Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

GWB 4 – Wooooooow GURUKU CANTIK SEKALI

Purnomo's picture

           Facebook bisa membunuhmu, begitu judul blog yang pernah aku tulis. Dalam menyeleksi daftar GWB (Guru Wiyata Bakti) yang aku miliki, yang pertama aku lakukan adalah melacak nama-nama ini di rimba raya facebook. Ada 1 yang aku gugurkan karena walau di catatan yang disertakan dia menulis mendapat honor 100 rb sebulan dari sebuah SDN, ternyata facebook-nya bercerita lebih lengkap. Dia sudah S2 teologi, jadi dosen teologi dan sedang mencari sponsor sekian puluh juta rupiah untuk mendapatkan S3-nya. Woooow.



           Kali ini facebook membuatku termangu-mangu. GWB ini ternyata juga punya facebook dan foto dirinya di sana cantik sekali. Di fotokopi KK-nya hanya ada namanya dan nama seorang anak laki-lakinya berusia 7 tahun. Nah loe, janda lagi. Padahal aku harus mengunjungi rumahnya untuk memastikan rumahnya bukan gedung dengan 2 mobil terparkir di garasinya seperti yang pernah aku jumpai sebelumnya.

           Lalu apa masalahnya? Hehehehe masa harus aku tulis di sini? Bukankah di Doa Bapa Kami tersirat permohonan “jangan biarkan kami memasuki pencobaan” ? Padahal aku gampang lembek hati dan macet kalkulatorku bila dihadapkan wajah rupawan sehingga hanya “tulus seperti merpati” tanpa “cerdik seperti ular”. Dan aku tidak ingin mengalami peristiwa yang menimpa beberapa orang karena mengabaikan Firtu di Yakobus 1:27 “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”

           Jadi aku pergi ke rumahnya di dekat Ungaran pada saat jam kerjanya sehingga kecil kemungkinan bertemu dengannya. Aku menemukan rumah kayunya yang kecil. Sepi suasana kampung itu. Pintu rumah sebelah terbuka dan seorang ibu bertanya aku mencari siapa.
           “Saya mencari Ibu Ninik, dia guru SD,” jawabku.
           Ternyata tetangga ini mbakyunya Bu Ninik. Aku dipersilakan masuk ke ruang tamunya. Aku menjelaskan mengapa aku mengunjungi Bu Ninik. Seorang anak laki-laki keluar dari dalam. “Ini anaknya,” kata Bu Lastri, “masih SD kelas 1, baru 7 tahun.”

           “Suami Bu Ninik kerja apa, Bu?”
           “Saya tidak tahu. Waktu Tole berumur 1 tahun dia pamitan mau kerja di Jakarta. Sampai sekarang belum kembali.”
           “Tidak disusul?”
           “Tidak tahu alamatnya. Dihubungi sama hape saja tidak bisa. Karena itu dia lalu menjadi guru honorer di Ungaran dan kerja apa saja.”
           “Kerja apa saja itu apa, Bu?”
           “Bantu-bantu kalau Bimas Kristen ada acara. Atau kepseknya ada hajatan. Ya, buat tambah-tambah. Maklumlah gaji guru honorer tidak seberapa.”
           “Kalau ingat jarak dari rumah sampai sekolah, honornya bisa habis untuk transport ya Bu.”
           “Dia berhemat kok. Dia jalan kaki, sekitar 1 jam. Tole saja ke sekolah pakai antar-jemput ojek. Murah, karena 1 ojek boncengi 3 sampai 4 anak dari kampung ini.”
           “Jam berapa Bu Ninik pulang kerja?”
           “Senin sampai Jumat sampai rumah jam 6 sore, karena setelah mengajar dia naik bis ke Salatiga untuk kuliah mengambil S1 teologi biar bisa diangkat jadi PNS. Sabtu karena tidak kuliah sampai rumah jam 12 siang. Tapi ya kami tetap mensyukuri karena Tuhan masih berkahi dengan pekerjaan itu. Ninik lebih lumayan daripada saya, karena saya ini hanya buruh pabrik, malah baru saja kena pehaka karena usia. Suami saya jadi satpam pabrik. Setiap orang punya jalan hidup masing-masing.” Sejak kecil Bu Ninik dan Mbakyunya sudah ke gereja karena orang tuanya Kristen.  

            Malamnya aku menelepon Bu Ninik untuk memberitahu sayalah yang ke rumahnya siang tadi. Tidak banyak yang kami bicarakan. Lalu aku menelepon Iik J minta kesediaannya menjadi penyalur santunan untuk beberapa GWB di daerah selatan Semarang sampai Ungaran. Iik menyanggupi.

           Beberapa hari kemudian aku ke rumah Iik J. Aku menyerahkan beberapa amplop yang menerakan nama dan nomor hape penerimanya.
           “Iik, kamu sms mereka, minta mereka datang ke rumahmu mengambil santunan ini. Tidak datang santunan hangus. Tapi khusus untuk Ninik ini, santunan pertamanya kamu bawa ke rumahnya. Tolong pertama-tama kamu memastikan apakah dia pantas disantuni. Kalau kamu yakin, baru kamu berikan santunannya, sekalian berikan peta rumahmu agar dia tahu pakai angkot jurusan mana. Kalau kamu nilai dia tidak layak disantuni, ya say good bye saja.”
           “Oke, laksanakan!” jawabnya.
           “Kalau kamu lihat Ninik perlu pendampingan rohani atau konseling, kamu bisa libatkan Samuel.”
           “Wah, malah bisa bubrah.”
           “Kalau gitu ajak saja Priska karena dia penulis blog laris SS Aku Sudah Tidak Perawan.”
           “Apa hubungannya?”
           “Kan mereka sama-sama sudah tidak perawan.”
           “Hahahahaha jaaaaan usil tenan tua bangka ini!”

           Di SABDA Space para blogger lawas sudah lama menghilang. Tetapi itu tidak berarti tali persahabatan di antara mereka ikut lenyap. Kami masih berkomunikasi di sosmed lain, juga di dunia nyata untuk saling membantu.

                                                            (18.08.2014)

PS: Iik J, silakan jika mau sharing di sini pertemuan pertamamu dengan GWB Ninik.

iik j's picture

Kong Purnomo menjerumuskanku

Hari minggu sore aku sengaja menyusuri jalan pedesaan yang ditunjukkan oleh Kong Purnomo. 

Seorang perempuan cantik menemuiku di ujung gang setelah aku menghubunginya. Sampai di rumah kecil aku disambut dengan senyuman dan salam seorang anak laki-laki tampan. 

Perempuan cantik ini menceritakan kisah hidupnya, aku menimpalinya dengan jawaban sederhana, "Ibuku juga bernasip sama seperti anda kok mbak... ditinggalkan begitu saja, tapi hidup harus terus berlanjut dan si tampan ini harus jadi anak yang luar biasa nantinya..."

"Begitukah?" 

"Ya, mainlah ke rumah saya. Anda bisa bercerita banyak dengan Ibu dan belajar caranya menjadi tangguh dan hebat" jawabku lagi sambil menggenggam tangannya

Saat berpamitan si anak tampan itu memintaku berfoto dengannya. Aku memeluknya dan tersenyum.

Sepanjang jalan aku ngomel, "Sialan! Lagi-lagi si tua bangka itu menjerumuskanku"

:D :D :D :D