Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mengatakan Kebodohan sebagai Kebodohan tidak boleh? (paijobudiwidayanto)

Mengatakan Kebodohan sebagai Kebodohan tidak boleh?
Dipublikasi Artikel blog by paijobudiwidayanto

Di bawah ini adalah kisah yang benar-benar terjadi dalam hidup saya. Semoga bermanfaat.

Beberapa tahun lalu ada dua orang anak paman saya datang dari kampung (satu laki-laki dan satu perempuan yang tuli sebelah) dan tinggal di rumah paman saya yang satunya lagi di kota. Saya juga tinggal di rumah paman tersebut. Yang memprihatinkan adalah walaupun mereka sudah menginjak kelas 3 dan 4, mereka tidak bisa membaca sama sekali. Jangankan membaca, mengenal hurufpun tidak. Saya terbebani untuk mengajar mereka. Waktu saya mengajar mereka, saya dapati begitu sulitnya mengajar mereka. Saya tahu mereka sangat bodoh.

Pada waktu itu di TV dan berbagai tulisan bahkan khotbah dikatakan tidak boleh mengatakan "bodoh" kepada anak-anak karena anak-anak akan mengembangkan pemikiran yang negatif terhadap dirinya. Saya tidak melihat dasar untuk tidak mengatakan "kebodohan" sebagai kebodohan.
 
Setelah beberapa hari mengajar mereka tanpa hasil, saya rasa begitu cape lalu saya katakan kepada mereka "Kalian Bodoh. Kalian liat sendiri apa yang telah kalian capai selama ini. Sudah belajar berhari-hari tetapi hurufpun tidak tau." Mereka terdiam dan orang-orang terkejut dan mungkin juga tidak suka.
 
Malam hari waktu hendak tidur, saya katakan kepada mereka "Kalian tau, kalian memang bodoh! Tapi kita punya Bapa di surga yang memberi tanpa pamrih. Dia memberi kepada mereka yang meminta. Dia memberi bijaksana kepada mereka yang minta kepada-Nya" Lalu saya ajarkan mereka tentang Tuhan Yesus yang mati untuk mereka dan saya dan saya ajar mereka untuk berdoa. Merekapun rutin berdoa setelah itu. Entah bersama saya, entah sendiri.
 
Sekitar satu minggu atau dua minggu (saya tidak tau persis) setelah malam itu, saya amati mereka memperoleh kemajuan luar biasa. Mereka bahkan sudah bisa membaca Alkitab walaupun terputus-putus. Bahkan setelah sekitar dua atau tiga bulan salah seorang di antara mereka (yang telinganya tuli sebelah) menjadi anak yang paling disegani dikelasnya dalam pelajaran matematika. Berulang kali dia berkeliling kelas dan mencubit telinga teman-teman sekelasnya karena mereka tidak tahu jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh sang guru. Sementara yang satunya memiliki pemikiran yang kritis luar biasa.
 
Melihat hasil itu saya bersyukur luar biasa. Dia adalah Bapa dan akan mengaruniakan kebijakan kepada kita yang meminta.