Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mereka Tidak Tahu Ini Hari Natal.

Tante Paku's picture

     TOKO-TOKO yang berjajar di sepanjang jalan dr. Rajiman begitu meriah dengan bermacam pohon cemara yang berkelap-kelip. Siti, gadis kecil berusia 10 tahun, memandangnya dengan takjub. Sementara orang lalu-lalang di sekitarnya memandangnya dengan jijik, bahkan ada yang menutup hidungnya, karena tak tahan dengan bau tubuhnya, entah sudah berapa hari tidak mandi.

     Mata Siti menatap serombongan perempuan remaja yang sibuk memilih pernak-pernik hiasan untuk pohon natalnya. Heran, kok mereka bersemangat membeli berbagai bentuk yang tidak ia mengerti itu. Mereka seperti tidak sayang membuang uang hanya untuk membeli barang-barang seperti itu. Siti memberanikan diri mencolek pinggang salah satu gadis remaja itu.

     "Mbak minta uang, aku belum makan dari pagi," kata Siti dengan wajah sesedih mungkin. Gadis yang dicolek itu terkejut sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya, lalu tangannya membersihkan bajunya bekas tangan Siti tadi.

    Oh, kenapa mereka tidak mau memberiku uang? Padahal aku tahu uang mereka banyak. Berapa harga pohon cemara plastik berikut hiasannya itu mereka beli? Duitnya setumpuk, banyak sekali, huh, dasar pelit! Gerutu Siti dalam hati.

     Ia berjalan lagi. Menyusuri trotoar sambil melihat warna-warni lampu yang berkelap-kelip di setiap toko. Ia berhenti sejenak, melihat etalase yang memajang pohon cemara besar dengan berbagi hiasan yang menarik, matanya terbelalak kagum. Tapi ia tak bisa lama menikmati, karena keburu Satpam toko mengusirnya dengan mengacungkan tongkatnya!

     Matahari semakin tinggi, Siti masih asyik memandangi isi toko. Bulan ini semua toko meriah dengan hiasan bersuasana natal, juga orang-orang yang belanjapun menarik. Heran, mereka bisa jalan-jalan ke toko ini, bisa membeli baju-baju yang mereka sukai, berbagai roti yang menggiurkan liurnya, sepertinya uang begitu gampang keluar dari kantongnya. Ingat uang, Siti merogoh kantongnya. Astaga, rupanya ia baru mendapatkan uang lima ratus rupiah saja! Siti ingat perutnya belum diisi makanan sejak pagi!

     Seorang ibu tua menjadi harapan Siti berikutnya, dengan penuh harap dihampirinya, ia yakin, biasanya ibu tua lebih murah hati. Ia kembali menengadahkan telapak tangannya sambil menghiba bahwa sejak pagi belum makan. Kali ini usahanya berhasil, sekeping lima ratusan diletakkan ke dalam tangannya. Sambil mengucapkan terima kasih, Siti berlalu.

     Siti kembali berhenti di depan restoran cepat saji yang cukup terkenal. Di sini juga tampak pohon cemara berhiaskan warna-warni lampu begitu indah terpasang di sudut ruangan. Ia melongok ke tempat sampah di depan toko itu, biasanya di tempat itu banyak remah-remah dan sisa makanan yang dibuang. Dengan penuh harap Siti mengkais-kaiskan jemari kecilnya. Ia meraih sebungkus kertas, dibukanya, ada beberapa sisa nasi dan sedikit tulang yang masih ada sisa dagingnya. Dilahapnya sisa itu dengan rakus. Tapi ia tak bisa menikmatinya dengan leluasa, petugas restoran itu menghardiknya pergi, ia dianggap bisa mengganggu selera makan tamu-tamunya.

    Siti kembali berjalan, setelah membuang bungkus sisa nasi tadi. Perutnya tentu masih lapar.  DI kantong uangnya cuma seribu, bagaimana bisa untuk membeli nasi dan minumnya? Ia hanya bisa menelan ludah, ketika melihat seorang anak kecil makan ice cream dengan nikmatnya. Ia hanya berharap anak itu membuang sedikit saja, agar ia bisa merasakan nikmatnya ice cream itu. Ah, sialan, anak itu digandeng ibunya kembali masuk ke toko.

     Dengan uang seribu, Siti membeli jadah bakar di depan toko yang ia lewati, baunya membuatnya semakin lapar, maka ia relakan uang itu untuk satu jadah yang sangat tipis irisannya. Sambil berjalan ia mengunyahnya pelan-pelan. Ketika ia haus, beruntung ada plastik berisi teh yang tergeletak di tepi jalan. Ia ambil langsung ia minum sisa teh itu. Satu jadah dan seteguk teh lumayan buat mengganjal perutnya untuk sementara.

     Hari semakin sore, Siti hanya memperoleh tambahan beberapa keping seratus rupiah saja, bahkan tidak sampai seribu. Hari ini memang banyak orang pelit, pikirnya. Mereka lebih suka membeli pohon plastik yang tidak enak dimakan, keluh Siti keki. Kakinya terus melangkah hingga jauh menuju pinggiran sungai, tempatnya tinggal selama ini.

     Lampu-lampu temaram dari bohlam 5 watt di perkampungannya seperti menunjukkan kehidupannya yang serba remang-remang dan tidak terang. Tiba-tiba bahunya disentuh, "Hei Siti, cepat pulang Mbokmu dari tadi mencarimu!"

     "Eh tante Sari, kok dandan rapi mau kemana?"

     "Mau ke gereja, ini kan hari natal," jawab tante Sari. Tetangga Siti yang bernama Sari ini memang lucu, ia hanya pegawai toko kecil, tapi selalu minta dipanggil tante, padahal rasanya tidak cocok di kalangan gelandangan ada tante, itu kan cuma panggilan buat orang kaya.

     "Tante, mau tanya, kalo natal kok banyak pohon cemara yang dijual?"

     "Karena itu pohon yang laku."  jawab tante Sari sebisanya.

     "Natal itu apa sih tante?"

     "Natal itu hari lahirnya Yesus Kristus ke dunia sebagai Juru Selamat manusia."

     "Manusia yang mana tante?"

     "Ya semua manusia! Sudah ah aku nanti terlambat." kata tante Sari sambil berlalu meninggalkan Siti yang masih termangu.

     Dilanjutkan langkah kaki Siti menuju rumahnya dengan kakinya yang telanjang. Di matanya terbayang kembali perlakuan gadis yang ia colek pinggangnya, juga perlakuan Satpam toko, serta perlakuan pegawai restoran tadi dan orang-orang yang menutup hidungnya ketika berpapasan dengannya. "Apa mereka tidak tahu ini hari natal? Apa mereka tidak tahu Yesus Kristus datang untuk semua manusia?"

 

SS.251209

 

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat

 

 

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

helvry's picture

Slamat Natal untuk kita semua

Slamat Natal untuk kita semua