Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
GENGSI
aku nggak tahu apa arti atau definisi dari gengsi. Pernah aku buka kbbi.web.id dan juga wikipedia bahasa Indonesia nggak aku temukan arti dari kata gengsi. Tetapi beberapa orang mengatakan bahwa gengsi adalah sikap seseorang yang menyangkal dari kenyataan tentang dirinya.Gengsi adalah sebuah sikap untuk menunjukkan prestise yang sebenarnya nggak dia punyai. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa sebenarnya dia "memaksakan diri" untuk mempunyai prestise tersebut. Atau mungkin teman - teman ada yang tahu definisi sebenarnya dari gengsi?
Selama hidupku aku juga pernah memiliki gengsi dengan arti yang pertama dalam kalimat - kalimat diatas. Mengapa gengsi? Dalam kehidupanku di masa remaja dulu, aku anggap perlu gengsi untuk sekedar bergaul dengan teman - teman sekolah. Di masa remaja aku menggunakan gengsi agar bisa menambah kepercayaan diri. Mungkin ada teman - teman yang bertanya apa yang membuat aku perlu mengunakan cara - cara yang "tidak terpuji", mengunakan cara - cara seorang pengecut? Bukankah lebih baik menjadi seseorang yang apa adanya? Teman - teman yang terkasih, bukan maksud aku untuk membela diri, bukan maksud aku untuk membenarkan diri tentang sikapku dulu. Sebenarnya aku pun malu untuk berbuat itu. Tetapi ada hal yang mendasarinya bukan? Aku dilahirkan dari keluarga yang miskin, namun demikian kami bisa hidup bahagia. Kami tinggal di bantaran kali Winongo di kampung Pingit Kodya Yogyakarta. Waktu itu hanya 3 keluarga yang tinggal disitu. Setelah bapakku meninggal dunia, aku dan kakakku diajak ibuku untuk "pulang kampung" di tempat ibuku berasal. Sebuah dusun sunyi di Kulonprogo. Namun puji Tuhan setelah kurun waktu 1 tahun ibuku bisa bekerja di sebuah warung makan milik sebuah Panti Asuhan dan aku turut serta tinggal di Panti Asuhan tersebut.
Menjadi anak Panti Asuhan sebenarnya merupakan suatu kebahagiaan bagiku karena aku bisa lagi sekolah dan mempunyai harapan untuk masa depan yang cerah. Namun kami anak - anak panti bersekolah di sekolah - sekolah umum. Memang pada waktu SD hanya 1 sekolah yang bisa kami pilih karena pertimbangan dekat dengan panti. Sedangkan waktu SMP maupun sekolah lanjutan kami bebas untuk memilih sekolah yang diingini namun dengan pertimbangan sekolah yang murah karena keterbatasan dana yang dimiliki Yayasan. Karena kami bersekolah di sekolah umum maka kami juga banyak memiliki teman - teman di luar panti. Nah itulah sebabnya kami mempunyai perasaan gengsi kalau harus mengaku sebagai anak Panti Asuhan. Itu semua karena kebanyakan masyarakat masih memandang "rendah" kami anak - anak Panti Asuhan. Walaupun pengurus maupun pimpinan panti sering membesarkan hati kami dengan memberi contoh beberapa kakak - kakak kami yang telah sukses. Beberapa contoh sukses kakak - kakak kami adalah Bp Kristanto Dwi Utomo pendeta GKJ Simo Boyolali, beberapa juga ada yang menjadi guru di SMU Berbudi (Bp.Sularno) dan sekolah swasta di Jakarta (Bp.Indro SU) yang ketiganya merupakan orang - orang yang menjadi teladan bagiku. Namun dasarnya kami masih anak - anak dan remaja maka rasa gengsi tersebut tetap saja "menempel" dalam pergaulan kami sehari - hari.
Kini setelah aku bekerja (walaupun belum bisa dikatakan sukses) aku sangat merindukan masa - masa dulu waktu kami masih di Panti Asuhan. Aku ingin supaya adik - adik kami yang masih tinggal dan belajar di Panti Asuhan tetap memiliki gengsi dalam arti yang lain. Yaitu agar tetap bersemangat dalam belajar dan mempunyai prestasi yang nyata dan mencolok, sehingga masyarakat umum bisa "berubah" cara pandangnya terhadap kami anak - anak Panti Asuhan. Saya merindukan anak - anak panti asuhan walaupun dalam keadaan terbatas juga bisa menunjukkan bahwa kami juga bisa menjadi orang "HEBAT". Jadi dengan mengutip sebuah iklan tentang sekolah aku ingin mengatakan kepada adik - adik kami di Panti Asuhan yang masih merasa gengsi dengan arti gengsiku yang dulu "MAKAN TUH GENGSI...."
aku memimpikan suatu saat blogger SS di Jogja & sekitarnya (Solo, Klaten,Magelang) bersama - sama denganku kopdar di Panti Asuhan tempat saya pernah tinggal dulu. Ada yang bersedia menjadi koordinator?
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
- antowi's blog
- Login to post comments
- 11718 reads
Antowi, Dimana alamat panti
Antowi,
Dimana alamat panti asuhan itu?Bisakah aku mendapat alamat dan nomor teleponnya? Lewat PM saja ya!
Kalau ada kopdar dengan anak panti asuhan saya pingin ikut, tapi nggak bisa jadi koordinatornya
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways
@pak Wawan : Kita mungkin pernah "tetanggaan"
Saya dulu tinggal di panti asuhan yang "adu tembok" dengan Andi Offset di Jl. Beo. Dulu tempatnya luas, tapi karena membutuhkan dana, maka bagian selatan dijual (kepada yayasan bethesda?) dan di jadikan Town House, sedang di bagian utara kalau nggak salah denger "cuma" disewakan kepada Andi Offset untuk tempat parkir.
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
@ Antowi
Oalah....gene ki yo mung tonggo to!!! Iya bagian utara panti asuhan itu sudah jadi tempat parkir Andi Offset. Kalau nggak salah, P.A. itu punya GKJ Sawokembar
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways
Pemilik PA Reksoputro
Pemilik Panti Asuhan Reksoputro adalah Yayasan Badan Sosial Kristen dibawah Yayasan Sawokembar. Dulu selain 2 Panti Asuhan yaitu PA Reksoputro bag. Putra dan PA Reksoputro bag. Putri juga mempunyai anak asuh non panti yang merupakan anak - anak kampung sekitar. Namun semenjak bantuan dari World Vision International Indonesia dialihkan untuk masyarakat Indonesia bag. Timur, maka bantuan untuk anak non panti di bubarkan.
Walaupun begitu Ibu Satiti Soemarsono sempat pula mengambil anak asuh non panti dengan cara memanipulasi jumlah penghuni panti. Hanya syaratnya harus anak yang rumahnya dekat dengan panti, jadi ketika ada tamu mereka bisa diundang bergabung dengan anak - anak panti.
Ikatan perasaan ibu-anak Ibu Satiti S sangat besar, bahkan beliau (dalam keadaan sudah sepuh dan sakit) masih sering memikirkan anak - anak mantan anak panti yang belum mempunyai pekerjaan tetap. Termasuk juga saya saat itu (saya menagis saat menulisakan ini)
Bahkan ketika beliau sudah tidak lagi menjadi Pimpinan PA, anak - anak lebih sering "sowan" beliau, baik yang sudah "mantan" maupun masih menjadi anak panti.
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
@Antowi, aku dulu..
Duluuuu banget aku sangat gengsi menyebutkan/mengakui/memberitahu siapa aku karena:
Tapi sekarang? Setalah aku bertobat lahir baru, aku tak malu mengakui, tidak gengsi lagi... mengakui semuanya.. yahhh mau gimana lagi...toh' semuanya udah lewat.. ga bisa diperbaiki lagi... ha ha ha ha...
Sekarang, aku gengsi kalau aku menyebut diriku "ANAK TUHAN" tapi tidak melakukan perintah-perintahNYA.
begitulah...
passion for Christ, compassion for the lost
Kemungkinan
Kemungkinan besar aku pun akan bersikap seperti mba' Iik kalau ada di posisi yang sama.
Sekarang, aku gengsi kalau aku menyebut diriku "ANAK TUHAN" tapi tidak melakukan perintah-perintahNYA
Thanks (sentilan sayang dari mbak-e )
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
Astaga! Mungkin ndak ya kita
Astaga! Mungkin ndak ya kita pernah ketemu? ... Eh, maap, seharusnya salam kenal dulu. Ya wis, baleni .... Salam kenal, Mas Antowi ... saya eha, dulu pas kuliah di yogya sering beli makan di PA, soalnya bukanya gasik dan bandrolnya pas buat kantong mahasiswa/i.
Saya senang ke PA, di sana saya bisa praktek menggunakan basa krama inggil sama Ibu yang biasa njuali. Hi hi, kalau mentok ndak tau krama inggilnya ya saya campur sama basa indonesia.
Saya sempat ikut pers Maranatha dan bantu-bantu nyanyi di sana, tapi ndak lama kemudian ditarik menjadi pengurus pers Eden, jadi untuk seterusnya full di Eden.
Oya, saya sering ke Narwastu juga buat beli trinak-trinik sekolah minggu. Atau sekedar beli majalah Domba Kecil buat oleh-oleh bila saya pulang kampung. (Lho aku kok malah ngecipris dhewe?)
Nulis lagi ya, Mas. Tadinya saya mau share soal seorang remaja yang saya tahu, tapi begitu baca obrolan Mas Antowi dan Mas Wawan ... jadi ngelantur begini, he he ....
eha
eha
Cik Eha, Di Andi Offset itu
Cik Eha,
Di Andi Offset itu ada fasilitas makan siang. Menjelang pukul 12, biasanya aku menengok menu hari itu. Kalau menunya tidak disukai bosku, maka aku lapor: "Pak, menunya nggak asyik." Maka biasanya aku diajak makan siang di luar, di belakang Andi Offset itu ada nasi campur mak nyus di warung tante Gin. Tapi kalau warung makan di Panti Asuhan kok aku tidak pernah tahu. ya. Sebelah mana sih?
Aku dulu kadang juga ikut Persekutuan Maranatha di wisma Imanuel, Samirono. Tetapi begitu persekutuan itu diubah menjadi gereja, aku merasa dikhianati dan tidak mau datang lagi. Semula mereka menggembar-gemborkan sebagai persekutuan interdenominasi. Begitu mendapat banyak pengikut kok tidak dapat menahan godaan menjadi denominasi tertentu. Meski begitu, dalam perkembangan zaman, saya mengacungkan jempol untuk gereja ini. Ini adalah gereja kharismatik yang ada di "jalan yang benar."
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways
@Purnawan Kristanto: Pak Gondo atau Xavier?
Aku dulu ya ndak tahu kalau PA itu punya kantin. Suami (dulu ya masih pacar) yang ngajak ke situ ... biar ngirit, he he.
Ha ha ... yang suka nraktir Pak Gondo-kah? Suamiku pernah jadi editor free lance di sana kira-kira 2 th di divisi buku rohani.
Aku di Maranatha waktu tempatnya masih di beo 44, Mas. Setelah pindah ke Samirono, cuma 'ngumani' sebentar, karena pindah persekutuan.
Di awal berubahnya Maranatha jadi gereja, aku dan teman-teman berpikir sama dengan Mas Wawan. Di awal perjalanannya, menurut kami gereja itu termasuk yang 'aneh-aneh'. Kalau sekarang ya ndak tahu, wong ndak ngikuti perkembangan.
eha
eha
Pak Xavierlah
Kalau pak Gondo mah itu terlalu jauh buatku yang cuma karyawan kecil dan ngeyelan ini. Saya sering ditraktir pak Xavier [Dia agak rewel soal menu makanan. Makanya sering saya "tunggangi" untuk minta traktir makanan enak ]. Dia adalah penulis yang saya kagumi ketika masih SMA dan dengan kemurahan Allah, saya boleh menjadi staf dan "muridnya". Sekarang menjadi sahabat baik.
BTW, siapa sih suami cik EHA? [kalau terlalu pribadi, lewat PM saja]. Siapa tahu, saya juga kenal. Atau mungkin tidak kenal. Saya bekerja di BAHANA tahun 1999-2004.
Kalau tidak salah, persekutuan Maranatha ini punya sekretariat di jl. Tunggorono. Persekutuan ini turut andil besar dalam membentuk bangunan kehidupan kerohanianku sekarang ini. Sekarang, gereja yang dibidani Maranatha ini punya bidang pelayanan yang cukup baik. Misalnya melayani anak jalanan, orang gila, waria dan homoseksual. Mereka direngkuh dengan kasih Kristus. Mereka juga punya Play Group, TK dan SD yang cukup bagus.
NB: Aduh, kok form komentar masih melebar gini?
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways
@Mas Wawan: suamiku?
Makasih Mas buat info terkini KD (kalau namanya masih tetap sama). Sekali waktu perlu nih kontak sama teman-teman yang di sana.
Koh Xavier rewel soal makanan? Haha, pantesan kalau sore aku sering lihat dia sama pacarnya (yang sekarang jadi istrinya, yang namanya kebetulan seragam, hihi) di warung saingan PA. Ayam bakarnya sana emang uenak tenan.
Sedikit mengenai suami ada di pm, he he.
eha
eha
Tentang Warung PA
Wah - wah obrolan Pak Wawan & Ci Eha seolah - olah menjadi lubang waktu yang mengembalikan masa - masa lalu saya.
Kantin PA begitu langganan - langganan menyebutnya, karena Bp/Ibu TA Soemarsono sebagai pimpinan panti waktu itu tidak memberikan papan nama pada pintu masuk menuju kantin. Hanya sebuah tulisan berbunyi Parkir Gratis he he he . Waktu masih berjaya pintu masuk ada di bagian selatan dan buka dalam 2 shift. Pertama jam 6 pagi sampai jam 3 sore lalu buka lagi jam 4sore sampai jam 9 malam. Lalu datanglah pesaing (saya lupa nama kantinnya) yang lebih lengkap Chinesse Food-nya karena memang pemiliknya seorang Tionghoa. Dan setelah Bapak meninggal dan diganti oleh Ibu, Yayasan Badan Sosial Kristen menjual tanah di bagian selatan yang merupakan kost wanita dan halamannya yang luas. Dan juga Ibu sudah sepuh dan mulai sakit - sakitan. Perlahan - lahan pembeli berkurang karena sering buka - tutup.
Kebangkitan kembali warung PA dilakukan Ibu dengan bersusah payah dan menu andalannya bukan lagi Sate Babi & Kekyan ( tulisan yang benar bagaimana ya? he he he ) tapi masakan Indonesia dan yang paling laku PASTEL. Tante Gin bahkan "kulak" pastel dari tempat kami. Bahkan seringnya beliau sendiri datang ke tempat kami pagi2 untuk sekedar pesan pastel (padahal udah tahu nomor telepon PA). Jadi kalau Pak Wawan beli pastel di tempat Tante Gin, sebenarnya itu barang import yang sudah naik harganya 40% ha ha ha
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
Aku baru tahu kalau ada
Aku baru tahu kalau ada warung makan di P.A. Biasanya kalau makan di luar selain ke warung tante Gin. ya ke warunge Yati, mbok So atau kalau mau agak jauh dikit ke rimah makan Vinso, punya Alvin-AFI.
Oh ya, nanti kalau gerejaku mengadakan bakti sosial aku akan usulkan untuk datang ke panti ini, deh. Tapi nggak janji lho
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways
@Antowi, Ternyata Anda Petarung Sejak Kecil
Antowi, waktu kecil saya juga minder. Cina, miskin, jelek, krempeng, orang tua nggak bisa dibanggakan. Namun saya tinggal di kampung di mana kami adalah keluarga cina satu-satunya. Itu sebabnya mustahil berbohong. Di sekolah pun mustahil berbohong karena kami keluarga Tionghua paling miskin. Sejak kelas satu sehabis pulang sekolah saya dan adik saya harus pergi jualan kue semprong buatan mama. Sejak kelas 2 SD setiap pagi saya harus mengantar kue ke warung dan toko sebelum ke sekolah dan pulang sekolah harus membantu mama bikin kue, masak dan mengantar kue ke toko dan warung. Kami memikulnya, saya dan mama.
Dunia anak-anak memang sangat kejam. Yang berlaku adalah hukum rimba. siapa yang paling kuat dan cerdik dialah yang menjadi pemimpin kelompok. Pada dasarnya saya adalah seorang penakut,namun saya adalah anak sulung dengan 6 orang adik, tiga perempuan dan tiga lelaki yang harus dilindungi. Mau tidak mau saya pun lalu memilih untuk bertarung.
Bila bobot, bibit dan bebet anda pas-pasan namun ingin dasyat, jadilah preman. Bila kemampuan bertarung anda pas-pasan juga maka jadilah dukun. Itulah kesimpulan saya setelah remaja dan itulah yang saya jalani.
Setelah dewasa saya bersyukur dengan situasi dan kondisi yang kami jalani ketika kecil. Banyak cerita yang bisa kami bagikan dan banyak pujian yang kami dapatkan.
Wah, keluarga nci semprong hebat ya? Dulu mereka paling miskin namun sekarang berkecukupan. Wah, nci semprong hebat ya? Cuman jualan semprong tapi ketujuh anaknya kuliah! Wah, nci semprong hebat ya? Walau anak-anaknya hidup di lingkungan bajingan namun semuanya jadi orang baik. Nci semprong adalah gelar untuk mamaku.
Ketika mendengar pujian-pujian demikian, rasanya IMPAS semua kesusahan yang kami alami dulu.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
@hai2 sayangnya
Sayangnya saya baru menyadari harus menjadi petarung atau dukun pada tahun - tahun terakhir ini. Namun saya puas telah sempat membuat Ibu (ibu Pengasuh/Pimpinan PA) tersenyum bangga melihat saya bekerja. Ketika saya bekerja di Magelang setiap kali "pulang" selalu membawa oleh - oleh untuk beliau. Simak (ibu kandung) merawat Ibu sampai belaiau meninggal dunia.
Sekarang saya juga bangga bisa beliin HP & ngirim uang (walau cuma sedikit) kepada Simak di desa.
Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25
arti sebuah kunjungan
bie bukan anak panti
tapi bie dibesarkan seperti 'anak panti'
tahun ini bie ingin sekali berkunjung ke sebuah panti. disana banyak sodarasodara bie yang 'kurang beruntung'. bie pernah cerita ttg hal ini di www.sabdaspace.org/paskah_kali_ini , disana bukan hanya bie saja yang belajar mensyukuri.... keponakan bie juga. kunjungan itu sangat singkat, tapi dengan hal itu bie dan mereka bisa belajar sesuatu yang sangat berharga.
kopdar jakarta juga ke panti dunk, panti cacat ganda..... ada di daerah condet ^^
maaf.. bie kurang pintar
Namanya yayasan Rawinala,
Namanya yayasan Rawinala, Bie. Pengasuhnya bpk. Sigit Widodo. Aku belum pernah ke sana tapi pernah diajak sharing dengan pak Sigit ini. Panti ini mengambil "spesialisasi" pelayanan yang sangat langka, yaitu cacat ganda. Ini adalah pelayanan yang sangat sulit dan tidak "basah". Mungkin satu-satunya di Indonesia (setidak-tidaknya di Jakarta). Itu sebabnya, banyak orang yang kemudian ingin belajar ke sana.
Saya berjanji pada pak Sigit utk menulis pengalaman pelayanan di yayasan Rawinala ini. Mungkin bulan Juli nanti saya akan ke sana [Kopdar lagi yukz]
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”
Wawan
------------
Communicating good news in good ways