Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mengebiri Kitab Maleakhi

Purnomo's picture

Berapa ayat Alkitab yang Anda hafal? Masih ingat yang ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya …….” ? Ayat ini ada di Yohanes 3:16 yang mendasari pelajaran katekisasi. Masih ada satu lagi favorit orang beriman. “Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku. . . . .” dalam Mazmur 23 yang selalu terngiang bila kita sedang digulung masalah. Those verses are the most precious ones for us.

 
Sedangkan yang ini Anda hafal karena sering dikumandangkan menjelang kantong kolekte diedarkan. “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan(selanjutnya disingkat ppsp) itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan” (Maleakhi 3:10).
 
Pasti ketika pertama kali mendengar ayat ini dibacakan, Anda bingung karena terasa tidak sejalan dengan Mazmur 23. Di ayat favorit kita, Allah bagaikan seorang ibu yang tanpa pamrih mencukupi dan melindungi kita. Tetapi di ayat favorit penatua dan pendeta, Allah itu seperti pedagang saja. Anda serahkan uang, Allah berikan barang plus bonusnya. Tetapi kalau Allah tidak menepati komitmen-Nya bagaimana?
O, jangan menyalahkan Allah. Pamali,” begitulah yang sering dikatakan pendeta. “Pasti ada yang belum beres dalam diri Anda sehingga Allah menunda membuka tingkap langit. Jangan-jangan masih ada dosa yang Anda sembunyikan.” Maka yang terjadi kemudian adalah kegiatan menaikkan doa minta ampun. Bila pintu surga masih juga macet, dilakukanlah sweeping benda-benda yang tidak berkenan kepada Allah. Semua kamar dimasuki, semua lemari dibuka. Patung garuda sovenir dari Bali dibakar; hio India pengharum ruangan diremukkan; antena televisi berlangganan dihancurkan karena ada channel Fashion TV yang menayangkan keindahan tubuh perempuan dalam lingerie; bahkan buku tulis si Tole yang sampulnya bergambar penyanyi dangdut dirobek. Diam-diam Anda menangis. Allah telah berubah menjadi teroris yang kebal hukum.
 
Menguji Tuhan, yok
Anda percaya janji Tuhan Yesus untuk melindungi umatNya senantiasa? Yakin? Pergilah ke tepi jalan utama kota Anda di siang hari. Pejamkan mata. Lalu, menyeberanglah dengan mata tetap tertutup. Tidak berani? Apakah ini berarti Anda tidak mengimani FirTu yang menjanjikan penyertaanNya? Pasti Anda akan memberondong saya dengan peluru yang Yesus pergunakan untuk membungkam Iblis ketika Ia dicobai di padang gurun. "Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Matius 4:7, Ulangan 6:16).
 
Memang larangan mencobai atau menguji Tuhan Allah merajut Perjanjian Lama. Di antaranya ada dalam Mazmur 95:8,9 “Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku.” Tetapi mengapa melalui Maleakhi, Tuhan Allah menantang umatNya untuk menguji-Nya? Biasanya, seseorang menguji orang lain apabila ia meragukan integritas orang itu. Misalnya, ketika seseorang menerima PRT baru, ia sengaja teledor meletakkan uangnya untuk melihat apakah PRT ini jujur dan bisa dipercaya. Apakah pada jaman Maleakhi, umat-Nya sudah tidak dapat dipercaya lagi?
 
Melalui mulut Nabi Yesaya Allah pernah mengucapkan tantangan yang sama kepada seorang raja. "Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas." Tetapi Ahas menjawab: "Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai TUHAN" (Yesaya 7:11,12). Ahas adalah raja Yehuda yang lebih mempercayai kekuatan Asyur untuk menjaga negerinya daripada bersandar kepada Allah. Ia murtad dan keji. Ia membakar anak-anaknya sendiri sebagai persembahan kepada ilah seperti adat bangsa kafir (2 Raja 16:3, 2 Tawarikh 28:3). Ia menghancurkan isi Bait Suci dan menyembah ilah para musuh yang telah mengalahkannya (2 Tawarikh 28:23-25). Ia berpikir seperti bangsa kafir, yaitu bila seseorang bisa mengalahkan aku berarti sesembahannya lebih dahsyat daripada sesembahanku.
 
Tantangan Allah jauh lebih hebat daripada yang diucapkan-Nya melalui Maleakhi. Bila Maleakhi berbicara mengenai “tingkap-tingkap langit”, Yesaya menyodorkan juga “dunia orang mati”. Ini berarti bila Ahas meminta roh Musa muncul di depannya, Allah akan melakukannya. Allah sedang murka, sangat murka. Tetapi sejahat-jahatnya Ahas, ia masih tidak berani menerima tantangan ini. Mungkin masih tersisa secuil ketakutan kepada Allah Israel seperti yang diajarkan Daud melalui nyanyiannya, “Berulang kali mereka mencobai Allah, menyakiti hati Yang Kudus dari Israel” (Mazmur 78:18).
 
Apakah kita sejahat Ahas sampai penatua menganjurkan kita untuk menguji Tuhan dengan membacakan Maleakhi 3:10 menjelang kantong kolekte diedarkan? Di gereja saya ayat ini sering dibacakan, tetapi saya tidak demo. Karena kemudian dalam doa persembahan, penatua memohon Tuhan menuntun para penatua dan pengurus Komisi dalam membelanjakan uang kolekte itu, sehingga dapat mempertanggung-jawabkannya kepada Tuhan. Mereka tahu kepada siapa ayat emas itu dialamatkan. Yes! Kepada para pengurus gereja dan rohaniwan! Dengan doa itu mereka tidak mengebiri Kitab Maleakhi sehingga kehilangan kekuatannya.
 
Bapak-Ibu penatua, dengarlah
Pernahkah Anda membaca seluruh Kitab Maleakhi yang berisi 55 ayat? Tanpa harus belajar di seminari Anda bisa merasakan murka Allah yang diungkapkan dalam bentuk tanya jawab yang lugas, tentang berbagai dosa, tidak tentang persembahan saja. Sampai-sampai Allah berkata “Sekiranya ada di antara kamu yang mau menutup pintu, supaya jangan kamu menyalakan api di mezbahKu dengan percuma” (1:10). Dan memang kemudian Allah sendiri menutup “pintu Bait Suci”-Nya. Setelah Maleakhi tidak ada lagi Firman Allah sampai Firman itu berinkarnasi dalam diri Tuhan Yesus.
 
Kepada siapakah teguran ini dialamatkan? Pasal 1:6-7 mengatakan Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?" Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?" Dengan cara menyangka: "Meja TUHAN boleh dihinakan!" Pasal 2:1 menulis kembali alamat teguran ini. Maka sekarang, kepada kamulah tertuju perintah ini, hai para imam!”
 
Para imam yang seharusnya menjadi teladan ketaatan kepada Allah dalam ibadah, nyatanya justru menghina Tuhan. Para imam yang harus mengajar orang banyak, malah menyesatkan mereka dengan memberi contoh yang buruk dalam kehidupannya.
 
Tidak sedikit jemaat masa kini yang diam-diam mempergunjingkan “keanehan” yang dilakukan oleh penatua Gerejanya berkenaan dengan uang persembahan. Tampaknya perilaku dalam Maleakhi 1:13 masih terjadi. Kamu berkata: "Lihat, alangkah susah payahnya!" dan kamu menyusahkan Aku, firman TUHAN semesta alam. Kamu membawa binatang yang dirampas, binatang yang timpang dan binatang yang sakit, kamu membawanya sebagai persembahan. Akan berkenankah Aku menerimanya dari tanganmu? firman TUHAN.”
 
Pada Hari Thanksgiving Day gereja-gereja pedesaan memberikan persembahan yang unik. Mereka yang mata pencahariannya bercocok tanam, membawa sayur dan buah hasil kebunnya. Mereka yang beternak membawa ayam, itik bahkan kambing. Persembahan mereka ini nantinya dilelang selesai ibadah. Pembelinya adalah jemaat gereja-gereja kota satu denominasi yang diundang datang. Kehadiran mereka sebagai pembeli juga menjadi bukti perhatian mereka kepada gereja-gereja yang kurang mampu.
 
Konon di sebuah desa pada hari istimewa itu seorang jemaat bersemangat membawa seekor kambing yang gemuk ke gereja. Penatua yang bertugas menerima persembahannya menariknya ke tempat sunyi di belakang gereja. “Sampeyan ini mbokyao jangan grusa-grusu. Kambing kena katarak kok dipersembahkan kepada Tuhan Yesus.” Ia jadi bingung karena untuk pulang kembali ke rumah menukar kambingnya perlu waktu 2 jam. Lagipula ia hanya lulusan SD Inpres yang tidak pernah diajari menengarai mata kambing yang kena katarak atau perlu kacamata plus enam. Karena itu ia minta dispensasi. Dan biaya dispensasi itu adalah 5 ekor ayam yang nanti harus diantarnya ke rumah penatua itu. Bukankah ini binatang yang (dibuat) “sakit” seperti yang dikeluhkan oleh Allah?
 
Apakah saya mengada-ada? Benar, contoh itu hanya imajinasi saya semata dan semoga tidak pernah terjadi di gereja-gereja pedesaan. Tetapi apakah saya mengada-ada bila di sini saya bercerita ada penatua yang meminjam keyboard baru gerejanya dan sebagai gantinya ia meminjamkan keyboard pribadinya yang dibeli 6 tahun yang lalu? Atau ada penatua yang karena kesibukannya tidak sempat menyetorkan titipan uang persembahan seorang jemaatnya sehingga terpaksa memarkir uang itu di rekening pribadinya sampai berbulan-bulan?
 
Dalam semangat mengumpulkan dana bagi Gereja, penatua sering menghalalkan segala cara untuk mendapatkan persembahan dari jemaatnya. Mereka menakut-nakuti jemaat yang belum bisa memberikan ppsp dengan ayat-ayat Kitab Maleakhi yang sudah dikebiri, dipotong-potong sesuka hatinya, dilepas dari konteksnya. Bahkan mereka yang sedang sakit pun “dianjurkan” (maksudnya diharuskan) segera melunasi hutang persembahannya agar Tuhan memberikan kesembuhan baginya. Inilah “binatang rampasan” yang mereka bawa ke altar Tuhan. Persembahan yang diserahkan karena teror adalah persembahan yang tidak sehat karena terkontaminasi keringat dingin.
 
Mungkin bangsa Israel mempersembahkan binatang yang sehat, roti yang segar tetapi para imam telah menukarnya menjadi binatang yang timpang dan roti cemar, roti yang basi yang diapkir dari bakery. Tidak sedikit jemaat yang mengherani kalung emas yang dimasukkan ke kantong kolekte, Minggu depannya dikenakan oleh seorang ibu pengurus Gereja. Saya yakin ibu itu tidak mencurinya. Tentu untuk tidak menyulitkan bendahara Gereja ia membelinya. Yang jadi pertanyaan adalah berapa ribu rupiah uang yang diberikannya untuk setiap gram emas itu? Sesuai dengan harga pasaran, atau hanya 50 ribu rupiah? Jika seorang jemaat mempersembahkan uang dolar Amrik-nya, tentu sah-sah saja bila ada penatua yang bersedia menukar dengan rupiahnya. Tetapi berapa nilai tukar yang dipakainya? Sepuluh ribu atau hanya 7 ribu rupiah per dolar?
 
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ………..” Apakah pengurus Gereja telah membawa seluruh persembahan jemaatnya ke mezbah Tuhan? Saya pernah menulis cerita berikut ini dalam artikel Melayani sambil Mengutil.
 
Sebuah Komisi Sekolah Minggu berencana mengadakan refreshing course bagi gurunya. Proposal dibuat dan diserahkan kepada majelis pembimbingnya. Membaca sekilas, beliau mencoret sebuah nama penceramah. “Biar saya yang membawakan ceramah ini,” katanya. Biayanya jadi nol?, tanya saya. “Oh tidak. Tetap saja 500 ribu,” katanya. Saya tidak setuju sehingga debat terjadi. Hasilnya? Bukannya anggaran mengecil, malah membengkak karena beliau kemudian juga memberi honor kepada guru pemimpin ibadah pagi, pemimpin pujian dan pendoa syafaat sebesar 25 ribu rupiah. Saya langsung menyatakan berhenti jadi guru SM.
 
Keluar dari ruang rapat, seorang guru senior membujuk saya untuk membatalkan keputusan saya. “Saya mengajar di kelas SMP dan anak-anak sudah saya latih untuk berpikir kritis,” jawab saya. “Keputusan ini pasti sampai ke telinga mereka karena ada di antara mereka yang anak majelis. Kalau mereka bertanya apa yang telah saya lakukan ketika melihat ada garpu bergigi tiga di kantong persembahan (1 Samuel 2:13,14) mereka, apa jawab saya?”
 
Gereja ini kemudian juga membagi cincin emas kepada majelis yang telah berdinas 2 periode. Untung saya sudah dipindah-tugaskan ke kota lain oleh perusahaan sehingga saya tidak sempat memaksa mereka membayari uang muka kredit sepeda motor bagi guru SM yang telah bertugas 10 tahun ke atas. Kalau yang di atas dapat, masak yang di bawah enggak? Ya enggak dong. Ngapain ikut-ikutan menjarah uang Tuhan.
 
Bukan cerita baru bila sebuah Gereja dalam menambah pemasukan uang menitipkan uangnya tidak lagi di bank, tetapi kepada para pengusaha, yang juga jemaat atau penatuanya, yang bisa memberikan bunga berlipat kali. Dan juga bukan cerita baru bila kemudian muncul berita burung Gereja ini Gereja itu uangnya sekian milyar dibawa orang kabur.
 
Sinode sebuah denominasi menjelang sebuah pemilu menerbitkan surat edaran meminta pendeta yang ikut jadi caleg mencopot jubah kependetaannya. Pada saat yang sama di internet beberapa netter mencurigai adanya uang persembahan di beberapa gereja dipergunakan untuk kampanye pilkada. Apakah dua kejadian ini punya hubungan, saya tidak tahu. Tetapi jika “bank gelap” itu tidak pailit; jika uang persembahan jemaat yang dibelikan tanah atau bangunan dan ketika dijual mendatang laba besar; dan pendeta yang disponsori kampanyenya terpilih jadi pejabat, apakah “sisa hasil usaha” ini bukan roti basi atau binatang cacat di mezbah Tuhan?
 
Saya tak dapat menjawab pertanyaan ini, karena ini wewenang para penatua yang menentukan jemaatnya mau dibawa ke mana. Silakan bertanya sendiri kepada penatua Anda. Tetapi, lakukanlah dengan sopan, demi keselamatan diri Anda. Di sebuah gereja ketika saya ngotot mempermasalahkan sebuah persembahan yang teramat mahal tetapi cacat (karena mempopulerkan nama pemberinya), seorang aktivis berbisik kepada saya, “Hati-hati, biaya membunuh orang di kota ini tidak mahal.” Ia tidak bercanda dan saya tahu musibah ini bisa terjadi pada diri saya karena di denominasi gereja ini ada seorang pendeta bercerita pernah menginjili 3 pembunuh sewaan yang dikirim ke rumahnya oleh rekannya sendiri. So, careful-lah. Kalau Tuhan saja dilawan apalagi kita. Uang adalah penguji iman nomor wahid.
 
What should we do?
Firstly, ingatlah kesetiaan Elkana mengantar persembahannya di masa imam Eli dan kedua anaknya – Hofni dan Pinehas – menjarah mezbah Tuhan (1 Samuel 2:29). Seperti orang Israel lainnya, pasti ia tahu adanya penjarahan ini. Tetapi ia tidak peduli.
 
Dalam sebuah acara kesaksian seorang jemaat bercerita, “Saya memberikan persembahan dengan tulus. Ini urusan saya dengan Tuhan. Setelah itu, uang persembahan ini mau diapakan, saya tutup mata. Itu urusan Tuhan sendiri dengan para majelis. Saya tidak patut meributkannya.”
 
Tetapi apakah mudah memberikan persembahan bila kita tahu benar (bukan sekedar berprasangka) uang ini kemudian dihambur-hamburkan, bukan untuk menyenangkan Tuhan tetapi untuk menyenangkan pendeta dan para penatuanya? Mau protes tidak berani. Mau pindah gereja, di kota ini tidak ada gereja lain. Bukankah kita ikut bersalah dengan tetap memberikan ppsp karena membuat Gereja ini punya uang untuk dijarah? Kalau kita mogok memberi sehingga Gereja tidak punya uang, apa yang mau mereka jarah? Bagaimana? Stop saja?
 
Saya mengerti kesulitan ini. Saya juga jengkel bila ada penatua berkata, “Ini kan uang gereja, bukan uangmu. Mengapa sih kamu tetap memprotes rencana pengeluaran ini?” Mentang-mentang bukan uangnya sendiri, enak saja uang itu dibelanjakan tanpa dipikir apakah akan membawa kemuliaan Nama Tuhan, atau hanya memberikan kenikmatan diri sendiri. Pernyataan ini dan sejenisnya telah memberi indikasi penatua itu tidak punya respek terhadap uang persembahan jemaatnya.
 
Saya tidak tergoda untuk berhenti memberikan ppsp dalam situasi ini. Saya tahu Bait Suci di jaman Elkana dan Hana hanya ada satu. Tetapi sekarang di sekitar kita ada puluhan “bait suci”. Banyak di antaranya yang masih menghormati persembahan yang diterimanya. Apakah saya salah bila ppsp saya mengalir kepada mereka? Saya tidak mau memberi asal memberi. Saya tidak mau menuangkan air ke sebuah sawah yang tidak terurus sehingga pematangnya bocor di sana-sini, sementara di dekatnya ada sebidang kecil sawah yang dirawat oleh pemiliknya dengan rajin walaupun kesulitan air.
 
Secondly, ingatlah bahwa karya Tuhan Yesus telah mengangkat kita menjadi imam. “….. dan [Yesus Kristus] telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya” (Wahyu 1:6). Bahkan Petrus sebelumnya telah mengingatkan, Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani (a royal priesthood, para imam yang berkerajaan), bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, . . . . .” (1 Petrus 2:9).Ini berarti seluruh ayat dalam Kitab Maleakhi juga dialamatkan kepada kita, kaum awam.
 
Karena itu janganlah memasukkan ke kantong kolekte sebagian uang hasil togel Singapura, hasil menipu teman bisnis, hasil meminjamkan uang dengan bunga tinggi, atau hasil pemerasan. Pemerasan? Siapa tahu Anda memotong gaji PRT Anda 10% untuk disetorkan ke Gereja Anda dengan dalih melatihnya memberi ppsp. Juga jangan menyetorkan ppsp tanpa keiklasan hati, atau untuk mengharumkan nama sendiri sehingga memudahkan berbisnis dengan pengusaha yang segereja dengan Anda.
 
Tuhan tidak melihat berapa yang kita letakkan di mezbah-Nya, tetapi lebih melihat bagaimana kita memberikannya.
 
(selesai bagian ke-04 ”Memberi itu tidak gampang”)
 
Memberi itu tidak gampang,
bag.4 – Mengebiri Kitab Maleakhi

 

erick's picture

May I add one phrase?

"Tuhan tidak melihat berapa yang kita letakkan di mezbah-Nya, tetapi lebih melihat bagaimana kita memberikannya."

 

Pekalah ketika Tuhan mengingatkan kita.

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

joli's picture

Purnomo.. cari bait suci... yang masih suci

Purnomo said:

Tetapi apakah mudah memberikan persembahan bila kita tahu benar (bukan sekedar berprasangka) uang ini kemudian dihambur-hamburkan, bukan untuk menyenangkan Tuhan tetapi untuk menyenangkan pendeta dan para penatuanya? Mau protes tidak berani. Mau pindah gereja, di kota ini tidak ada gereja lain. Bukankah kita ikut bersalah dengan tetap memberikan ppsp karena membuat Gereja ini punya uang untuk dijarah? Kalau kita mogok memberi sehingga Gereja tidak punya uang, apa yang mau mereka jarah? Bagaimana? Stop saja?
 

Pertanyaan yang sama yang sering ditanyakan kepadaku dan yang sering aku alami juga..

Setiap kali rapat membicarakan hal keuangan gereja dan pemanfaatannya.. akan melihat hal-hal yang tidak patut kita lihat di gereja, akan mendengar hal-hal yang tidak patut kita dengar di gereja, akan menjalankan keputusan-keputusan yang tidak patut dilakukan oleh ...

Berkat dan kutuk .. bisa keluar dari sebuah mulut yang sama... bila sudah bicara uang dan kepentingan..

Lalu bagaimana? Stop saja?..  ya emboh...don't know..

Ikutan cara purnomo aja ah.. mencari puluhan bait suci.. yang suci..

Tetapi sekarang di sekitar kita ada puluhan “bait suci”.

 

 

 

Rya A. Dede's picture

laporan persembahan

Syalom semuanya.

Ketika saya tidak menemukan laporan persembahan jenis D (ada beberapa jenis persembahan di gereja kami) di laporan keuangan mingguan, saya berhenti menyetor persembahan tersebut.

jesusfreaks's picture

STOP PENODONGAN

STOP PENODONGAN. STOP LITURGI PERSEMBAHAN. Cukup 1 tempat persembahan.

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-