y a qu'un bonheur dans la vie, c'est d'aimer et d'etre aime.

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

pyokonna's picture

@erick: yang artinya adalah.....

Maaf, sebelumnya saya benar2 meminta maaf karena mungkin pertanyaan saya sepele, tapi karena rasa ingin tahu yang besar dan keterbatasan saya dalam bahasa Prancis (Malah saya tidak bisa sama sekali berbahasa Prancis). Sudilah kiranya memberikan terjemahan kutipan yang ditebelin ini: Il n'y a qu'un bonheur dans la vie, c'est d'aimer et d'etre aime. Thanks be4
__________________

We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa

erick's picture

Artinya

Hi kodok ijo cantik,... ga usah minta maab lageee...

artinya:

There is only one happiness in life, to love and to be loved

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

sandman's picture

@Erick

Si vous pouvez avoir l'un que vous aimez, de l'amour que celle que vous avez

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

iik j's picture

@Indonesia Saram: jangan JARKONI

Apa yang hendak saya katakan di sini ialah bahwa seorang penulis blog Kristen ketika hendak menuliskan hal-hal yang berkenaan dengan kekristenan, perlu memahami, menghayati, dan menghidupi nilai-nilai kekristenannya untuk menghasilkan sebuah tulisan Kristen yang baik. Hal ini mungkin persis seperti seorang pengkhotbah yang mempraktikkan apa yang ia khotbahkan kepada jemaatnya. Efek dari tulisan (dan juga khotbah) yang juga dijalankan dalam kehidupan nyata tentu akan lebih kuat ketimbang menulis (dan juga menyampaikan khotbah) tentang sesuatu yang tidak sungguh-sungguh kita yakini.

Betul!! jangan sampai dikatakan "JARKONI", atau bisa NGAJARI TAPI NGGAK  BISA NGELAKONI (jawa, artinya MELAKUKAN).

he he he he..

 

For to me to live is Christ, and to die is gain.

Purnomo's picture

Kho Ping Hoo dan Ronggeng Dukuh Paruk

 Apa yang hendak saya katakan di sini ialah bahwa seorang penulis blog Kristen ketika hendak menuliskan hal-hal yang berkenaan dengan kekristenan, perlu memahami, menghayati, dan menghidupi nilai-nilai kekristenannya untuk menghasilkan sebuah tulisan Kristen yang baik. Hal ini mungkin persis seperti seorang pengkhotbah yang mempraktikkan apa yang ia khotbahkan kepada jemaatnya. Efek dari tulisan (dan juga khotbah) yang juga dijalankan dalam kehidupan nyata tentu akan lebih kuat ketimbang menulis (dan juga menyampaikan khotbah) tentang sesuatu yang tidak sungguh-sungguh kita yakini.

Saya sependapat dengan pernyataan di atas apabila “seorang penulis blog Kristen” itu jelas jati dirinya (tidak seperti saya) sehingga pembaca bisa membandingkan tulisannya dengan kesehariannya seperti yang lazim dilakukan terhadap “seorang pengkhotbah” yang ingin kita zalimi. Setelah itu (ini efeknya) baru kita menetapkan apakah penulis/pengkotbah itu “gajah diblangkoni” atau “gajah disalami” (bisa kotbah karena mengalami).

Karena itulah saya pernah memberitahu komentator blog saya, “Jangan menerima 100% uraian saya. Anda tidak tahu siapakah saya dalam dunia nyata. Seorang pembisik atau seorang pembusuk. Seorang S.Th (Sarjana Teologia) atau seorang bergelar M.Min (Mung Minteri, sekedar sok pintar).” Sebagai penulis dalam dunia maya, saya bisa menjadi apa saja yang berbeda jauh dengan keseharian saya, bukan? Dunia maya bisa memuaskan fantasi seseorang untuk bicara apa saja dengan aman. “Life (dalam internet) is an easy game to play,” kata Beatles.

Di luar konteks “efek”, saya merasa sulit untuk menyamakan penulis dengan pengkotbah. Penulis bagai burung bebas di udara sedangkan pengkhotbah bagai burung dalam sangkar berbagai aturan yang harus ia taati ketika “menggelar” karyanya. Penulis bisa mengumbar imajinasinya sedangkan pengkhotbah tidak.

Tidak bisa dipungkiri pengalaman keseharian si penulis bisa menjadi pondasi yang kuat bagi karya-karyanya. Serat Centhini yang sering disebut Kamasutra versi Jawa, disusun oleh 3 pujangga melalui riset lapangan. Pearl S.Buck karena pernah berdiam di Tiongkok, novel-novelnya yang mengambil lokasi Tiongkok bagai ditulis oleh anak negeri itu. Pramudya bercerita dengan enaknya tentang kotanya dalam “Cerita Dari Blora”. Juga novel-novel yang ditulisnya berdasarkan pergumulan batinnya di Pulau Buru. NH Dini menulis novel-novel berdasarkan apa yang dilihat dalam kehidupan nyata ketika ia diam di berbagai negara. Novelnya makin menggigit ketika ia mendasarinya dari kehidupan pribadinya.

Tetapi saya tidak mau membeli novel terakhirnya. Bukan karena yakin novelnya ini jelek, tetapi karena tahu novelnya ini ditulis dalam kesendiriannya di sebuah panti jompo di tepi kota Ungaran tanpa ditemani suaminya, tanpa didampingi kedua anaknya. Setiap hari ia menghadapi laptop dalam kamarnya. Setelah makan siang, sebentar ia duduk di teras kamarnya dengan mengenakan daster dan pandangannya menerawang menjelajahi gunung-gunung di kejauhan.

Di novel terakhir inilah ia menulis riwayat hidupnya begitu jelas sehingga waktu acara peluncuran buku ini seorang kawan akrabnya yang juga penulis bercanda, “Meneliti isinya, mantan jenengan berhak juga atas sebagian royalitinya lho.” Seorang penulis yang saya kagumi, yang lahir dari sebuah kampung kecil, Kp.Sekayu, di kota Semarang, menikah dengan seorang diplomat Perancis, berpindah-pindah dari sebuah negeri ke negeri lain, menerima penghargaan internasional, sekarang hidup dalam kesendirian di sebuah tempat terpencil. Saya tidak tega membaca novelnya yang ini.

Seorang penulis juga bisa menulis sesuatu diluar pengalaman kesehariannya. Waktu kecil saya menggemari cerita Winnetou dan karya-karya lain yang ditulis oleh Karl May. Ketika menulis buku-bukunya, Karl berada di penjara dan belum pernah menginjakkan kakinya di lokasi-lokasi di mana ceritanya berlangsung. Ia hanya mengandalkan riset buku. Di sinilah kekuatan imajinasi seorang penulis menjadi kekuatan utamanya.

Belum sampai demam Winnetou mereda, wabah Kho Ping Hoo dengan ganas melibas negeri Indonesia. Di rumahnya di Tawangmangu dengan bermodalkan sebuah peta kuno Tiongkok, penulis ini bercerita tentang kemelut dunia persilatan di negeri seberang itu seolah-olah ia berada di sana. Para remaja lebih hafal nama-nama pesilat tangguh hasil imajinasi KPH daripada nama-nama menteri Indonesia. Jika buku Harry Potter karena mahalnya hanya bisa dibeli oleh remaja kaya, buku-buku KPH bisa dibaca oleh semua lapisan. Tidak berlebihan bila saya mengatakan KPH telah menciptakan lowongan pekerjaan bagi banyak orang di negeri ini. Hampir di setiap kelurahan paling tidak ada satu usaha persewaan buku yang inventarisnya didominasi oleh buku cersil. Saya tidak lupa sakit hati saya kepada guru BI saya waktu di SMP karena karangan saya diberi nilai 7 tetapi diimbuhi catatan dengan tinta merah, “Kurangi membaca cerita silat!” Mungkin saya menulis kata-kata Indonesia yang lebih sering muncul di buku-buku KPH daripada di surat kabar: jumawa, sembari, keteter, terkesima.

Para santri negeri ini pasti berpusing kepala ketika seorang dari kalangan mereka menerbitkan novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Selain yang berbahasa Indonesia, novel ini telah terbit dalam 5 bahasa asing dan belum lama ini telah ditulis kembali dalam bahasa Jawa Banyumasan. Lho! Seorang Ahmad Tohari yang mengaku dirinya santri menulis novel tentang ronggeng, tentang kehidupan jahiliyah yang cabul, penuh maksiat dan ramai dengan sumpah serapah. Apakah ia sudah murtad? Tidak! Tohari menorehkan imannya pada penutup novel itu dengan kalimat, “Aku, Rasus, telah menemukan diriku sendiri. Dukuh Paruk akan kutinggalkan.” Pesannya jelas, “tinggalkan ranah jahiliyah!”

Demikian juga dengan Jakarta Undercover yang akurasi tempatnya membuat orang menjulukinya “buku penuntun wisata libido”. Dua penulis wanita, Rieke Dyah Pitaloka dan Ayu Utami, sampai-sampai mempersoalkan keimanan juga kenormalan seksualitas Moammar Emka yang lulusan IAIN itu. Mengingat riwayat penulisnya dalam dunia jurnalistik saya masih percaya ia tidak meninggalkan imannya. Ia menulis berdasarkan riset internet, riset buku dan riset lapangan dengan pendampingan agar ia tidak ikut berkubang dalam kisah-kisah itu. Hanya saja saya belum menemukan pesan moral buku-bukunya ini.

Lalu apakah yang ingin saya simpulkan? Tanpa melupakan alinea yang saya kutip dari blog Indonesia-saram, saya ingin menggali apa yang tersirat di dalamnya. Sebagai penulis, menulislah dengan sebebas-bebasnya. Berdasarkan pengalaman keseharian, berangkat dari riset, atau hasil mengumbar fantasi dan imajinasi, monggo. Sebagai orang Kristen, kerjakanlah kebebasan itu dengan kasih untuk kemuliaan Allah kita.

Semoga menemukan penulis Kristen tidak makin sulit.

Salam.

y-control's picture

sudah ketemu

di SS, saya sudah menemukan salah satu penulis kristen yg bagus, namanya Purnomo

jesusfreaks's picture

@y-c : Viva Purnomo

item lah... eh idem lah...

 

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

sigid's picture

Blogger Berpandangan Kristen

Saya cenderung menganggap Blogger Kristen itu Blogger yang beragama Kristen. Namun istilah Blog Kristen bagi saya merupakan Blog yang berisi hal tentang Kekristenan.

Oleh karena itu saya bagi tulisan saya menjadi dua Blog :

1. Sebuah Blog yang membahas tentang kehidupan dari sudut pandang seorang Kristen. Maksut hati sebenarnya agar pembaca yang tertarik sudut pandang seorang kristen ini kemudian tertarik untuk mengenal Kristus.

2. Sebuah Blog yang hanya membahas tentang Yesus dan karakternya.