Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Pulang

Kolipoki's picture

Sebuah pesan singkat kuterima dari sepupuku yang berada di Jogja. Isinya memberitahukan 'kepulangan' Saud. Tak ada perasaan sedih atau kehilangan yang kurasakan saat itu, atau karena kesedihan yang terlalu dalam sehingga aku seperti orang yang mati rasa. Namun kesedihan itu akhirnya tumpah takkala aku sedang di kamar mandi. Pertanyaan "mengapa?" berulangkali kuungkapkan tapi tak adajawaban yang tepat sampai kusadari betapa berluasanya Ia yang menciptakan. Betapa hebatnya kuasa-Nya, karena Ialah yang berhak atas segala sesuatu. Kala Ia memanggil yang menjadi milik-Nya, apakah gunanya gugatan dari ciptaan-Nya yang hanya berasal dari debu tanah?

Saud masih sangat muda. Rasanya tak adil kalau ia hanya punya sedikit kesempatan menikmati hidup ini. Tawanya, kelakarnya, masih jelas terbayang dalam benakku. Sungguhkah kau telah pulang adikku?

Buru-buru kumasukkan barang-barangku ke dalam tas, ... sewaktu diperjalanan menuju stasiun aku baru sadar bahwa HP lupa kubawa dan di stasiun setelah memeriksa tasku, aku baru tahu bahwa aku hanya membawa sebuah kemeja dan sikat gigi.

Sampai di stasiun perasaanku masih gamang, bingung antara menyadari kepergian Saud yang kurasa sangat mendadak dan bingung mencari kereta mana yang harusnya kunaiki karena saat itu sudah jam 7 malam dan kereta api Jogja-Solo sudah tidak ada lagi. Pada akhirnya aku naik kereta jurusan Surabaya-Jakarta karena kereta ini juga berhenti di Jogja.

Tiba di gereja tempat Saud disemayamkan, aku terpekur lama, masih belum percaya bahwa ia memang sudah tiada. Pribadinya yang ramah, polos dan suka membantu, sulit untuk kulupakan. Aku ingat, setiap kali kudatang di tempat yang sama dengan tempat ia disemayamkan sekarang, ia selalu sibuk bicara denganku, minta perhatian dan sedikit manja. Dengan bangga ia akan mengenalkanku kepada teman-temannya, "Ini kakakku" katanya. Aku juga ingat waktu ia menjabat tanganku, kukatakan padanya bahwa tangannya kasar sekali dan ia hanya tersenyum, "kerja keras Kak", katanya. Mengingat ini membuatku menjadi sedih. Aku tidak pernah bekerja sekeras dia. Kehidupan kami berbeda. Aku tidak pernah merasakan kekurangan biaya kuliah juga tidak pernah merasa tidak ada uang untuk makan. Segala sesuatu yang kuinginkan tinggal kukatakan kepada bapak/ibu dan mereka akan memenuhinya. Tapi Saud tidak seperti aku. Ia harus bekerja keras untuk memperoleh segala sesuatu.  Tangannya yang kasar ... itu karena ia adalah seorang pekerja keras. Dia sering dimintain tolong oleh orang-orang sekitarnya, dan tidak pernah menolak. Namun pada hari-hari terakhir sebelum kematiannya, ia menolak untuk dimintain tolong, temannya bilang bahwa baru pertama kali itulah ia menolak untuk disuruh.

Terakhir kali kami bertemu di bulan Desember sebelum saya pulang berlibur ke rumah orang tuaku. Waktu itu ia baru selesai mendekorasi gereja. Kata sepupuku, beberapa hari ia tinggal di gereja untuk menyelesaikan dekorasi Natal. Malam itu, ia banyak cerita dan seperti yang dulu-dulu, ia bersikap over acting. Sekarang setelah dia pergi, aku merindukan sikapnya yang manja dan suka minta perhatian.

Aku beranjak dari tempat dudukku untuk melihat ke dalam peti tempat ia dibaringkan. Adikku ... hm terbaring dengan seulas senyum di wajahnya seakan-akan ia tahu dan senang dengan kehadiranku. "Aku capek adikku sayang, kau merepotkan semua orang sampai-sampai aku harus datang ke sini malam-malam, kau merepotkan semua orang adik sayang." Sekarang ia tidak lagi menyambutku dengan jabatan tangannya dan sapaannya, ia kini hanya membisu.

Waktu aku melihat kerumunan /perhatian orang di sekitar petinya dan sebulumnya juga ketika kumasuk gerja melihat banyaknya orang yang datang, hal ini menyadarkanku bahwa betapa tidak ada gunanya memberikan perhatian kepada orang yang sudah meninggal. Rasa sayang, perhatian, dan kasih tak ada gunanya di tunda-tunda karena tubuh tanpa jiwa tak dapat lagi merasakan sayang dari seseorang. Tubuh yang telah mati tak lagi membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

Kepergian Saud juga membuatku tersadar bahwa kematian datang tanpa diundang, firman Allah yang bilang bahwa Ia datang seperti pencuri di malam hari sungguh-sungguh kini kutahu maknanya. Kusadar bahwa kita tak tahu kapan waktunya, siap atau tidak Ia pasti datang menjemput kita. Aku berpikir, hari ini, besok atau lusa bisa saja aku mati dan apakah aku tlah siap ketika Ia datang menjemputku?

Aku terharu ketika sepupuku menceritakan padaku bagaimana Saud pernah pergi ke Jakarta untuk mencari data skripsinya dengan hanya bermodal uang puluhan ribu dan selama berhari-hari di Jakarta ia tidak makan dan hal itu tidak diceritakannya pada saudaraku yang lain yang ada di Jogja padahal tentu saja saudaraku itu dapat membantunya. Aku sedih sekali membayangkan hal itu, ... sedih menyadari bahwa aku punya banyak keinginan untuk banyak hal, sementara ada saudaraku yang tidak bisa makan ... betapa egoisnya aku!

Kepergian Saud memang membuatku sangat sedih, tidak hanya aku tapi juga semua kami yang mengenalnya. Tidak akan ada lagi Saud yang di mau disuruh-suruh ke mana aja, nggak ada lagi Saud yang dengan mudahnya bisa dimintain tolong. Saud udah nggak ada lagi tapi kepergiannya  memberikanku pelajaran berharga untuk menghargai kehidupan, untuk menghargai waktu yang Ia berikan, untuk siap sedia kapan pun waktu-Nya. Untuk tidak menunda-nunda memberikan perhatian pada orang lain, untuk mengasihi siapa saja.

Kematian ada supaya manusia menghargai arti kehidupan.

Terima kasih Bapa untuk pelajaran yang Kau berikan lewat kematian.

__________________

www.talentakasih.or.id

Eudice's picture

... hal ini menyadarkanku

... hal ini menyadarkanku bahwa betapa tidak ada gunanya memberikan perhatian kepada orang yang sudah meninggal. Rasa sayang, perhatian, dan kasih tak ada gunanya di tunda-tunda karena tubuh tanpa jiwa tak dapat lagi merasakan sayang dari seseorang. Tubuh yang telah mati tak lagi membutuhkan perhatian dan kasih sayang. .....

 

Aku setuju dengan penggalan alinea di atas. Berikan perhatian dan kasih sayang kepada orang tua, saudara, sahabat, kenalan, dll selagi mereka masih hidup. Jangan menunda, jangan menunggu sampai mereka pergi untuk selamanya. Jangan sampai menyesal.

 

Aku juga punya pengalaman kehilangan orang yang sangat saya kasihi, sempat membuatku terguncang. Yang ada dibenak dan kepala hanya satu tanya, mengapa?? Sulit sekali mendapat jawabannya. Sampai pada akhirnya aku sadar bahwa itu rahasia-Nya. Dan aku bisa belajar dari hal itu. Bahwa waktu itu adalah berkat yang sungguh berharga yang dianugerahkan-Nya. Jangan sia-siakan. Pakailah, manfaatkan dengan hikmat-Nya sebelum waktu itu tidak ada lagi bagi kita.

__________________

"kita berbeda dalam semua kecuali dalam CINTA"

gropetz's picture

cukup menyentuh..

thx untuk ceritanya bs mengingatkan aku akan pentingnya mengasihi sesama terlebih ortu kita...