Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Satria Piningit dan Alkitab
Banyak tulisan-tulisan di internet yang menyamaratakan antara Ratu Adil dan Satria Piningit. Satu orang menulis: “Satria Piningit (Ratu Adil)” maka orang lain menulis seperti itu tanpa tahu duduk persoalannya. Dibandingkan isyu Ratu Adil, maka isyu Satria Piningit tergolong baru, karena baru populer dan dibicarakan masyarakat luas sekitar tahun 1998. Ratu Adil dan Satria Piningit adalah dua sosok yang berbeda, tetapi karena salah pengertian para penulis buku maka terjadi penafsiran yang ada sekarang . Seorang budayawan dan rohaniwan yang mengangkat topik Ratu Adil dalam disertasinya tidak memahami siapa sebenarnya Satria Piningit itu.
Berikut ini kutipan dari karya tulis Sindhunata dengan judul Kera Sakti dalam kumpulan karyanya ”Bayang-bayang Ratu Adil”, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU), tahun 1999. Dalam artikel tersebut dikatakan: “Bersama kawan-kawannya, Marwoto baru mementaskan lakon ketoprak Kera Sakti Satria Piningit. Satria Piningit sedang diramalkan dan dibicarakan di mana-mana. Tapi tak pernah jelas, siapa itu Satria Piningit. Apakah benar-benar ia ada atau tidak dan akan datang atau tidak , juga masih menjadi tanda tanya. Kegemaran masyarakat kita yang menyukai pembicaraan tentang isyu Satria Piningit itu membuktikan, bahwa kita ini adalah masyarakat/ bangsa yang gemar akan politik yang tidak jelas dan penuh teka-teki” (hlm 193). Kutipan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa seorang yang mendalami tradisi Ratu Adil dalam disertasinya pun tidak tahu siapakah sejatinya Satria Piningit itu. Kasus ini menunjukkan bahwa isyu Satria Piningit tidak setua isyu Ratu Adil.
Ada beberapa buku yang secara khusus membicarakan isyu Satria Piningit. Dua di antaranya adalah karya Kusumo Lelono (KL) terbitan GPU dan karya D Soesetro & Zein Al Arief (D&Z) terbitan Penerbit Media Pressindo Yogyakarta. Keduanya terbit tahun 1999. Dalam buku KL di bawah judul Satrio Piningit ditambahkan keterangan 25 Sandi Gaib Mengenai Pemimpin Bangsa, Para Tokoh, Partai, dan Situasi Sosial Politik Indonesia. Sementara dalam buku karya D&Z diberi judul tambahan: Sosok Misterius yang akan membawa Indonesia keluar dari Krisis. Keduanya membahas tentang isyu Satria Piningit meskipun memiliki pendekatan yang berbeda. Karya KL berisi sandi gaib berdasarkan pendekatan spiritual KL sebagaimana ditulis dalam pengantar (hlm xx). Sementara karya D&Z menggunakan pendekatan studi pustaka khususnya tabloid dan majalah yang marak mengangkat isyu Satria Piningit di tahun 1998. Memang kedua buku itu membahas istilah Satria Piningit dikaitan dengan Ratu Adil. Dalam pengantarnya di hlm xii-xiii, KL mengatakan: “Zaman Kalasuba bertepatan dengan munculnya seorang penyelamat berjulukan Sultan Herucakra atau disebut juga Satria Piningit. Dalam Ramalan Jayabaya tokoh ini dilambangkan sebagai Tunjung Putih Semune Pudak Sinumpet”. Sementara itu dalam karya D&Z dikatakan: “Zaman Edan muncul pada tahap sejarah tertentu baru berakhir jika sudah muncul Ratu Adil atau Satria Piningit untuk memulihkan situasi” (hlm 10). Mungkin karena kutipan itu maka orang menganggap Satria Piningit sama dengan Ratu Adil.
Sebenarnyalah Satria Piningit dan Ratu Adil menunjuk pada dua pribadi yang berbeda, Satria Piningit adalah murid atau anak asuhan Ratu Adil. Tidak ada seorang manusiapun yang dapat bertindak adil selain Tuhan sendiri, karena Ia adalah sumber keadilan yang maha adil. Jadi kesimpulannya adalah bahwa Ratu Adil menunjuk pada Tuhan Yesus Kristus sedangkan Satria Piningit menunjuk pada seorang yang ditunjukNya untuk membimbing umat manusia pada Jalan Kebenaran dan Hidup Kekal*. Selama hidupnya Satria Piningit dituntut untuk hidup membujang dan memurnikan diri, dalam arti bertarak seksual atau selibat, seperti teladan hidup Tuhan Yesus sendiri.
* lihat kesaksian DR.dr. RM. Tedjo Oedono Oepomo.
Didalam Injil terdapat keterangan bahwa mereka yang diutus Yesus Kristus menumpangkan tangan pada orang sakit, orang itu sembuh; Dapat mengusir setan yang merasuk pada orang kesurupan; Diberi makanan beracun tidak mati, atau digigit ular beracun tidak mati; Dan dapat melakukan mujizat. Kuasa atau kesaktian demikian yang menjadi tanda dari SP sejati, karena dalam Serat Jayabaya dikatakan bahwa Satria Piningit sakti tanpa aji-aji. Di dalam Suratan Rasul Paulus disebutkan ada 9 (sembilan) Karunia Roh, yaitu karunia kesembuhan, karunia mujizat, karunia membedakan roh, karunia iman, karunia hikmat, karunia makrifat, karunia bernubuat, karunia bahasa roh, dan karunia mengartikan bahasa roh (1 Kor.12:8-10). Sembilan Karunia Roh inilah yang menjadi kesaktian dari Satria Piningit.
Karunia Kesembuhan adalah kemampuan untuk membuat orang sakit sembuh dari sakitnya ketika SP menumpangkan tangannya keatas kepala orang sakit.
Karunia Membuat Mujizat adalah kemampuan untuk melakukan mujizat, misalnya mengubah air tawar menjadi air anggur, atau menggandakan ikan dan roti.
Karunia Membedakan roh adalah karunia untuk melihat roh-roh setan dan roh-roh manusia. Dengan kemampuan ini SP dapat melihat roh-roh jahat yang masuk kedalam tubuh orang yang kesurupan, dan berkuasa untuk mengusir roh-roh itu keluar dari tubuh orang itu. Dengan Karunia membedakan roh, SP juga dapat melihat sejarah masa lalu seseorang, dapat membaca pikiran dan isi hati seseorang.
Dalam Serat Jayabaya dikatakan bahwa Satria Piningit dapat mengenal leluhur seseorang dengan baik, seperti layaknya beliau pernah hidup bersama dengan mereka. Dan dikatakan pula bahwa orang tidak dapat membohonginya karena ia dapat melihat isi hati seseorang.
Karunia Iman adalah karunia yang memberikan kemampuan kepada SP sehingga dapat menyerahkan seluruh jiwa dan raganya bagi terlaksananya tugas yang diberikan kepadanya, yaitu untuk membimbing manusia kepada hidup yang benar seperti yang dikehendaki oleh Tuhan Sang Pemberi Hidup.
Karunia Hikmat adalah kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi didalam kehidupan manusia, baik yang ada dalam hidup seseorang secara pribadi maupun dalam hubungannya dengan orang lain, atau dengan mahkluk lain atau dengan alam lingkungannya. Dengan karunia inilah kelak ia mampu memberikan jalan keluar bagi bangsa Indonesia keluar dari keterpurukannya.
Contoh yang sangat terkenal dari karunia ini adalah Hikmat Salomo, bagaimana ia dapat menentukan ibu yang sebenarnya dari balita yang diperebutkan oleh dua orang ibu yang datang kepadanya.
Karunia Makrifat adalah kemampuan yang diberikan kepada Satria Piningit untuk mengerti ajaran-ajaran Tuhan dan kehendakNya terhadap hidup manusia. Ajaran Tuhan Yesus adalah KASIH, Tuhan menghendaki manusia untuk mengembangkan sikap penuh kasih. Dengan Kasih orang akan dapat bersabar, mau berkorban, dan penuh perhatian kepada orang lain dan kepada mahkluk ciptaan Tuhan yang lain. Didalam Serat Jayabaya inilah yang disebut dengan ajaran BUDHI (Budi Pekerti).
Karunia bernubuat adalah suatu karunia untuk berkomunikasi dengan Tuhan, dimana Tuhan bisa berfirman menggunakan mulutnya (Satria Piningit) kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain baik perorangan atau orang banyak (jemaah).
Karunia Berbahasa Roh adalah karunia untuk berkomunikasi dengan Tuhan dengan menggunakan bahasa-bahasa lain yang tidak dimengerti oleh manusia maupun setan. Yang mengerti hanya roh manusia dan Tuhan. Dengan karunia ini rohnya mengungkapkan perasaan-perasaannya yang yang terdalam yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa manusia kepada Tuhan, yang isinya keluh-kesah atau puji-pujian kepada Tuhan.
Dan Tuhan juga dapat menyampaikan firmanNya melalui bahasa-bahasa lain itu, yang isinya penghiburan, nasihat, atau teguran.
Karunia Mengartikan Bahasa Roh adalah suatu karunia untuk mengartikan bahasa-bahasa lain yang tidak dimengerti oleh manusia itu.
Karunia-karunia seperti itu yang menjadi ciri dari Satria Piningit sejati. Dan dalam Serat Jayabaya diungkapkan bahwa Satria Piningit adalah momongan dari Sabdo Palon Noyogenggong atau Sang Firman yang melawat ke dunia, yang menjadi gelar Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Kemunculan Satria Piningit di bumi Nusantara kelak mempunyai tugas untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang ke dua di bumi ini, seperti yang telah dijanjikanNya kepada murid-muridNya dahulu.
Satria Piningit mengajarkan banyak hal yang sekarang sudah dilupakan oleh banyak orang, yaitu tentang Kebenaran dan Kasih, dimulai dari bumi Nusantara kemudian akan berkembang keseluruh penjuru dunia. Keadaan ini sudah diungkapkan didalam serat Jayabaya bahwa Nusantara akan menjadi mercusuar dunia, karena Nusantara akan menjadi teladan bagi seluruh negara-negara yang ada di dunia.
Selama hidupnya Satria Piningit dituntut hidup membujang dan memurnikan dirinya, hal ini berkaitan dengan tugas yang akan diembannya. Dimana beliau harus memberi teladan tentang hidup yang benar dan kasih yang sesungguhnya, dalam arti hidup yang sebenar-benarnya tanpa cela dan kasih yang tulus suci seperti kasih Tuhan (Agape) kepada manusia. Adalah sangat mustahil untuk dapat memberi teladan yang demikian bila beliau mempunyai anak dan istri, karena bila demikian akan banyak kepentingan yang harus dipertimbangkan dan banyak pertentangan dalam hatinya yang akan menjadikannya terhambat dan tidak mampu untuk memberikan teladan itu.
Satria Piningit memperoleh sembilan karunia itu harus melalui puasa 40 hari tidak makan dan minum atau tapa pati geni, karena didalam puasa itu SP digembleng mentalnya dan dituntut untuk mengalahkan setan dan iblis. Tapa seperti itu dalam Alkitab dilakukan pula oleh nabi Musa, oleh nabi Elia dan oleh Yesus Kristus sendiri.
Maka tidaklah heran bila kelak Satria Piningit akan melakukan perbuatan-perbuatan luar biasa seperti yang pernah dilakukan oleh nabi Musa, nabi Elia dan Yesus Kristus.
Didalam Serat Jayabaya banyak sekali diceritakan tentang sosok Satria Piningit, keluarganya dan tempat tinggalnya. Sudah banyak orang yang menafsirkannya dengan berbagai versinya, tapi disini saya tambahkan menurut versi yang lain.
Sosok Satria Piningit digambarkan mempunyai wajah yang tampan dengan senyum yang senantiasa menghiasi bibirnya. Banyak orang yang bertemu muka dengan SP pasti menyangka beliau sedang tersenyum kepadanya, bukan karena beliau suka senyum-senyum melainkan memang bibirnya berbentuk seperti yang sedang tersenyum, sehingga walaupun sedang diam beliau terlihat seperti sedang tersenyum.
Perawakannya sedang, tidak besar tapi juga tidak kecil, tidak tinggi tapi juga tidak terlalu pendek, tidak kurus tapi juga tidak terlalu gemuk, dan kulitnya berwarna gelap tapi tidak terlalu hitam.
Satria Piningit mempunyai karakter sederhana, baik dalam hal bertutur kata maupun dalam hal pemikirannya, cara pandangnya terhadap hidup dan juga sampai pada cara beliau berpakaian.
Bila berbicara menggunakan kata-kata dan kalimat yang yang sederhana dan mudah dimengerti orang umum, tidak menggunakan istilah-istilah yang orang umum kurang mengerti. Beliau mengatakan segalanya langsung tidak berbasa-basi atau muter-muter dan tidak dengan ragu-ragu, segala sesuatu disampaikannya dengan tegas; iya atau tidak orang yang diajaknya berbicara langsung tahu, mengatakan segala sesuatu dengan jujur dan terus terang, tidak ada yang ditutup-tutupi. Bila berbicara suaranya tegas dan meyakinkan. Ini sesuai dengan Serat Jayabaya dimana Satria Piningit dikatakan berwatak seperti Baladewa, yaitu seorang tokoh dalam Babad Barrathayuda.
Serat Jayabaya menerangkan bahwa Satria Piningit sudah tidak mempunyai ayah dan ibu , yatim-piatu. Dalam hal ini sangat jelas bahwa beliau tentunya masih mempunyai sanak-famili, baik keluarga dari pihak ayah atau keluarga dari pihak ibu. Dan dalam Serat Jayabaya juga tidak disebutkan bahwa beliau anak tunggal dari ayah-ibunya, berarti beliau juga mempunyai kakak atau adik.
Jadi dari sanak-familinyalah kemudian beliau mendapat sebutan orang tua (paman atau uwak). Hal ini terjadi karena beliau berasal dari keluarga yang mempunyai banyak anak (hal ini umum pada keluarga jaman sebelum RI) dan beliau adalah anak paling muda diantara saudaranya, sehingga perbedaan umur antara kakak tertuanya dengan beliau mencapai lebih dari 30 tahun. Dengan demikian berarti beliau dilahirkan bersamaan atau setelah kelahiran dari anak kakaknya. Akibatnya ketika baru terlahir beliau sudah dipanggil paman oleh anak kakaknya, yang sebenarnya berumur lebih tua dari padanya. Ketika beliau sudah menjadi seorang pemuda tentunya kakaknya sudah mempunyai cucu dan yang memanggilnya kakek (eyang). Hal ini dituliskan didalam Serat Jayabaya bahwa Satria Piningit biarpun masih muda sudah dipanggil sebagai orang tua.
Bila saat sekarang kakak tertuanya berusia 80 tahun (kelahiran tahun 1931) maka beliau sekarang sudah berusia 50 tahun. Dalam hal ini beliaunya masih disebut pemuda/ satria karena belum pernah menikah dan tidak pernah mempunyai anak.
Satria Piningit tinggal di sebuah rumah bertingkat yang mempunyai banyak pintu masuk, baik diatas, dibawah, disebelah kanan atau disebelah kiri, sehingga orang yang mencari dirinya kadang terkecoh sepertinya beliau mempermainkan mereka. Karena ketika dicari dari pintu bawah bisa jadi beliau sudah keluar dari pintu samping. Dicari dari pintu samping beliau sudah keluar dari pintu atas, dan begitu pula kalau dicari dari pintu yang lain. Jadi kesannya yang mencarinya seperti diajak petak umpet. Hal seperti ini ditulis didalam Serat Jayabaya bahwa SP berumah seperti Raden Gatotkaca (tokoh satria dari Pringgondani yang sakti mandraguna dalam babad Barrathayuda) berupa rumah merpati susun tiga seperti manusia yang meledek.
Tampilnya (Satria Piningit) juga sudah disebutkan yaitu akhir tahun 1928 (tahun Jawa) yang sama dengan tahun 1996 Masehi sampai awal tahun 1998 Masehi. Dalam hal ini harus dimengerti bahwa tampilnya (SP) adalah saat beliau diproklamirkan didalam dunia roh, bukan di dunia jasmani. Pada saat itu SP dinyatakan lulus dalam menyelesaikan laku tapa/ puasanya selama 40 hari itu yang diperintahkan kepadanya; dan kelak beliau akan tampil didunia jasmani, ditandai dengan munculnya Bintang Pari yang panjang sekali tepat di arah tenggara selama tujuh malam seperti yang sudah ditulis didalam Serat Jayabaya.
Menurut ahli bintang dikatakan bahwa akan ada bintang yang akan datang mendekati Bumi pada kira-kira tahun 2012-20.. . Dan bintang itu akan mempengaruhi alam di Bumi, yang mengakibatkan banyak manusia dan makluk hidup yang lain tidak tahan dan mati.
Ditengarai pada saat itu yang bertahan hidup hanya tiga puluh persen saja dari seluruh penghuni bumi.
Dalam serat Jayabaya keadaan itu digambarkan bahwa banyak orang yang digigit nyamuk mati, dan banyak orang yang digigit semut mati.
Pada saat keadaan kacau seperti itulah kemudian Satria Piningit tampil dihadapan banyak orang untuk mengingatkan manusia untuk hidup dengan benar dan mengutamakan kasih kepada sesama manusia, yang selama ini sudah mereka lupakan. Beliau tampil bukan sebagai panglima perang atau presiden, tapi sebagai seorang Pendeta yang mengajarkan kepada orang banyak untuk hidup menuruti kehendak Tuhan, yaitu dengan mengedepankan gotong-royong dan saling tolong menolong. Dan sebagai seorang Begawan/ Guru Bangsa yang mengajarkan para pemimpin untuk menjadi pelayan bagi rakyatnya dengan mengusahakan kehidupan yang damai, adil dan makmur.
Karena Satria Piningit tidak bersenjatakan senapan atau pedang yang berguna untuk membunuh lawan, melainkan bersenjatakan Kitab Allah (Trisula Wedha); beliau tidak menggunakan kekerasan untuk mengalahkan lawan-lawannya tetapi dengan menyadarkan mereka dari kesesatan hidup yang ditempuh selama ini, sehingga mereka tidak merasa dikalahkannya. Demikian yang dituliskan dalam serat Jayabaya bahwa Satria Piningit menyerang tanpa pasukan dan menang tanpa mengalahkan.
Trisula Wedha terdiri dari dua kata, yaitu trisula yang merupakan senjata tombak bermata tiga yang tajam. Sedangkan wedha adalah kitab. Bila digabungkan pengertiannya adalah sebilah senjata trisula dan sebuah kitab.
Tentunya tidak terbayangkan Satria Piningit berperang menggunakan senjata demikian, lebih masuk akal kalau kita mengerti bahwa itu adalah Kitab (Alkitab) yang berisi ajaran dari Allah Tritunggal (Trinitas), dimana Allah Trinitas menyatakan diriNya dalam rupa manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian dapatlah kita mengerti bahwa senjata dari beliau adalah ajaran Tuhan Yesus Kristus yaitu KASIH.
Dengan demikian maka ungkapan dalam Serat Jayabaya yang berbunyi “agegaman trisula wedha momongane dadi nayaka perang perange tanpa bala sakti mandraguna tanpa aji-aji” menjadi tepat dikenakan kepadanya.
Pekerjaan Satria Piningit semasa dalam pingitan adalah sebagai pedagang dan kemunculannya beberapa waktu saja. Hal ini sesuai dengan Serat Jayabaya bait 139 :
adedagang carang klambi udheng lawe wenang
disuyudi wong lanang sapirang-pirang
nanging umure tan panjang
namung sawarsa Jawa abang
(Dikutip dari buku “Ramalan Jayabaya (Bagian Akhir), Editor Suwidi Tono)
Carang atau ranting bercabang yang dimaksud adalah “kayu salib” (Yesus yang disalib hingga mati untuk menebus dosa-dosa manusia).
Umure tan panjang yang dimaksud adalah lamanya Satria Piningit tampil dihadapan banyak orang tidak lama.
Sawarsa Jawa abang yang dimaksud adalah 3,5 tahun. Kesimpulan ini diambil dengan pertimbangan bahwa sewarsa atau satu tahun Jawa lamanya 350 hari, abang menunjuk pada hal yang sangat muda atau paling kecil. Dalam hal ini 350 terdiri dari tiga digit sedangkan 3,5 adalah satu digit (jumlah yang paling kecil). Tentunya dalam hal ini lebih masuk akal kalau yang dimaksud bukan 3,5 hari atau 3,5 bulan tetapi 3,5 tahun.
Satria Piningit tampil sebagai seorang pendeta, hal ini sesuai dengan Serat Jayabaya bait 138 :
ana wong ageng muncul
satengahing gunung Kendheng
angrasuk busana ireng
ambiyantu sing dirubung thuyul nggereng
pandhita iku ajejuluk candra siji Jawa
(Disadur dari buku “Ramalan Jayabaya (Bagian Akhir), Editor Suwidi Tono)
Sing dirubung thuyul nggereng, yang dimaksud adalah orang-orang yang sedang mengalami kebuntuan dalam hidupnya karena salah langkah, akibat terbawa pusaran Jaman Edan.
Pandhita yang dimaksud tentunya adalah jabatan profesi nya dalam masyarakat yaitu: sebagai pendeta atau ulama.
Candra Siji Jawa atau bulan pertama tahun Jawa, adalah: bulan Sura. Sura berarti pemberani.
Jadi julukan atau gelar atau sebutan Satria Piningit ketika tampil adalah “Sang Pemberani“. Julukan ini diberikan kepada beliau tentunya berkaitan dengan keberaniannya tampil dengan melawan arus jaman, Jaman Edan.
Orang-orang yang dibantu oleh beliau “Sang Pemberani”, kita temukan di bait 163:
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sak pirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh-seh kalih pinaringan sabda
hiya gidrang-gidrang
(Disadur dari buku “Ramalan Jayabaya (Bagian Ahkir), Editor Suwidi Tono)
Sing padha nyembah reca ndhaplang yang dimaksud adalah mereka yang menganut agama Katholik, yang kita tahu mempunyai maskot patung Yesus Kristus yang sedang merentangkan tangannya ke langit.
Cina eling seh-seh yang dimaksud adalah orang-orang WNI Keturunan Cina yang masih melakukan tradisi sembahyangan di rumahnya. Beliau mengritik keras praktek-praktek ritual demikian, sehingga mereka sangat marah kepada nya. Diantara mereka tentunya ada yang kemudian bertobat tetapi sebagian lainnya yang tidak mau bertobat akan berusaha melawan beliau dan bahkan berusaha untuk membunuhnya dengan berbagai cara. Oleh karena inilah maka kiprah SP hanya selama 3,5 tahun saja.
Semuanya itu sudah dinubuatkan oleh Yesus Kristus bahwa “Seorang murid tidak akan melebihi gurunya”, dalam arti sebagai murid Yesus Kristus , Satria Piningit akan mengalami nasib yang sama dengan gurunya yaitu dibunuh musuh-musuhnya karena menentang mereka.
Tugas yang harus dituntaskan oleh Satria Piningit dalam Serat Jayabaya di atas mempunyai kesamaan dengan tugas Dua Saksi Allah yang terdapat dalam Alkitab (Wah.11:1-14). Disana dituliskan bahwa Dua Saksi Allah bernubuat sambil berkabung, selama 1260 hari atau 3.5 tahun. Setelah itu mereka dibunuh tapi tiga setengah hari kemudian mereka bangkit dari kematiannya dan mereka ‘diangkat’ naik ke sorga.
Kita dapat melihat diatara dua tulisan yang terdapat didalam Serat Jayabaya dan Alkitab terdapat kesamaan yang tidak bisa diabaikan maka dapat disimpulkan bahwa Dua Saksi Allah mewakili Satria Piningit dan pendampingnya.
Adalah bukan suatu kebetulan bahwa dua kebudayaan menyampaikan satu berita yang sama dengan versi yang berbeda, karena semua itu tentunya Tuhan yang mengerjakannya.
Campur tangan Tuhan dapat kita lihat juga dari waktu kitab-kitab itu ditulis dan waktu penggenapannya. Dimana Kitab Wahyu ditulis pada abad pertama sedangkan Serat Jayabaya ditulis pada abad 11, dan akan digenapi pada abad 21. Adalah juga bukan hal yang kebetulan bilamana selang waktu antara tulisan pertama dan yang ke dua kira-kira 1000 tahun. Selang waktu antara tulisan kedua dengan penggenapannya nanti juga kira-kira 1000 tahun.
Agar dapat lebih dimengerti, maka disini saya kutipkan Kitab Wahyu pasal 11:1-13
Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata berikut: “Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah didalamnya. Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang disebelah luar, jangan engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya.” Dan Aku akan memberikan tugas kepada dua saksiKu, supaya mereka bernubuat sambil berkabung, seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.
Mereka adalah kedua pohon zaitun dan kedua kaki dian yang berdiri dihadapan Tuhan semesta alam. Dan jikalau ada orang hendak menyakiti mereka, keluarlah api dari mulut mereka menghanguskan semua musuh mereka. Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, maka orang itu harus mati secara itu. Mereka mempunyai kuasa menutup langit, supaya jangan turun hujan selama mereka bernubuat; dan mereka mempunyai kuasa atas segala air untuk mengubahnya menjadi darah, dan untuk memukul bumi dengan segala jenis malapetaka, setiap kali mereka menghendakinya.
Dan apabila mereka telah menyelesaikan kesaksian mereka, maka binatang yang muncul dari jurang maut akan memerangi mereka dan mengalahkan serta membunuh mereka. Dan mayat mereka akan terletak diatas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, dimana juga Tuhan mereka disalibkan. Dan orang-orang dari segala bangsa dan suku dan bahasa dan kaum, melihat mayat mereka tiga setengah hari lamanya dan orang-orang itu tidak memperbolehkan mayat mereka dikuburkan. Dan mereka yang diam diatas bumi bergembira dan bersukacita atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirimkan hadiah, karena kedua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua orang yang diam di atas bumi.
Tiga setengah hari kemudian masuklah roh kehidupan dari Allah kedalam mereka, sehingga mereka bangkit dan semua orang yang melihat mereka menjadi sangat takut. Dan orang-orang itu mendengar suatu suara yang nyaring dari sorga berkata: “Naiklah kemari!” Lalu naiklah mereka ke langit, diselubungi awan, disaksikan oleh musuh-musuh mereka.
Pada saat itu terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan sepersepuluh bagian dari kota itu rubuh, dan tujuh ribu orang mati oleh gempa bumi itu dan orang-orang lain sangat ketakutan, lalu memuliakan Allah yang di sorga.
Perikop dalam Kitab Wahyu diatas juga mempunyai kemiripan dengan yang tertulis dalam Uga Wangsit Siliwangi yang menceritakan tentang Anak gembala yang pergi bersama Pemuda Berjanggut untuk membuka lahan baru di Lebak Cawene.
Anak Gembala adalah Satria Piningit, sesuai dengan profesinya sebagai pendeta atau gembala jemaat.
Pemuda Berjanggut adalah Tuhan Yesus Kristus, sesuai dengan gambar-gambar wajah Tuhan Yesus yang kita kenal.
Lebak cawene adalah Langit ke Tujuh / Sorga.
Dibawah ini saya kutipkan satu bait dari Uga Wangsit Siliwangi yang terdapat dalam Blog Nurkala Kalidasa :
Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar bahwa mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang mempunyai uang.
Para penguasa lalu menyusup,yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari Anak Gembala, yang rumahnya diujung sungai, yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang.
Semua mencari tumbal tetapi Anak Gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama Pemuda Berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak cawene.
Dari kesimpulan diatas Anak Gembala yang dimaksud adalah Satria Piningit maka dari kutipan Uga Wangsit Siliwangi itu, kita dapatkan beberapa keterangan lagi yang menandai Satria Piningit yang sejati, yaitu:
1. Rumahnya di ujung atau dekat sungai, ukuran dekat disini tentunya tidak lebih dari 100 meter.
2. Pintu rumahnya setinggi batu, yang dimaksud disini bukan ukuran pintunya melainkan letak pintunya yang setinggi batu/ setinggi atap rumah, kira-kira 3-4 meter dari tanah.
3.Rumahnya rimbun oleh pohon Handeuleum dan Hanjuang, yang dimaksud adalah rumahnya biarpun tinggi (ingat rumah Satria Piningit bertingkat) tetap tertutup oleh pohon-pohon itu. Dalam hal ini bukan berarti rumahnya tidak terlihat, tapi dengan pengertian bahwa bila kita melihat rumahnya dari jauh yang lebih terlihat adalah pohon-pohon itu.
Pohon yang dimaksud tentunya bukan pohon yang sesungguhnya, karena tidak ada pohon yang bernama seperti itu, tapi lebih merupakan gambaran suatu benda seperti pohon. Benda seperti itu lebih mirip dengan Tower Antena dan Masjid Jawa, yang bentuknya seperti tajuk pohon cemara.
Tower Antena melambangkan hubungan horisontal, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia sedangkan Masjid Jawa melambangkan hubungan vertikal, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Bila kita gambar hubungan itu sebagai garis horisontal dan garis vertikal kemudian menggabungkannya menjadi satu maka akan terbentuk suatu gambar salib yang merupakan lambang Tuhan Yesus Kristus.
Dari semua uraian diatas maka dapatlah disimpulkan bahwa Satria Piningit adalah seorang pemuda yang hidupnya cukup sejahtera baik secara materiil maupun spirituil, tidak kekurangan, sehingga beliau sering melakukan perbuatan baik tapi perbuatan baik yang dilakukannya itu disalah-pahami bahkan beliau disangka seorang yang munafik dan jahat, tidak terkecuali oleh orang yang menerima kebaikannya itu (sungguh menyedihkan); Tapi itu bukan kesalahan orang-orang itu, karena perbuatan baiknya itu bukan perbuatan yang umum dilakukan oleh orang kebanyakan, karena tidak mungkin perbuatannya itu mau dilakukan oleh orang lain.
Hal demikian terjadi karena beliau hidup menurut ukuran rohani sedangkan orang pada umumnya menggunakan ukuran duniawi, sehingga yang terjadi adalah apa yang diperbuat nya tidak dapat dimengerti oleh nalar orang kebanyakan.
Ukuran duniawi menggunakan azas “Apa untungnya bila melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan itu” sedangkan Ukuran rohani adalah ”Hati Nurani tanpa memikirkan untung-rugi”. Pengalaman-pengalaman beliau yang demikianlah yang dalam Serat Jayabaya ditulis bahwa Satria Piningit hidupnya kesandung-kesampar.
Hal Kerajaan Allah seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu. Mat.13:45-46
- sandiputra's blog
- Login to post comments
- 14597 reads
@sandiputra
Kitab Jangka Jayabaya sumber awalnya adalah Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri yang selesai pada tahun 1618 M. Baca di http://id.wikipedia.org/wiki/Ramalan_Jayabaya. Sunan Giri tentunya sudah mempelajari Alquran, yang mana di dalamnya ada juga kisah mengenai Nabi Isa yang dipercaya kaum muslim sebagai Ratu Adil yang akan datang di akhir jaman. Jadi kaitannya dengan Alkitab ya mungkin sedikit berbau-bau Alkitab, seperti hanya Alquran ada bau-bau Alkitab juga.
Oleh Pangeran Wijil, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Jadi Kitab Jangka Jayabaya sebenarnya adalah hasil sinkretisme ajaran Islam dengan Hindu / Budha plus kebatinan (Kejawen).
Mengaitkan Jangka Jayabaya (yang berfokus di Jawa / Nusantara) dengan nubuat-nubuat Alkitab (yang berfokus di sekitar Yerusalem / Timur Tengah) ibarat mengaitkan hubungan kekerabatan antara saya dengan Presiden SBY...hehehe
@widdiy...
terimakasih infonya....ramalan-ramalan seperti yang saya tulis di atas adalah hasil otak-atik-gathuk...hehehe...ndak usah dianggap serius....ditambah lagi dengan Alkitab...asal mathuk.....ya jadilah...jangan dianggap sinkretis...tapi (kalau boleh...) anggap sebagai usaha saya meng'kontekstualisasi'kan Alkitab ke dalam budaya Jawa...GBU
Hal Kerajaan Allah seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu. Mat.13:45-46
@sandiputra, kontekstualisasi
Upaya meng-kontekstualisasi-kan Alkitab ke dalam budaya Jawa sudah dilakukan pertengahan abad ke 19 oleh Kyai Sadrach dan Kyai Tunggul Wulung. Bagaimana proses dan hasilnya bisa anda pelajari melalui blog karangyoso.blogspot.com/2008/12/kyai-sadrach.html.
Anda harus mempertimbangkan antara resiko dan hasil yang akan didapat dari upaya meng-kontekstualisasikan Alkitab ke dalam budaya lokal. Jangan sampai hasilnya adalah kebalikannya yaitu absorbsi filsafat dan budaya lokal ke dalam ajaran-ajaran pokok ke-Kristenan. Hal inilah yang ditentang oleh Rasul Paulus seperti yang dituliskannya dalam Kolose 2:8.
Ingatlah, kita harus menggarami dunia, bukan kita yang digarami oleh dunia...
Selamat bereksperimen dan berupaya....
@widdiy...era baru
Anda benar...justru karena dalam kerangka menggarami dunia itu...saya masuk ke dalam kepercayaan tentang tokoh "Mesias Jawa" yang dinanti-nantikan...dengan menghubungkannya dengan paham yang saya yakini...untuk mendapatkan makna baru dari tokoh"Satria Piningit" yang sedang ramai dibicarakan oleh masyarakat Nusantara...menjelang Pemilu 2014 nanti...pesan yang saya ingin sampaikan adalah:" Satria Piningit yang ditunggu itu bukanlah seorang tokoh / pemimpin politik...seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Yahudi lebih dari 2000 tahun yang lalu di Palestina...melainkan seorang tokoh spiritual...pemimpin moral...guru negara...seperti Yesus Kristus...karena ia adalah pengikut, utusan, dan murid Nya"...
Jadi yang saya lakukan adalah memasukan ajaran Alkitab (ajaran Tuhan Yesus) ke dalam pigura budaya Jawa yang sudah berurat-berakar dalam masyarakat melewati era berbagai kepercayaan yang dianutnya...dari era agama Hindu-Buddha-Islam-dan yang terakhir adalah: Kristen (yang akan datang dengan munculnya Satria Piningit)...GBU
Hal Kerajaan Allah seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu. Mat.13:45-46
Nostradamus mengatakan SATRIO PININGIT atau LAKI-LAKI DARI TIMUR
Menguak Misteri Presiden ke 7 Indonesia
Pakem yang kami uraikan ini hampir tidak pernah didengar atau dibicarakan oleh publik karena tidak pernah dipublikasikan. Pakem ini hanya diketahui oleh orang-orang tertentu yang jumlahnya pun sangat terbatas karena penyampaiannya hanya dilakukan secara temurun dari orangtua kepada anak-anaknya. Pakem ini disampaikan oleh Imam Masdariyanto, seorang mantan Kepala Desa di Jember, Jawa Timur. Ia memperoleh pakem ini dari ayahnya, Syamsul, seorang carik (sekretaris desa) Desa Srengat Blitar, pada 1972. :
ROJO HERU COKRO KASIO-SIO
ROJO ASMORO KINGKIN ANGKORO ARTO
ROJO SOKO SEBERANG
ROJO TANPO NETRO
ROJO TUNO WICORO
ROJO NOTO KUSUMO
ROJO JOKO LELONO PRANOTO NUSWANTORO
Pakem ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh pasardesa press dengan judul “Menguak Misteri Presiden ke & Indoneisa” ditulis oleh Nawawi A. Manan & Surjokotjo
……………. Sebuah tulisan berjudul “menguak misteri Presiden Ke 7 Indonesia”, Tulisan itu dalam bahasa jawa dan saya tidak tahu artinya. Apakah admin bisa membantu saya menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia ? sekaligus menjelaskan arti atau makna yang ada dalam tulisan itu.
Untuk admin ketahui, saat ini saya sudah berada di pertemuan tiga buah laut yaitu pulau Sulawesi, Nostradamus mengatakan Satrio Piningit atau LAKI-LAKI DARI TIMUR berada di wilayah itu. Mudah-mudahan tulisan yang akan admin terjemahkan dapat membantu saya menemukan titik kordinat yang kita cari selama ini.
Terima Kasih.
Dikutip dari BLOG RODA HUKUM
http://satriopiningitmuncul.wordpress.com/
BHINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DHARMA MANGRUA
Nostradamus mengatakan SATRIO PININGIT atau LAKI-LAKI DARI TIMUR
Menguak Misteri Presiden ke 7 Indonesia
Pakem yang kami uraikan ini hampir tidak pernah didengar atau dibicarakan oleh publik karena tidak pernah dipublikasikan. Pakem ini hanya diketahui oleh orang-orang tertentu yang jumlahnya pun sangat terbatas karena penyampaiannya hanya dilakukan secara temurun dari orangtua kepada anak-anaknya. Pakem ini disampaikan oleh Imam Masdariyanto, seorang mantan Kepala Desa di Jember, Jawa Timur. Ia memperoleh pakem ini dari ayahnya, Syamsul, seorang carik (sekretaris desa) Desa Srengat Blitar, pada 1972. :
ROJO HERU COKRO KASIO-SIO
ROJO ASMORO KINGKIN ANGKORO ARTO
ROJO SOKO SEBERANG
ROJO TANPO NETRO
ROJO TUNO WICORO
ROJO NOTO KUSUMO
ROJO JOKO LELONO PRANOTO NUSWANTORO
Pakem ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh pasardesa press dengan judul “Menguak Misteri Presiden ke & Indoneisa” ditulis oleh Nawawi A. Manan & Surjokotjo
……………. Sebuah tulisan berjudul “menguak misteri Presiden Ke 7 Indonesia”, Tulisan itu dalam bahasa jawa dan saya tidak tahu artinya. Apakah admin bisa membantu saya menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia ? sekaligus menjelaskan arti atau makna yang ada dalam tulisan itu.
Untuk admin ketahui, saat ini saya sudah berada di pertemuan tiga buah laut yaitu pulau Sulawesi, Nostradamus mengatakan Satrio Piningit atau LAKI-LAKI DARI TIMUR berada di wilayah itu. Mudah-mudahan tulisan yang akan admin terjemahkan dapat membantu saya menemukan titik kordinat yang kita cari selama ini.
Terima Kasih.
Dikutip dari BLOG RODA HUKUM
http://satriopiningitmuncul.wordpress.com/
BHINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DHARMA MANGRUA