Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Selamat Jalan Sitor Situmorang!
Setelah Mas Willy (Rendra) si Burung Merak, kini Indonesia kehilangan lagi satu penyair terbaiknya : Sitor Situmorang! Tanggal 21 Desember 2014 yang lalu, Sitor Situmorang meninggal di Belanda. Kembali kepada keabadian, pulang kepada Tuhannya.
Terus terang saya baru sekali melihat dari dekat sosok Sitor. Ketika itu Beliau berkunjung ke Yogya dan sempat membacakan sajak-sajaknya (kalau tidak salah sekitar tahun 1979). Teman saya bilang, Sitor tidak jago baca puisi. Saya akui pendapat itu, tapi karya-karyanya bagi saya sangat luar biasa. Saya menyimpan satu buku puisinya, "Peta Perjalanan", buku ini mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 1976 bersama-sama dengan buku Abdul Hadi WM "Tergantung pada Angin".
Saya suka dengan gaya bahasa Sitor Situmorang yang sederhana. Coba kita baca dua buah sajaknya di bawah ini (dari "Peta Perjalanan" halaman 80 : "Mendaki puncak Merapi" dan halaman 38-39 : "In Communicado (Sandera)") :
MENDAKI PUNCAK MERAPI
Gunung tegak di hadapan mata
menjulang di angkasa pagi,
Sungai menelusur wajah bumi,
Kesepian hutan, lengang pertapa.
(di hutan kundalini
di sumber air air amerta
di lembah dalam dan sepi
hatiku bercermin sorga)
Kami pun sampai di kawah gersang
Sekeliling, jauh di bawah, Jawadwipa,
Di atas sini batu semata, bau belerang,
dan -- entah cari apa -- seekor kera !
IN - COMMUNICADO
(Sandera)
Sel hitam pekat,
Perkuncian berderak
dari sela pintu-cahaya listrik
menusuk mata.
(di mesjid terdekat
azan magrib
baru lewat).
Informan sipil melongok,
lalu menggoreskan korek,
memeriksa
apakah tahanannya ada
(di luar berkecamuk perang saudara)
Ia menyalakan lilin
sisa semalam,
lalu tiba-tiba bertanya :
"Kamu, ya, Sitorsitumorang ?"
Aku memandang lilin
membiasakan mata pada cahaya
dan nama itu mengiang
seperti nama satunya
di taman Firdaus
ketika Tuhan mencari
dan memanggil-manggil : Adam ! Adam !
Di luar perang saudara
Sejarah menghitung korban
dan impian.
Antara informan dan saya
hanya cahaya lilin
dan jurang menganga
antara Tuhan
dan manusia pertama.
Sastrawan Angkatan 45 ini pernah bikin "heboh" dunia sastra dan politik Indonesia dengan sajaknya yang berjudul "Malam Lebaran" dan esainya yang berjudul "Sastra Revolusioner" (Esai yang menyebabkan Sitor dipenjara selama delapan tahun tanpa pernah diadili). Kini Sitor Situmorang sudah "beristirahat dalam damai" -- Rest in Peace! Selamat jalan Sitor Situmorang! Semoga kekayaan batinmu membawaku lebih dekat pada pengenalanku akan sesama, alam, dan Tuhan.
Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!
- Pak Tee's blog
- Login to post comments
- 4516 reads