Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Hentikan Sikap Saling Menyakiti (sarlen)

Hentikan Sikap Saling Menyakiti
Dipublikasi Artikel blog by sarlen

Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita lakukan, memiliki konsekuensi
yang harus kita tanggung, apakah itu terkait dengan perbuatan baik atau
perbuatan yang tidak berkenan dihadapan Tuhan.
 Dalam hal ini, konsepsi hukum tabur-menuai, akan terjadi didalam
setiap tindakan atau pernyataan yang kita perbuat atau kita nyatakan
pada saat kita membuka komunikasi dalam pergaulan dengan orang lain.
Segenap pikiran, perkataan, serta tindakan kita, merupakan bibit yang
akan menghasilkan satu atau sejumlah konsekuensi yang akan kita tuai,
apakah kita akan menuai berkat, atau akan menuai hukuman.
Hukuman diberikan karena masing-masing kita memang harus bertanggung
jawab atas segenap pemikiran, perkataan serta perbuatan sia-sia yang
kita lakukan atau nyatakan kepada orang lain. Itu adalah pilihan kita.
Pemikiran, perkataan dan perbuatan sia-sia, sama seperti pemikiran,
perkataan, maupun perbuatan yang dilakukan atau diucapkan dengan
landasan iman, dimana pemikiran, perkataan dan perbuatan tersebut,
mempunyai pengaruh besar, tidak hanya kepada orang lain namun juga
kepada diri sendiri, dan akan menghadirkan tuaian pula, yaitu hukuman
kepada orang yang mengadakannya.
 Bentuk-bentuk hukuman tidak hanya berupa dera fisik, namun bisa juga
berupa dera batin. Padahal, penderitaan batin lebih sulit untuk diobati
karena melukai perasaan. Ketika perasaan harus menderita, dibutuhkan
waktu panjang untuk bisa memperbaiki keadaan, terutama kesadaran atau
keinginan hati untuk kembali hidup serta berinteraksi seperti sedia
kala.
 Adanya suatu pola pemikiran yang kita rupakan dalam bentuk perkataan
atau perbuatan, sering kali harus sikapi dengan pemahaman dan analisia
umum terlebih dahulu, sehingga ide kreatif yang berasal dari pikiran
kita, tidak membuat kita menuai hal-hal yang tidak baik.
 Ucapan-ucapan yang kita nyatakan kepada orang lain, hendaknya membawa
manfaat atau mengandung nilai-nilai positif kehidupan, dimana
komunikasi
yang kita lakukan dengan orang lain, tidak akan menghadirkan suatu
kondisi yang tidak menyenangkan di kemudian hari.
 Tindakan nyata yang kita lakukan, sebaiknya tidak memancing hadirnya
suatu kondisi yang saling mempertentang-tentangkan hal-hal yang
prinsipil, tidak membuat orang lain terpancing emosinya, dan tidak
menginspirasi orang lain untuk berbuat jahat, kasar, atau kekerasan.
 Makna yang terkandung dari pernyataan diatas, segala sesuatu yang kita
lakukan pada atau untuk orang lain, selayaknya membawa nilai-nilai
korektif dan kritis pada diri sendiri, dimana segala sesuatu yang
nyatakan serta kita lakukan pada saat membangun komunikasi individual
atau kelompok dengan orang-orang yang berada di lingkungan di sekitar
kita, tidak menghadirkan sesuatu hal yang bisa mendukakan orang lain.
 Artinya : Janganlah kita membangun dinding dosa bagi orang lain...
 Kita harus sebisa mungkin dapat mendisiplinkan sikap dan perilaku kita
untuk tetap melakukan hal-hal yang benar dan tidak mengundang dosa bagi
orang lain serta diri sendiri.
 Pada sisi yang lain, jangan pula kita cepat menterjemahkan rasa kesal,
tidak senang, dan emosi kita kepada orang lain pada saat kita menerima
suatu kondisi tidak menyenangkan yang dihadirkan orang lain tersebut,
kepada kita.
 Sebagai seorang yang beriman, sesungguhnya kita memiliki otoritas
untuk melepaskan kuasa kasih dan kebenaran yang berasal dari benak
pikiran kita, ucapan kita, serta perbuatan kita, karena prinsip-prinsip
iman tidak menentukan diri kita untuk memperoleh hukuman.
 George B.S mengatakan : "Manusia menjadi matang/bijaksana bukan semata
karena pengalaman hidupnya, melainkan berdasar sikap dan kapasitasnya
terhadap pengalaman tersebut."
 Belajar dari pengalaman hidup, merupakan upaya kita untuk menghindari
diri kita untuk terlalu sering berbuat salah atau mengulangi berbagai
kesalahan yang pernah kita lakukan, yang sesungguhnya, memang tidak
perlu kita ulangi lagi.
 Akan tetapi, cara terbaik agar kesalahan tidak lagi terulang, kita
refleksikan seluruh alur kehidupan kita pada prinsip-prinsip kehidupan
yang dinyatakan dalam Firman Tuhan.
Bagaimanapun, Firman Tuhan merupakan "sebuah Buku Besar" kehidupan,
yang bisa membawa kita kearah hidup yang lebih baik dan adanya
pembaharuan hidup, sehingga hidup kita menjadi lebih bergairah serta
terarah.
 Yaaa... Firman Tuhan merupakan senjata dan panduan hidup kita. Dalam
hal ini, senjata Allah tersebut diterangkan dalam kitab Efesus 6 : 10 -
18, yang menyebutkan "pedang Roh" adalah Firman Tuhan.
 Firman Tuhan merupakan senjata yang terucapkan (RHEMA) yang bisa kita
pergunakan untuk mengendalikan dan mendisiplinkan diri kita untuk
mengucapkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak berkenan dihadapan
Tuhan.
 Tuhan Yesus merupakan contoh kita untuk dapat bertindak benar dan
mengalahkan keinginan untuk berbuat jahat, kasar, atau brutal
sekalipun,
karena Yesus adalah Sumber Kasih yang telah mengalahkan Iblis (saat
dicobai) dan kematian. Kita bisa mencontoh segenap perbuatan yang Tuhan
Yesus lakukan pada saat Ia hadir sebagai Manusia di bumi ini.
 Apabila kita sudah sempat berbuat salah, jangan tabukan diri kita
untuk mengucapkan kata MAAF, dan jangan lupa juga untuk memohon
pengampunan dosa pada Tuhan, karena memang kita sering lalai untuk
melakukannya.
 Kita mampu untuk melakukan apapun... apakah bertujuan baik, atau
bertujuan tidak baik. Apalagi, semuanya bisa kita lakukan dalam kondisi
sadar (memahami, menyadari dan mengerti dengan tindakan yang kita
lakukan). Oleh karena itu, berpikirlah terlebih dahulu sebelum
bertindak
atau mengucapkan kata-kata.
 Pilih dan tanamkan selalu dalam benak pikiran kita untuk melakukan
yang baik. Jangan biarkan diri kita menyakiti hati serta perasaan orang
lain. Itu dosa tauuukkk... Itu menyakitkan tauuukkk...
HENTIKAN SEGENAP TINDAK KEKERASAN YANG BISA MENYAKITI DIRI DAN HATI
ORANG LAIN, SEKARANG JUGA...!!!
Tuhan Yesus memberkati kita semua.
.Sarlen Julfree Manurung