Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Honornya Segelas Teh Manis

Purnawan Kristanto's picture

Hari Senin, 12 Agustus saya diundang oleh Yayasan Sahabat Gloria, Jogja untuk menjadi fasilitator dalam pertemuan Guru Agama Kristen se-DIY yang tergabung dalam TeGAK. Saya jadi ingat cerita teman saya yang menjadi guru agama di pelosok Gunungkidul. Kami sama-sama menjadi guru sekolah minggu di GKJ Wonosari, namun mengajar di pepanthan. Saya mengajar di Sekolah Minggu pepathan Bendungan, dia mengajar di pepathan Banjarejo. Jaraknya sekitar 30 km dari kota Wonosari ke arah pantai selatan.

Teman saya ini prihatin melihat siswa-siswa sekolah di sekitar rumahnya yang tidak mendapatkan pelajaran agama Kristen. Oleh karena itu, dia mengajukan diri menjadi sukarelawan untuk mengajar pelajaran agama Kristen di tiga sekolah. Honornya? Jauh dari kata layak. Bahkan ada satu sekolah negeri yang hanya memberikan imbalan berupa segelas teh manis yang tersedia setelah mengajar. Padahal untuk berangkat dan pulang ke sekolah itu, ia harus mengayuh sepeda. Jangan dibayangkan bahwa medan di tempatnya itu rata dan jalannya halus. Setiap kali mengajar dia harus menaklukkan tanjakan bukit dan terguncang-guncang karena menerjang jalan berbatu-batu.

Lalu bagaimana dia mencukupi kebutuhan hidupnya? Dia menjadi kuli. Selepas mengajar atau pada hari-hari libur, dia mendapatkan upah dengan memecah batu-batu kapur untuk dijual sebagai bahan pembuat gamping.

Saya salut dengan guru-guru agama honorer. Meski dengan kondisi yang terbatas, mereka masih memiliki komitmen untuk mengajarkan firman Allah kepada anak-anak. Akan tetapi dengan honor yang pas-pasan, mereka tidak punya kesempatan untuk pengembangan diri. Karena itulah, YSG mengadakan pelayanan TeGAK ini untuk membantu dan mendampingi para guru agama honorer. Mereka mendapatkan sumbangan dari para donatur yang kemudian disalurkan kepada anggota TeGAK. Selain itu, mereka juga menggelar pertemuan rutin untuk pembinaan kerohanian dan penambahan ketrampilan guru.


****

Dengan menggunakan playdough buatan sendiri, saya mengajak mereka membuat peta topografi yang ada di Alkitab. Misalnya, peta perjalanan eksodus dari Mesir ke Kanaan, peta Palestina, rute perjalanan Paulus dll. Mereka mengerjakannya dengan antusias. Dengan aktivitas ini, diharapkah guru-guru lebih kreatif dalam mengembangkan metode dan media pembelajaran. Agenda berikutnya adalah ke Magelang dan Pati.

548978_10201854992561210_1656570414_n1006065_10201854992161200_1132292622_n998068_10201854991561185_1208416815_n995470_10201854991081173_149287248_n

 

 Yayasan Sahabat Gloria (YSG) adalah sayap pelayanan dari Yayasan Gloria. Yayasan Gloria lebih banyak dikenal sebagai penerbit Renungan Harian (RH). Akan tetapi sebenarnya masih ada aktivitas lainnya seperti beasiswa, bimbingan belajar, persekutuan siswa, persekutuan mahasiswa.  Sementara YSG sendiri memiliki empat program unggulan yaitu lingkar organik, sahabat siswa, sanggar cantrik dan TeGAK.

TeGAK merupakan komunitas Guru-guru Agama Kristen yang memiliki kerinduan agar memiliki karakter Kristus. Sebagian anggota komunitas TeGAK merupakan guru-guru agama honorer. Sebagian besar dari mereka mendapat honor yang pas-pasan.

***

Saya tidak punya kaitan struktural dengan YSG. Saya hanya mengenal beberapa teman yang menjadi pengurus di YSG. Beberapa kali saya diundang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan mereka. Kalau Anda berminat mengetahui lebih banyak tentang Yayasan Sahabat Gloria, silakan klik di sini.

Film Cheng Cheng Po. Sumber foto" http://acourtsdecran.files.wordpress.com

Oh, ya...selain TeGAK, ada salah satu program YSG yang cukup menarik yaitu Sanggar Cantrik.  Program ini  menciptakan ruang bertumbuh seutuhnya bagi anak-anak  untuk belajar, berlatih, berbagi, dan bekerja sama. Prestasinya luar biasa lho. Mereka memproduksi film-film pendek yang menyabet beberapa penghargaan.

Mas Wiji pernah memberi saya dua buah film, yaitu berjudul: Cheng Cheng Po dan Say Hello to Yellow. Keduanya bertutur tentang multikultur.  Dalam Festival Film Indonesia (FFI)  tahun 2008, film pendek karya B.W Purbanegara ini  dinobatkan sebagai penerima penghargaan Piala Citra untuk kategori Film Pendek Terbaik.

Film berdurasi 17 menit itu, berkisah tentang Markus, Tyara, Tohir dan Han, yang datang dari keluarga berbeda latarbelakang dan etnis. Meski demikian, hal itu tak membuat mereka menjadi berjarak. Persahabatan mereka begitu tulus hingga merobohkan sekat-sekat perbedaan yang ada. Markus, Tyara dan Tohir, yang memiliki obsesi yang saling berbeda, memilih untuk sejenak melupakannya demi menolong Han, bocah miskin dalam mencapai impiannya. Sebelumnya, Cheng-Cheng Po (yang artinya remeh-temeh) berhasil mendapat Audience Award dalam Festival Film Pendek Konfiden yang digelar di Jakarta pada 2007.

Sumber foto: http://sanggarcantrik.org

Pada FFI 2012, mereka menyabet penghargaan khusus Film Pendek yang berjudul “Boncengan.”  Film yang disutradarai Senoaji Julius ini juga mendapat  Special Mention pada  XXI Short Film Festival 2013. Selain itu juga  membawa pulang piala pemeran terbaik dalam Kine Klub Festival. Sayangnya, saya belum punya film "Boncengan" ini.

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Samuel Franklyn's picture

Salut buat Pak Pur

Salut buat Pak Pur. Kegiatannya senantiasa membawa manfaat yang besar buat orang banyak.

tilestian's picture

Sip

Wow ... inspiratif Laughing

Aku suka baca tulisan yang seperti ini: nyata dan menginspirasi. Bikin semangat, dan menyemangati diri!!

__________________

God's will be done Smile