Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
"Sejuta Keinginan: Membuang, Menolak atau Menerima?"
"Ketika melangkah ke pernikahan maka sejuta keinginan/kebiasaan si pria akan bertemu dengan sejuta keinginan/kebiasaan si wanita. Hasilnya adalah sejuta keinginan bersama dalam mahligai rumah tangga."
Masing-masing harus "membuang" begitu banyak keinginan/kebiasaan pribadi. Komposisinya antara si pria dan si wanita tak selalu harus 50:50, bisa saja 60:40, 70:30 atau mungkin saja 0:100!
Yang jadi masalah: apakah Anda mau dengan rela hati membuang keinginan/kebiasaan itu? Yang kerap sekali terjadi adalah "aku ingin membuang keinginan/kebiasaan dia", atau "aku ingin dia membuang keinginan/kebiasaannya".
Sahabat., umur pernikahan kami masih muda. Dan seseorang pernah menasehati seperti ini: "Jangan pernah berusaha merubah istrimu., TUHAN yang akan melakukannya! Tapi kamu (Putra Hulu) harus berusaha untuk merubah dirimu."
Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi keinginan/kebiasaan pasangan kita? Anda memiliki dua pilihan:
- menolaknya, atau
- menerimanya!
Jika Anda memilih untuk "MENOLAK" keinginan/kebiasaan pasangan Anda maka jangan heran bila pertengkaran akan sering terjadi!
Tetapi jika Anda memilih untuk "MENERIMA" dengan lapang dada, bukankah itu yang dinamakan CINTA?
"Orang yang mengasihi orang-orang lain, tidak senang dengan kejahatan, ia hanya senang dengan kebaikan. Ia tahan menghadapi segala sesuatu dan mau percaya akan yang terbaik pada setiap orang; dalam keadaan yang bagaimanapun juga orang yang mengasihi itu tidak pernah hilang harapannya dan sabar menunggu segala sesuatu."
I Kor 13:6-7 Alkitab BIS
Tuhan Yesus memberkati.
Putra Hulu
http://putra.hulu.googlepages.com
putra hulu - www.putrahulu.multiply.com
- putra hulu's blog
- 5253 reads
Kamu Tidak Seperti Yang Dulu
Orang-orang bilang cinta adalah pengorbanan, para pengkotbah lalu menjadikan Yesus Kristus sebagai teladan. Sepasang suami istri saling berkorban demi cinta, sang istri berkata kepada suaminya, "Kalau kamu mencintaiku, maka kamu harus berkorban, kamu harus bla bla bla ...!"
Sang suami, demi cinta dan demi meneladani Kristus lalu berkorban. Sang istri suatu hari datang ke pendeta dan berkata, "Saya tidak dapat mencintainya lagi, sebab dia tidak seperti yang dulu, dia sudah berubah!"
coba bayangkan, suami istri saling berkorban demi cinta, mula-mula mereka mengorbankan hodynya, lalu hubungan dengan teman-teman, hubungan dengan keluarga, cita-cita dan lain-lainnya. Suatu hari tidak ada lagi yang dapat dikorbankan, namun keduanya sadar cinta adalah pengorbanan. Keduanya lalu sadar, tinggal dua hal yang belum dikorbankan, diri sendiri dan kekasihnya. Sang suami lalu mengorbankan istrinya dan sang istri mengorbankan suaminya.
cinta itu saling memikat, bukan saling mengikat. Cinta itu saling memberi, bukan saling berkorban. Cinta itu tidak mengubah orang lain, tetapi membina diri untuk menjadi orang yang lebih mudah untuk dicintai. Mustahil mencintai orang lain bila tidakmampu mencintai diri sendiri. Mustahil dicintai orang lain, bila tidak mampu mencitai diri sendiri.
Ingin tahu cara jadi pecinta ulung? Silahkan klik di sini
Ingin tahu jenis-jenis cinta? Silahkan klik di sini
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Saya setuju dengan Mas Hai
Saya setuju dengan Mas Hai hai, cinta itu memberi, bukan berkorban. Jadi kita harus melihatnya dengan perspektif ini.
Di awal pernikahan saya, banyak kejutan terjadi, beberapa bahkan belum pernah terpikirkan hingga saya cukup kelabakan menghadapinya.
Tapi mengenai menolak atau menerima kebiasaan pasangan kita, menurut saya intinya bukan menolak atau menerima, tapi bagaimana masing-masing bisa saling berkomunikasi. Ketika malam menjelang tidur kami sering membicarakan hal-hal ini, kenapa kamu kok tadi begini, begitu, saling mengungkapkan yang kami rasakan dan alami. Dari sini saya jadi lebih memahami kenapa pasangan saya bersikap seperti ini. jadi keputusan menolak atau menerima adalah hasil dari kesepakatan yang dilandasi pemahaman. Dengan saling memahami penolakan tidak akan menimbulkan pertengkaran yang berarti.
Kami berdua banyak dibentuk di awal pernikahan kami ini. Memang masih terlalu dini untuk bisa menasihati (masih pemula). Tapi setidaknya itu yang bisa saya share saat ini.
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
Ngomong Sama Ember
Bagi saya, "musuh berantem untuk saling membunuh, teman berantem untuk saling mengenal, saudara berantem untuk menguji betapa kentalnya darah, kekasih berantem untuk memurnikan cinta!"
Ketika istri saya ngomel, saya bertanya kepada diri sendiri, "apakah saya orang seperti yang dia omelkan? Kalau bukan, kenapa dia menilai saya orang demikian?" Dengan pemikiran demikian, maka saya tidak terpancing untuk membela diri atau mencari alasan untuk membenarkan diri apalagi menuduh dia mengada-ada.
Ketika saya ngomel, istri saya pikir saya sedang menuduh dia, maka secara otomatis dia membela diri dan mencari alasan untuk membenarkan tindakannya. Kalau tidak menemukan alasan yang tepat, minimal dia akan membela diri dengan mengatakan, bahwa itu masalah sepele. Ingat kisah saya tentang cara kami memencet odol?
Istri saya tidak suka cekcok, oleh karena itu, dia mengembangkan strategi lain. Ketika saya ngomel, dia akan diam 1000 bahasa dan menunjukan mimik tidak peduli. Hal itu benar-benar menyakitkan dan melecehkan serta membuat saya kesal 1/2 mati. Dengan berlalunya waktu, saya pun lalu engembangkan strategi lain untuk menghadapi strategi tutup mulutnya itu.
Setiap kali dia unjuk rasa tutup mulut pasang muka tidak peduli, maka saya akan ke kamar mandi, mengambil ember lalu memarahinya di depan istri saya. Istri saya akan tanya, kenapa saya marahin ember? Saya akan bilang, mendingan ngomong sama ember daripada sama istri yang ngember. Setelah itu, kalaupun kami tidak tertawa, namun kami tidak merasa saling kesal.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
o ...
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
newly wed
Mas Novi,
Baru aja saya baca satu artikel ini tentang yang dihadapi pasangan pengantin baru. Mau share aja. Matur nuwun buat sharing2 Mas Novi disini juga, it means a lot =)