Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Perceraian

Stephen's picture
Cerai yuk! Siapa takut?

Komoditas dan hiburan

Fenomena perceraian dalam rumah tangga semakin marak belakangan ini. Perceraian menjadi komoditas yang bernilai tinggi dalam pertarungan media infotainment demi memuaskan pembaca dan pemirsanya sekaligus menambah tebal kocek pundi-pundi dari iklan komersil. Ruang-ruang keluarga disesaki dengan tayangan suami-istri yang saling menggugat dan dengan pongah menyebut diri mereka teladan sempurna bagi anak-anaknya. Sekarang perceraian bukan lagi sekedar tuntutan skenario dalam sinetron opera sabun. Perceraian sudah menjadi gaya hidup atas nama kebebasan dan demi mengejar popularitas pribadi agar tidak lapuk ditelan jaman. Perceraian menjadi hot news yang ditunggu-tunggu sekaligus menghibur karena jadi gosip afdol yang perlu disebar luaskan.
Sayangnya masalah perceraian ini bukan masalah nasional yang harus diperdebatkan di parlemen. Wakil-wakil rakyat kita lebih suka membuat cakaran kenaikan gajinya tahun 2008 ketimbang mengurusi perceraian rumah tangga. Lalu apa artinya, ungkapan keluarga yang sehat adalah dasar negara yang kokoh.
Kita dengan lantang dan tegasnya berkomitmen mempertahankan kesatuan NKRI dan menolak usaha-usaha separatis sebagai tindakan makar yang harus ditumpas. Namun, di lain pihak separatisme dalam rumah tangga tidak pernah dicarikan alternatif pemecahannya. Bukankah penting rasanya menggagas Pertemuan Damai bagi Suami-Istri yang hendak bercerai oleh Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Kementerian Pemuda dan Olahraga?

Legalitas hukum

Perceraian bukan hanya monopoli artis atau pejabat yang selalu disebut sebagai pesohor karena pendapatan yang bejibun dan penampilan yang ciamik. Orang-orang kecil pun, semisal pembantu rumah tangga atau pegawai honorer mengalami soal yang sama. Orang kristen yang menganut perkawinan monogami mengalami goncangan ketika kata cerai keluar tanpa kontrol sama sekali. Palu pengadilan agama bertalu-talu meresmikan perceraian yang digagas suami-istri atas nama hukum dan keadilan. Mereka yang bercerai dengan tegak kepala menerima putusan itu tanpa perlu mengucapkan salam perpisahan. Lawyers telah turut berjasa dalam memuluskan proses negosiasi perceraian dan pembagian harta gono-gini, termasuk pengasuhan anak. Legalitas hukum atas perceraian perlu didapatkan agar kehidupan terus berlanjut. Tanpa legalitas bisa jadi ada pihak yang dirugikan dan nasibnya terkatung-katung karena tidak mendapatkan kepuasan lahir dan batin. Tidak peduli baru seumur jagung atau sudah usia emas suami-istri dapat berpisah dan tidak perlu malu jika ngebet mau kawin lagi. Jika cocok, pernikahan bisa dibuat eksklusif semisal di TMII, pulau Bali atau di tengah hutan sekalipun.

Nikah: Kehendak Allah

Orang-orang Kristen mempercayai Firman Allah sebagai pelita dan terang dalam jalan hidupnya. Kitab Injil menyatakan bahwa ”Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6; Markus 10:8) Firman Allah ini jelas bukan sekadar simbol pada kartu undangan nikah atau janji manis dari mulut sewaktu wedding ceremony. Firman Allah ini menjadi pedoman sehingga keduanya berkomitmen dengan kesungguhan dalam segala waktu dan tempat. Pernikahan kristiani bukanlah sarana melegalkan perzinahan seperti kawin kontrak atau hamil di luar nikah. Pernikahan kristiani bukan juga tempat untuk berlatih memuaskan hawa nafsu kedagingan manusia yang bejat dan rendah.
Pernikahan kristiani harus berdasar 3 asas yaitu monogami, kesetiaan dan seumur hidup. Pernikahan kristiani adalah pernikahan antara seorang suami dan seorang istri sekali dan seumur hidup dalam ikatan kasih setia. Pernikahan kristiani bersifat sakral, suci, kudus bukan hanya karena kehendak Allah, tetapi juga karena komitmen menghayati kehendak Allah itu sampai maut memisahkan keduanya. Manusia tidak diberi tugas merusak karya ilahi dalam pernikahan kristiani. Tidak ada sama sekali mandat ilahi yang ditetapkan agar perceraian dihalalkan.

Keras hati dan bebal
Bisa jadi contoh-contoh telanjang tentang perceraian rumah tangga menjadi referensi valid sekaligus data memori ketika berhadapan dengan konflik rumah tangga. Kesetaraan jender dan kesamaan di depan hukum telah mengakibatkan bahwa kekerasan (suami) tidak lagi dihadapi dengan kelembutan (istri). Seperti menyiram api dengan bensin, begitulah bangunan rumah tangga terbakar dan tinggal abu serta puing-puing hitam. Tidak ada kebanggaan yang tersisa sedikitpun. Suami-istri telah kehilangan akal sehatnya sehingga wahyu ilahi tidak diperhatikan. Keduanya tidak takut sama sekali! Mengapa demikian? Karena tidak ada lagi roh takut akan Tuhan! Masing-masing berbicara kepentingan pribadinya dan Allah diposisikan sebagai penonton yang menyaksikan suami-isti beradu argumentasi saat konflik atau ketika berperkara di pengadilan agama.
Bercerai bukan lagi sesuatu yang harus ditakuti sebab Firman Allah sekadar jadi ornamen lemari jepara kita ketimbang jadi makanan rohani. Begitu juga dengan doa-doa kita. Doa kita terlalu egois dan opportunis. Kita banyak meminta ini dan itu, tetapi tidak meminta damai sejahtera dalam keluarga. Yang disembah bukan lagi Allah tetapi mamon yang jahat sehingga tidak ada waktu bersaat teduh bagi suami-istri untuk berkonsultasi dengan Allah sebagai Penasihat Ajaib dalam mengatasi kemelut rumah tangga.
Bisa jadi orang tidak takut bercerai karena roh pengampunan dan pendamaian tidak bekerja dalam hati dan pikirannya sehingga bukan lagi Allah yang menguasai hidup manusia, melainkan manusia jadi tuan atas dirinya sendiri.
Melarang seseorang bercerai mudah dikatakan, namun bagi yang mengalaminya bukan solusi yang tepat. Dengan duka mendalam kita menghadapi kenyataan hancur leburnya rumah tangga yang dasarnya Kristus.
Yang perlu kita lakukan adalah berdoa bagi mereka yang berpisah karena bercerai serta menolong mereka membangun komitmen bersekutu dengan Firman Allah setiap waktu. Hak saudara untuk bercerai tidak seharusnya dipraktekkan. Saudara harus memikirkan dan mempertimbangkan kelangsungan hidup anak-anak yang Tuhan anugerahkan. Walaupun saudara tujuh turunan kaya banget, tidak ada yang dapat mengantikan kehadiran orang tua kandung, baik ibu atau ayah, papi atau mami, bokap atawa nyokap, father or mother dalam membesarkan dan membina anak-anak dengan cinta kasih. Kita semua bertanggung jawab dan harus lebih peka terhadap masalah dalam kehidupan tumah tangga.
Sikap tidak takut bercerai adalah bukti kekerasan hati Firaun dan kebebalan orang Israel yang terrnyata masih kita dapati sampai sekarang. Saudara berdua sebagai suami-istri bersama anak-anak, seharusnya memperjuangkan agar bahtera keluarga tidak bocor dan tenggelam dengan mengandalkan Yesus sebagai Nahkoda. Dengan iman, kasih serta harap kepada Yesus, saudara bersama dapat saling membantu dalam suka dan duka sampai maut merengut ajal. Semoga roh takut akan Tuhan bekerja dalam hati dan pikiran kita semua agar tegaklah rumah yang dibangun di atas batu karang, yaitu Yesus Kristus..
Jadi, cerai yuk! Ogah ah! Because we love Jesus dan we love each other forever!. Kawin lagi? ‘Engak lah, bo!  Cool
sujinto's picture

Hidup yang damai

Yup, Maju terus dan peliharalah iman dalam bahtera hidup suami istri dan bersyukurlah karena Tuhan yang telah menyatukan-Nya dalam kesatuan hidup kita sehingga menjadi sempurnalah hidup kita dalam menghadapi badai kehidupan dunia ini yang penuh dengan ketidak pastian. Dengan penuh berita-berita isapan jempol dalam hal kawin cerai seperti hal biasa saja dan bahkan hal membanggakan bagi diri mereka yang meminta perceraian maupun yang tidak kuat lagi dalam bersatu dalam bahtera hidup ini, perselisih yang tidak pernah diselesaikan sampai keakar-akarnya hanya sampai hanya dipermukaan saja sehingga menimbulkan kecurigaan satu sama lainnya sepertinya tidak adalah jalan keluarnya???!!! dan sudah mencoba berbagai segala cara ???!!! Dan tidak ada hasil yang berarti???!!! dan mahalan hasilnya NOL besar???!!!Kenapa kita tidak pernah "instigate" akar permasalahannya dan kita hanya dipermukaan saja dan seperti "bom waktu yang telah kita pasang sendiri" Kalau kita coba renungkan diwaktu masa pertunangan (pacaran) bukankah kita telah berikar kemana arah tujuan hidup kita setelah menikah dan punya anak???!!! Kenapa kita tidak melihat balik kebelakang?! yang kita lihat kok dia telah berubah dan sekarang menjadi orang lain???!!! menyebalkan dan sakit hati, dll hal ini segala yang paling disukai oleh si Jelek (Iblis), hati-hatilah bila kita mengaku diri kita orang kristen, jangalah dengan mudah dibuat tipu muslihat oleh si "jelek" itu karena tujuan si "jelek" untuk menghancurkan rumah tangga yang rukun dan takut akan Tuhan. Marilah kita bangkit dan lawan si jelek dengan sejata iman agar kita mampuh dan sanggup menyenangkan hati Tuhan. Kuncinya adalah KASIH. sebagai bahan dapat kita baca di 1 petrus pasal 3 dan coba kita suami istri mengerti dengan bijak agar kuasa Roh kudus menuntu kita di lebih mengerti lagi tujuan Allah dalam mempersatukan kita dalam bahtera hidup ini, agar anak-anak kita yang telah di karunia oleh-Nya dapat kita didik sesuai dengan Firman Tuhan sehingga kelak nanti didapatilah buah-buah menjadi berkat kepada orang lain. amin Marilah kita juga berdoa bagi para-para rumah tangga yang di ambang kehancuran sehingga mereka berbalik kejalan yang benar saling mengampuni dan saling berdoa satu sama yang lainnya. sehingga mereka dapat menjadi saksi hidup satu sama yang lain dalam menyelamatkan kehancuran rumah tangga yang akan hancur di bumi Indonesia bahkan Dunia ini. amin GBU for of us