Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menyingkap Trauma Tersembunyi

Purnawan Kristanto's picture

134150737426380470

Selama bertahun-tahun Al mendampingi warga yang menjadi korban perikaian bersenjata antara militer Filipina dan milisi New People Army yang beraliran komunis. Banyak warga sipil yang terbunuh karena pengeboman yang serampangan oleh militer Filipina. Pendekatan kekerasan yang digunakan oleh pemerintah ini menimbulkan penderitaan di kalangan rakyat. Batin Al sangat tertekan menyaksikan peristiwa yang sangat mengenaskan.

Karena sudah terlalu lama bekerja di akar rumput, maka pimpinan organisasi memutuskan untuk menyekolahkan Al di Amerika. Pada suatu hari, di dalam perkuliahan, seorang dosen memaparkan teori tentang pengampunan. Selama perkuliahan, Al merasa sangat gelisah mendengar kata-kata sang dosen. Hingga akhirnya dia tidak dapat menahan diri lagi. Dia berdiri dan menentang pengajaran sang dosen. Saat itu dia tidak percaya lagi tentang pengampunan. Dia lalu bercerita bagaimana rakyat Filipina yang tak bersalah dibantai secara massal. "Begitu mudahkah menyelesaikan persoalan hanya dengan pengampunan?" sergah Al. Selanjutnya dia memaki-maki dosen. Menurutnya, berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun mendampingi korban konflik, pengampunan adalah omong kosong.

Al Fuertes adalah fasilitator pada pelatihan "Pemulihan Trauma Berbasis Masyarakat" yang diselenggarakan oleh Mindanao Peacebuilding Institute di Davao. Filipina. Al membagikan cerita ini pada hari kedua pelatiah untuk menunjukkan bahwa keberadaan trauma itu tidak mudah dikenali. Kadang-kadang, trauma itu terpendam di jurang alam bawah sadar manusia selama bertahun-tahun. Hingga suatu ketika, trauma ini muncul secara tiba-tiba ketika terpicu oleh sesuatu.

Pengalaman yang hampir sama dimiliki oleh Dedet. Dia adalah co-fasilitator pelatihan. Suatu ketika, dia harus mengevakuasi dan mengidentifikasi jenazah korban pembantaian massal oleh tentara pemberontak di Mindanao. Karena begitu banyaknya jasad yang harus dipulasara, Dedet tidak pynya waktu lagi untuk meratap.

Bertahun-tahun kemudian, Dedet mengikuti pelatihan pemulihan trauma. Dalam pelatihan itu, partisipan diminta untuk memikirkan satu benda yang menyimbolkan tentang trauma.

"Ah itu mudah," kata Dedet dengan enteng.

Dia perasaan ringan, Dedet mengambil sekuntum bunga lalu mencabut kelopak bunga satu-persatu sambil menyebutkan nama-nama korban pembantaian. Namun begitu kelopak bunga itu jatuh ke

Bahkan tidak punya waktu lagi untuk meratap. Hingga akhirnya pada saat ikut pelatihan. Dia ambil bunga. Setiap kelopak dia petik dan dijatuhkan ke dalam tanah sambil menyebutkan nama mereka satu persatu. Namun begitu kelopak-kelopak itu menyentuh lantai, meledaklah tangis Dedet. Untuk pertama kalinya Dedet meratapi tragedi kemanusiaan yang dia saksikan.

+++

13415074291707042872Lima hal terpenting dalam hidup

 

Al membagikan kertas berbentuk daun dan bunga yang berwarna-warni. Tugas partisipan adalah menuliskan 5 hal yang paling penting dalam hidupnya pada kertas tersebut. Ada yang menulis: pekerjaan, keluarga, teman, kesetaraan, keadilan dll.  Kertas tersebut ditempelkan pada papan tulis di depan kelas.

"Kertas-kertas yang ditempel itu melambangkan masyarakat. Lihatlah, ada taman yang indah di situ. Jenisnya bermacam-macam dan berwarna-warni. Hal itu melambangkan bahwa setiap nilai individu mendapat tempat di dalam masyarakat," kata Al.

Tiba-tiba Al meremas, merobek dan merusak tempelan tersebut. Hal itu untuk menggambarkan peristiwa yang menimbulkan trauma di dalam masyarakat. Peristiwa itu biasanya berupa peperangan, konflik, bencana dan wabah penyakit. Taman yang semula tampak indah berubah menjadi kurang indah. Ada perasaam marah, dendam, sakit hati, kejengkelan, dll. Ini adalah trauma massal. Semua anggota dalam masyarakat terkena trauma.

Trauma ini datang tak terduga. Kadang trauma masuk ke dalam inti batin sehingga tidak mudah untuk diketahui. Itu sebabnya, langkah pertama dalam pemulihan trauma adalah mengenali dan mengakui adanya trauma itu.

Bagaimana kita bisa mengetahui adanya trauma. Secara umum ada empat level trauma:

Pertama, level personal. Setiap manusia pasti pernah mengalami stress. Itu adalah hal yang normal. Namun jika stress tersebut berlangsung terus-menerus selama 30 hari maka hal itu sudah tidak normal lagi. Perlu ada penyelidikan kemungkinan ada trauma. Trauma personal terjadi di dalam diri seseorang. Ciri-cirinya, dia merasa khawatir dan tidak enak. Dia merasa ada sesuatu yang salah tapi dia tidak tahu apa itu. Kedua, adalah level komunal. Trauma ini terjadi di dalam masyarakat. Baik itu di dalam komunitas maupun di antara komunitas. Ketiga adalah level nasional. Keempat adalah level internasional.

Derajat viktimisasi trauma juga berbeda. Ada orang yang menjadi korban primer. Orang ini mengalami langsung kejadian traumatik itu. Level kedua adalah orang yang melihat atau mendengar kejadian itu dari korban primer. Orang ini sebenarnya tidak mengalami kejadiannya, namun setelah mendengar cerita dari korban primer maka dia mengalami trauma juga. Dia disebut korban sekunder. Level ketiga disebit korban tersier. Orang ini mengalami trauma akibat dari korban sekunder. Pembagian level ini dibuat untuk membedakan penanganan pemulihan. Setiap level korban memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda.

***

1341507505323077534

Dalam pendekatan klinis, pemulihan trauma dilakukan berdasarkan gejala yang tampak. Sedangkan dalam pemulihan berbasis masyarakat, pemulihan trauma dilakukan dengan mencari akar penyebab trauma tesebut. Ada beberapa kategori trauma dalam pendekatan berbasis masyarakat:

  1. Trauma transgenerasi, yaitu trauma yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kadang ada masyarakat yang sengaja mempertahankan trauma tersebut dengan tujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar. Contoh paling mutakhir adalah trauma serangan 11 September. Setiap tanggal tersebut televisi mengulang-ulang video ketika pesawat menabrak menara kembar. Mengapa stasiun televisi tidak menayangkan pemulihan yang dialami oleh korban tragedi itu? Rupanya itu disengaja untuk melindungi kepentingan nasional Amerika. Mereka sengaja memelihara trauma itu. Trauma ini dapat diturunkan dalam bentuk sejarah, musik, video games, dll.
  2. Trauma yang tidak disadari. Masyarakat tidak menyadari kalau memiliki trauma.
  3. Trauma majemuk. Masyarakat mengalami kejadian traumatik berulang-ulang. Akibatnya mereka menjadi mati rasa. Sudah tidak ada lagi perasaan sedih. Istilah populernya, "air mata sudah kering." Contohnya: korban tsunami mengalami trauma karena goncangan gempa. Setelah itu dihempas oleh gelombang tsunami. Saat mengungsi, mereka melihat mayat bergeletakan dan puing-puing berserakan. Hal itu menimbulkan trauma. Ketika berada di barak pengungsian, mereka hidup di lingkungan yang tidak layak. Trauma yang bertubi-tubi terakumulasi di dalam batin pengungsi.
  4. Shared trauma. Sebenarnya hanya ada satu orang yang semula mengalami trauma. Namun karena adanya solidaritas, maka seluruh anggota ikut merasakan trauma. Contohnya, anggota satu gang diserang, maka seluruh anggota gang merasakan trauma.
  5. Trauma karena pilihan. Trauma terjadi pada seseorang dengan cara mengidentifikasikan diri dalam sebuah trauma. Mereka menciptakan trauma untuk diri sendiri.
  6. Trauma ekologis: Tanah sekarat. Gunung tidak ada hutan lagi. Lingkungan juga mengalami trauma.

 

Bagaimana cara memulihkan trauma? Ada yang menyarankan agar si korban berusaha melupakan kejadian itu. Akan tetapi Al justru menyarankan sebaliknya. Jika kita mengalami trauma, maka kita justru harus remembering (mengingat lagi). Kata remember berasal dari kata re (kembali) + member (anggota). Al menjelaskan, saat trauma terjadi, maka kita terpisah (dismember) dengan kehidupan lama kita. Kehidupan normal kita terenggut oleh trauma. Sama seperti hiasan daun dan bunga yang rusak, kehidupan kita menjadi 'rusak' ketika mengalami trauma.

Dengan melakukan remembering, kita mengingat kejadian traumatik itu sembari menerimanya sebagai bagian dari kehidupan kita. Dengan begitu, kita mulai dapat memulai lagi kehidupan baru kita.

Al memberi ilustrasi dengan merapikan kembali tempelan bunga dan daun yang pernah diremas dan disobek-sobeknya. Proses merapikan kembali ini melambangkan upaya pemulihan trauma.

13415075501765861678Merapikan

"Di dalam pemulihan trauma, kita tidak dapat berharap kembali pada kehidupan asli" ujar Al. Meskipun sudah dirapikan namun bekas-bekas lipatan dan sobekan pada kertas tidak bisa hilang. Bahkan ada bagian tertentu yang tidak bisa dikembalikan lagi. Demikian juga dalam pemulihan trauma, kita tidak bisa mengembalikan situasi pada kehidupan yang sama persis sebelum terjadi trauma. Meski begitu, di dalam pemulihan trauma ini masyarakat diajak untuk melanjutkan kehidupannya. Kalau bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan sebelum terjadi trauma.

 

Baca juga:

__________________

------------

Communicating good news in good ways