Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Misteri Kematian

ferrywar's picture

Misteri Kematian

Tertulis di sebuah Ucapan Terimakasih seusai acara empat-puluh-harian seorang almarhumah, kata-kata seuntai: “Kematian adalah Kehidupan yang berikutnya. Yang mengerti arti Kehidupan, memahami makna Kematian”.

Sejak ribuan tahun manusia berusaha mengenali dirinya sendiri dan berusaha memahami keberadaannya, kematian tetap tinggal sebagai sebuah misteri. Ia seperti lubang gua hitam dan dalam tak tampak ujungnya. Ada sekian banyak cerita orang kembali dari gua itu, tapi ceritanya tetap tinggal sebagai hal yang bersifat pribadi, individual dan paling jauh diterima sebagai cerita yang spiritual.

Apakah kematian itu?. Ia berada di ujung lorong seperti penjahat. Dan semua manusia akan dihadangnya dan ditikamnya tak ada yang mampu menghindarkan diri darinya. Sosoknya tetap sebagai misteri gelap. Sepanjang jalan kehidupan manusia dihantui oleh penunggu ujung lorong itu.  Maka kegiatan menunggu dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya menjadi sebuah kesadaran kolektif dalam peradaban manusia. Kegiatan itu menjadi beraneka ragam tradisi-tradisi  dan melembaga menjadi agama. Jadi agama adalah suatu lembaga untuk manusia mempersiapkan diri menghadapi keadaan di ujung lorong itu.

Kebutuhan akan keadaan yang harmonis, guyub, damai selama proses menunggu itu mutlak diperlukan. Maka keharusan untuk menyebarkan Kasih menjadi esensiel. Agama-agama besar yang bertahan ribuan tahun selalu mengutamakan esensi ini dalam semua ajarannya. Maka pada kenyataannya, manusia mempelajari Kehidupan untuk kesejahteraannya dan meningkatkan kualitas hidupnya. Pemahaman yang baik akan Kehidupan menciptakan refleksi tentang Kematian. Dengan jalan “memantul” semacam itulah manusia berusaha mengerti makna Kematian.

Melihat Kematian ketika masih hidup, seperti melihat kejauhan  melalui kaca buram. Imajinasi dan fantasi ikut bermain dan karena gelapnya bayangan yang terbentuk berhiaskan ketakutan. Ketakutan itu mengganggu, menyiksa, menghantui setiap waktu sepanjang hidup manusia. Dan manusia harus bersama-sama dengan hantu itu setiap saat. Jadi perlu adaptasi. Manusia perlu mengakrabi Kematian. Apa yang tidak bisa kau lawan, perlu kau jadikan kawan. Prinsip itu mau tak mau berlaku. Maka manusia bermimpi tentang hal yang indah untuk mengalahkan ketakutan itu.

Hampir semua agama, selalu hadir dalam rangka mempersiapkan diri dan berupaya sebisanya mengakrabi penunggu lorong gelap itu. Ada yang bertekun dalam harapan akan Penebusan seperti agama Kristen dengan ujung lorong berupa Surga. Agama Islam juga punya harapan yang mirip. Agama Budha juga mengidamkan keadaan yang bebas gejolak dan menginginkan masuk dalam keheningan sempurna tanpa “kelahiran kembali”. Bahkan agama-agama kecil berupa aliran kepercayaan sangat perduli dengan kematian, nyaris tanpa perkecualian.

Manusia, pada hakekatnya sendirian sempurna menghadapi penunggu ujung lorong itu. Apakah betul lorong itu begitu gelap tanpa tanda dan tanpa bisa dibayangkan? Apakah manusia tidak punya sarana “on-board” untuk memprediksi jalan setapak kearah sana? Manusia dengan tahap evolusi yang mengagumkan seperti sekarang ini, apakah betul betul hanya mengalami evolusi secara fisik saja, seperti evolusi bentuk tubuh, cara jalan, ukuran tengkorak, panjang usus, susunan geligi dan bagian badan yang lain? Agak janggal kalau kebutuhan sarana “mengintip” jejak ke ujung lorong itu sama sekali tidak mendapatkan sarana evolutif dari alam.

Mari kita renungkan.

Tiap hari kita tidur. Kita tidak pernah tahu apa itu tidur. Tapi ada mimpi didalam tidur.  Dalam tidur kita masuk kedalam sebuah dimensi yang tak kita ketahui. Sering terdengar kabar mimpi bisa membawa kesadaran kita masuk kesebuah dimensi waktu yang berbeda dengan dimensi saat terjaga. Tak kurang dari kitab suci banyak menceritakan hal itu. Banyak peramal mendasarkan ramalannya pada mimpi. Banyak paranormal meyakini mimpinya. Lalu APAKAH sebenarnya mimpi itu? 

(bersambung ke bahasan tentang mimpi)

 

 

 

 

 

 

 

manguns's picture

Sebenernya dari judulnya saya

Sebenernya dari judulnya saya mengharapkan ada  bahasan tentang alkitab PB yang memisahkan antara tubuh, jiwa dan roh. seperti 1 Tes 5:23. Kalo kematian umumnya sudah sepakat tubuh kembali kedebu. Bagaimana dengan jiwa dan roh?

ferrywar's picture

jiwa dan roh

Tentang hubungannya dengan roh, nanti sedikit terkait ketika membahas mimpi, Mangun.

Tapi saya pribadi tidak membedakan jiwa dan roh sebagai dua hal yang berbeda secara esensiel. Begitu pula dengan tubuh. Seperti es-air dan uap. Bukan seperti teh manis dengan air. Saya berharap dengan itu masih bisa ada harapan memahami kebangkitan badan.

jlwijaya's picture

ferry:jiwa dan roh.

jiwa adalah roh yang berpadu dengan tubuh jadi jiwa juga adalah roh tetapi roh bukan jiwa.

manusia secara entitas dua secara fungsional tiga yaitu tubuh dan jiwa dan roh

ferrywar's picture

Kebanyakan orang berpendapat

Kebanyakan orang berpendapat begitu. Terutama bagi penganut agama2 samawi. Tapi bila kita telaah "tubuh" yang terdiri dari molekul, atom sampai bagian bagian dari atom yang akhirnya kita masuk kepada bahasan enerji, maka jiwa dan tubuh menjadi berentitas sama. Seperti jiwa menggerakkan tubuh menurut paradigma agama. 

irwanda.bobby's picture

@ferrywar

pak, yang dimaksud dengan agama samawi itu apa ya? ^ ^

__________________

masih dalam tahap membaca, memperhatikan dan mencerna

ferrywar's picture

samawi

Islam dan Kristen untuk agama besarnya. Yang meyakini wahyu. 

irwanda.bobby's picture

terima kasih untuk

terima kasih untuk penjelasannya pak ferry. ^ ^

__________________

masih dalam tahap membaca, memperhatikan dan mencerna

hai hai's picture

Samawi

sa·ma·wi a bertalian dng langit: agama --

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak