Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Lancip dan Pacar Pertamanya
Lancip memang lebih suka basket daripada wanita. "Ditembak" seorang gadis pun ia tidak mau. (Klik sini untuk menyimak sepenggal kisah hidup Lancip saat ditembak.) Namun akhirnya dia sadar bahwa ia manusia, dan manusia diciptakan Tuhan untuk berpasangan. Dan jelas, pasangannya sudah pasti bukan bola, tapi manusia, yang berbeda kelamin dengan dirinya tentunya! Karena itu, akhirnya ia pun berpacaran. Begini kisahnya ….
Saat itu Lancip masih duduk di bangku SMP. Ia masih suka bermain basket. Tidak jarang, ia rela menggunakan waktu istirahatnya yang lamanya hanya lima belas menit untuk bermain basket bersama teman-temannya, dan kemudian masuk kelas bermandikan keringat.
Tak disangka dan tak diduga, ternyata … ternyata … ternyata … oke stop :p ternyata ada seorang adik kelas (selanjutnya akan disebut sebagai AK) yang terkesan, terkagum-kagum, terpana, terpesona, dan seperti terbang melayang saat ia melihat si Lancip bermain basket. Lancip memang terlihat jantan saat ia bermain basket dengan seragam sekolah basah dan titik-titik keringat di wajahnya.Tapi tunggu dulu, jangan salah sangka dulu, jangan membayangkan yang tidak-tidak dulu, penampakan Lancip yang jantan itu hanya berlaku bagi AK tadi; tidak bagi orang lain, bahkan bagi nenek-nenek sekalipun tidak!
Lancip tidak menyadari ada seorang AK yang mengaguminya. Temannya yang kini mirip Edison Chen-lah yang memberitahunya (Mau tahu soal Edison Chen, klik sini.). Singkat cerita, entah siapa yang “menembak” duluan – namun jika melihat karakternya si Lancip, kemungkinan besar si AK -- akhirnya mereka berpacaran. Soal proses jadian memang saya persingkat, tidak ada yang menarik. Masa berpacaran Lancip dan AK-nya jauh lebih menarik dan konyol.
Memang konyol masa berpacaran Lancip dan AK-nya. Saking konyolnya, sampai tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Oke, itu terlalu berlebihan sebenarnya, bisa koq diceritakan, cuma memang sulit, tidak banyak kata yang dapat digunakan. Tapi tunggu dulu, jangan salah sangka dulu, masa berpacaran Lancip tidak dapat dijelaskan dengan banyak kata bukan karena kisahnya terlalu konyol untuk diceritakan. Jika kamu mengira aku kesulitan dan kehabisan kata-kata untuk menceritakan kisahnya karena perbendaharaan kata yang sudah saya miliki sejak umur …. Tunggu, aku tanya mama dulu kapan aku mulai bisa ngomong, “Ma, umur berapa aku mulai bisa ngomong?” Dari dapur di kutub selatan rumahku, terdengar mamaku berkata, “Sejak kecil!” “Ya iyalah Ma dari kecil, masa aku bisa ngomong setelah umur belasan, bodoh banget dong aku kalau begitu,” teriakku. “Hehehehe,” kekeh mamaku, “ya umur berapa ya … SETAHUN!” Oke lanjut. Sampai mana tadi? O iya, sampai ini: … karena perbendaharaan kata yang sudah saya miliki sejak umur setahun dilumat habis oleh kekonyolannya, kamu salah. Bukan karena itu, sama sekali bukan. Kisah konyolnya tidak dapat diungkapkan dengan banyak kata karena memang tidak banyak yang terjadi pada masa itu. Masa pacaran pertama si Lancip hanya dibanjiri dengan hubungan via telepon. Bahkan, apa yang dibicarakan saat ratusan juta detik si Lancip ngobrol dengan AK-nya itu pun, Lancip tidak ingat. Itulah yang konyol. Oke, soal ratusan juta detik, aku sedikit berlebihan, oh bukan berlebihan, terlalu berlebihan malah … :p
Soal Lancip tidak ingat sama sekali apa yang dibicarakannya via telepon, aku juga berlebihan. Ada satu yang diingat Lancip; mungkin karena saking terkesannya Lancip dengan obrolan itu. Ia ingat AK-nya pernah mengatakan kalau Lancip mirip Leonardo Di Caprio. Lancip malang … semoga ia tidak sungguh-sungguh mengira bahwa dirinya memang mirip bintang pelem (eja “e” pertama seperti orang Kalimantan baca “e”, jika tidak tahu bagaimana orang Kalimantan baca “e”, bacalah “e” pertama pada kata “pelem” itu sama seperti kamu mengeja “merk”. Ini penting, karena jika kamu membaca “e” pertama tersebut seperti kamu mengeja “sedan”, artinya jadi beda; “pelem” dengan ejaan seperti itu berarti “buah mangga” dalam bahasa Jawa) yang juga menjadi gambar latar belakang kartu namanya saat itu. Ya, saat itu memang sedang populer kartu nama. Banyak abege di SMP Lancip yang membuat kartu nama, dan Lancip adalah salah satu oknumnya.
Begitulah pengalaman berpacaran pertama Lancip. Berpacaran hanya lewat telepon, saat pertemuan di sekolah hanya dapat digunakan untuk saling melontarkan senyuman. Sensasi luar biasa rasa cinta seakan membuat lidah keduanya kelu.
Hal itu terus berlangsung selama dua bulan sampai akhirnya hubungan mereka putus. Tidak jelas siapa yang mengucap kata “putus”, tapi besar kemungkinan, AK-nyalah yang mengucapnya. Lancip pun kembali menjadi jomblo. Sungguh gaya berpacaran yang konyol!
(Terima kasih telah membaca sampai dari awal sampai akhir, sampai ketemu di kisah Lancip selanjutnya) :p
- lanskip's blog
- 4767 reads
Lancip... Lancip...
@Rusdy: Thanks
it's ok
Yang pentingkan bisa dimengerti...hehehe...
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...