Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kegagalan Eli di dalam Mendidik Anak bag. 2 (untuk Para Ortu) (ayubw)

Kegagalan Eli di dalam Mendidik Anak bag. 2 (untuk Para Ortu) Dipublikasi Artikel blog by ayubw BELAJAR DARI KEGAGALAN ELI DI DALAM MENDIDIK ANAK (Bag. 2) 2. Ia tidak lagi terlibat secara teratur di dalam kehidupan anaknya (v. 23) Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Dalam BIS, "Aku telah menerima laporan dari seluruh umat mengenai tingkah lakumu yang jahat. Mengapa kamu lakukan itu?: (v. 23) Eli telah ditunjuk Allah untuk menjadi imam di rumah ibadah di Silo, suatu posisi/jabatan yang penuh dengan tanggung jawab dan menyita banyak waktu dan tenaga. Semasa hidupnya, Eli mengizinkan anak-anaknya membantu dalam tugasnya sebagai imam. Setelah beberapa waktu, Eli benar-benar kehilangan komunikasi/hubungan dengan kedua anakny. Karena kesibukannya, Eli tidak tahu lagi perkembangan karakter dan tingkah laku kedua anaknya. Hal ini berlangsung sampai ketika Eli sudah tua sekali. Dari mana kita tahu? Alkitab sendiri yang mengatakan bahwa Eli mendengar dari sumber lain mengenai kelakuan anak-anaknya. Eli telah mendapat laporan dari seluruh jemaat mengenai kelakuan anak-anaknya. Kalau Eli terlibat/berhubungan secara teratur di dalam kehidupan anak-anaknya, tentu saja Eli akan dapat memantau kelakuan anak-anaknya. Eli tidak memantau tingkah laku mereka, dan ia telah gagal bertindak untuk memperbaiki kesalahan mereka. Eli memang telah menjalankan tanggungjawabnya sebagai imam bagi umat Israel, tetapi ia gagal menjalankan tanggungjawabnya sebagai imam di dalam keluarganya sendiri. Sdr, kegagalan Eli di dalam mendidik anak-anaknya harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Allah mencabut dan menarik kembali janji untuk melayani sebagai imam bagi keturunannya. Dan tanpa disadari, karena kurangnya keterlibatannya di dalam kehidupan anak-anaknya, Eli telah menyebabkan penghukuman Tuhan, kematian anak-anaknya dan dirinya sendiri. Ilustrasi: Sdr. sebuah riset/penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) dan Pusat Latihan Bisnis dan Humaniora (PLBH) terhadap virginitas mahasiswi di 16 Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta di Jogja menunjukkan bahwa 97,05 persen mahasiswi (dari 1.660 responden) mengaku sudah tidak perawan lagi karena melakukan kegiatan intercourse sex (hubungan seks) pra nikah selama kuliah; sedangkan 98 persen mengaku pernah melakukan aborsi. Menanggapi hasil penelitian tersebut, Direktur Eksekutif LSCK, Iip Wijayanto mengatakan, "Kita ingin menohok para orangtua, birokrasi dan tokoh-tokoh agama mengenai fenomena ini. Saya yakin ini fenomena gunung es yang harus segera diberikan treatment (pengobatan). Bukan hanya untuk digunjingkan apalagi ditutup-tutupi. Saya ingin orangtua benar-benar memberi perhatian terhadap anak-anaknya. Memberi uang saja tidak cukup." Sdr. inilah potret anak –anak zaman sekarang. Aplikasi: Dalam banyak hal, permasalahannya bukan terletak pada apa yang kita ajarkan pada anak, akan tetapi sudahkah orangtua terlibat dengan anak secara teratur dan memberi perhatian yang khusus kepada anak. Berapa banyak orangtua yang terlalu sibuk sehingga mereka tidak menyadari sikap dan kelakuan anak-anaknya. Sungguh memalukan, ketika kita membaca koran beberapa waktu yang lalu; sebuah keluarga terhormat; wakil gubernur, istrinya juga seorang pejabat tinggi, di mana kedua anaknya terlibat narkoba, tanpa sepengetahuan orangtuanya. Kita sering berpikir betapa menyedihkan hal ini dan kemudian ternyata kita sendiri mengalami hal yang sama. Mengapa ini bisa terjadi sdr? Karena orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka, sehingga tidak punya waktu lagi untuk anak-anak mereka. Aplikasi: Sdr. haruskah anak-anak kita membeli waktu kita untuk bisa curhat/ngobrol dengan kita? Sudahkah kita terlibat secara teratur di dalam kehidupan anak-anak kita? Banyak orangtua yang berhasil mencukupi kebutuhan anak-anaknya dengan sangat baik, berhasil di dalam pekerjaan dan pelayanan, tetapi mereka gagal di dalam mendidik anak-mereka mereka. Kata "sibuk" merupakan pemutus hakur komunikasi hubungan antara ortu dengan anak. Seorang ahli psikologi menyarankan, "Janganlah saudara menjadi terlalu sibuk dengan hal lain. Kalau anak sdr datang pada saudara dan ingin membicarakan sesuatu, hentikan apapun yang saudara lakukan dan dengarkan dia, sebab mungkin dia tidak akan mau membawa persoalan itu lagi kepada saudara. Mungkin persoalan itu hanya akan terus disimpan dalam hatinya, padahal persoalan itu mungkin menyangkut hal-hal yang prinsip dan mendasar. Oleh karena itu, berikan waktu khusus untuk bersama anak-anak saudara, sebelum semuanya terlambat. Jadi, meskipun kita berhasil di dalam pekerjaan/pelayanan kita, ktetapi jikalau kita tidak berhasil mendidik anak-anak kita, kita gagal di mata Allah (Bersambung…)