Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Catatanku Tentang Ibuku
I.
ibu masih saja menggendong anak
ketika berdiri, ketika duduk
ketika tidur, ketika jaga
ibu masih saja
menggendong
anak
aku sedih
ibu,
sudahlah,
jangan lagi gendong anakmu
biarkan saja mereka
berjalan dan berlari
biarkan saja mereka
biarpun sesekali terjatuh
biarkan saja
mereka
ibu sedih
ani dan ana tak pernah sepaham
bagaimana bisa kubiarkan mereka?
------
aku,
aku yang akan
menggantikanmu
menggendong mereka
kemanapun aku pergi
benarkah?
aku mengangguk
ibu masih saja sedih
tapi di matanya kulihat cahaya
begitu kecil begitu jauh
kupegang tangan ibu,
"aku berjanji!"
dan kubiarkan cahaya itu
membakarnya
II.
kini ibu tak lagi menggendong anak
anak itu ada dalam gendonganku
dalam doa
kulihat ibu
ia menumpangkan tangan atasku,
kuwariskan semua cintaku
atasmu
------
cintailah saudara-saudaramu!
aku menangis
III.
kuburu ibu dalam doa-doaku
karena aku rindu
aku rindu ibu
Sebelum ibu tak lagi bisa kuajak berkomunikasi (terbaring dalam kelemahan tubuhnya), beliau sempat berbicara kepadaku, "Aku sedih. Ani dan Ana tidak 'akur'!". Aku tahu ibu berbicara hal itu kepadaku karena aku adalah anak sulungnya, anak yang seharusnya memperhatikan adik-adiknya ketika kedua orang tuanya tiada. Ani dan Ana adalah dua orang adikku yang tinggalnya berdekatan. Mereka berdua sudah berkeluarga. Sedari kecil ketika kami masih tinggal bersama, mereka selalu saja berantem. Inilah sebabnya kenapa aku bisa merasakan kesedihan ibu. Aku merasa ibu masih saja selalu "menggendong" kami. Kami selalu saja ada dalam pikirannya. Bahkan ketika beliau sakitpun, aku yakin, ibu tidak pernah tidak memikirkan kami.
Lebih dari empat bulan terakhir ini aku mondar-mandir Yogya - Solo, karena ibu sakit di Solo. Hingga sampai pada tanggal 17 Agustus 2015 yang lalu, jam 2 dini hari, adikku menelponku, "Mama sudah pulang!" Ibuku meninggal dunia di usia delapan puluh satu tahun, bersamaan dengan perayaan kemerdekaan negara kita yang ke tujuh puluh. Jenasahnya aku bawa ke Yogya, dan kami kremasikan pada tanggal 19 Agustus 2015 yang lalu. Tanggal 3 September 2015 nanti kami akan melepas abunya ke laut, ke Sundak, Wonosari. Semoga lancar.
(Lebih dari seorang ibu, Tuhan masih saja mau menggendong kita : "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu" (Yes 46 : 4).
Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!
- Pak Tee's blog
- Login to post comments
- 4023 reads
anak-anak yang bermasalah
turut berduka atas kepergian ibunda tercinta Pak Tee.
saya bisa menangkap kesedihan yang dirasakan oleh ibunda Pak Tee, karena itu jugalah yang saya lihat di mata ibu saya setiap membicarakan anak-anaknya yang punya masalah rumah-tangga.
------- XXX -------
@guestx
Terima kasih. Itulah hidup, semua punya masalah dan ceritanya sendiri. Tapi sy berharap, dengan tulisan singkat dan sederhana sy, ada lebih banyak orang yang sadar, betapa sedihnya orang tua yang melihat anak-anaknya tidak "akur" (sesuatu yang seharusnya bisa diupayakan / diujudkan). Kesusahan anak, tentu menjadi kesusahan orang tua. Semoga kita bisa lebih menghargai orang tua, dan membuatnya lebih bahagia dengan kehadiran kita.
Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!