Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bermain

PlainBread's picture
Bermain adalah hal yang kami sukai. Sejak dari kami kecil. Bahkan aku pernah hilang ketika orangtuaku menghadiri pertemuan di sebuah kota. Sebenarnya aku tidak hilang, hanya bermain. Aku hanya hilang di mata mereka, tapi tidak di mataku sendiri. Selagi mereka mendiskusikan bagaimana Hitler seharusnya membunuh orang-orang berdasarkan kelas, bukan bangsa, aku malah dinyatakan hilang. Bukankah salah satu tokoh yang mereka diskusikan, pernah menyatakan bahwa kita berhenti bermain bukan karena kita sudah tua, tetapi orang-orang menjadi tua karena mereka berhenti bermain? Ironis, memang.
 
 
 
Itu juga yang disinggungnya ketika aku dan dia membicarakan mengenai pernikahan.
 
"Kalau aku menikahimu, aku takut kalau kamu akan mempermainkanku. Sama seperti engkau mempermainkan banyak wanita di hidupmu." 
 
"Kalau begitu, jangan nikahi aku."
 
"Tapi aku mau menikahimu."
 
"Mana yang kamu risaukan terlebih dahulu? Mau menikahiku tapi takut? Atau ... kamu takut tapi mau menikahiku?"
 
Bukan. Aku tidak sedang bermain semantik. Pilihan di antara keduanya menjadi pertimbangan untukku dalam menikahinya. Dua hal yang maknanya berbeda jauh.
 
 
"Permainanmu itu berbahaya. Apakah kamu menikmati seks bebas dengan banyak wanita, sementara hatimu kosong?"
 
Dia menanyakan lagi.
 
Ada dua kesalahan pertanyaan di situ. Apakah aku menikmati seks bebas? Kalau mau jujur, memainkan kelamin sendiri rasanya lebih nikmat daripada bermain dengan kelamin orang lain. Tanyakan kepada siapa saja, pasti mereka setuju denganku. Sementara hatiku kosong? Justru bermain dengan banyak orang sedari kecil mulai dari main petak umpet atau petak benteng, membuat hatiku gembira dan menikmatinya.
 
 
Jangan salahkan pernikahan jika ada wanita dan pria yang memiliki permainan masing-masing. Si pria asik dengan video games setelah pulang bekerja, sementara si wanita asik chat dengan beberapa pria di internet. Keduanya walaupun tidak mengaku bahwa mereka berhenti berbicara setelah pulang bekerja, kenyataannya memang demikian. Mereka menyangka bahwa mereka menikmati permainan yang mereka lakukan. Sesungguhnya mereka dinikmati oleh permainan yang mereka lakukan. Dua hal yang maknanya berbeda jauh.
 
Ketika si wanita mengajakku untuk menikahinya, setelah dia akan bercerai dengan suaminya karena banyak hal - mungkin salah satunya adalah video games - aku hanya mengiyakan. Padahal dalam hatiku, wanita seperti ini hanyalah pecundang yang tidak akan puas oleh lelaki mana pun. Selamat tinggal, wanita. Dirimu membuktikan bahwa pernikahan memang tidak untuk semua orang. Ketika dirimu berkata bahwa si anu menarik dan lain sebagainya, lagi-lagi aku tersenyum kecut. Mengingatkanku kepada permainan yang aku sering mainkan dahulu. Hanya semakin membuktikan bahwa permainan memang bukan untuk semua orang. Lelaki paling sial adalah lelaki yang menikahimu dan jatuh ke dalam permainanmu.
 
 
"Kalau aku menikahimu, aku akan mengajakmu turut bermain. Pintu terbuka lebar untukmu bermain bersamaku. Bukan seperti pasangan tersebut, yang bermain hanya bagi diri mereka masing-masing."
 
Itu yang aku katakan, menjawab pertanyaan yang sepertinya lama menggelayut dalam pikirannya.
 
Aku yang lebih gemar memilih single player dalam setiap permainan, berpikir bermain berdua mungkin akan lebih menyenangkan. Seperti dalam film Gone in 60 seconds, cinta dan komitmen akan lebih cepat tumbuh jika bermain berdua daripada sendirian.
 
 
 
 
"Mana topengnya?" Tanyaku ketika istrku baru selesai berbelanja.
 
"Ada di bagasi, silakan pilih yang kamu mau" katanya sambil tersenyum.
 
Kami memang sering bermain dengan topeng. Jangan salah. Kami bukan munafik yang hidup di dalam topeng. Tapi topeng justru menambah permainan menjadi semakin menyenangkan. Kami justru menyadari bahwa kami sedang memakai topeng.
 
Itulah yang kami lakukan. Chatting dengan banyak orang di berbagai negara, sambil memakai topeng-topeng. Kadang kami kalah, namun kami sering menang. Kami seperti Dynamic Duo, yang tidak selalu muncul berpasangan. Baginya dunia ini adalah dunia baru, di mana dirinya malah lebih antusias daripada diriku. Topeng-topeng itu seperti topeng para lakon di dalam film V for Vendetta. Topeng-topeng yang menyebabkan gedung parlemen Inggris habis terbakar.
 
 
 
Dan bukan itu saja yang kami lakukan.
 
"Mana paspornya?" Dia bertanya ketika aku baru memasukkan mobil ke dalam garasi.
 
"Ada di dalam tas, silakan pilih yang kamu mau," kataku sambil tersenyum.
Tante Paku's picture

Sejarah topeng

 Sepertinya sejarah dari semua masyarakat itu tak lepas dari topeng-topeng yang dikenakannya. Karena sering kebebasan itu hanya topeng yang setiap saat bisa kita tanggalkan begitu saja. Semoga saja tidak setiap topeng menjadi hukum untuk memperjuangkan eksistensinya.
__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

PlainBread's picture

@TP Topeng

Topeng itu bagus dikenakan jika penggunanya sadar kalo dia pake topeng :)
KEN's picture

PlainB

Relax my friend. Do not be tight hi hi hi hi...
PlainBread's picture

Tight

Tight sih gak, uptight iya :D
KEN's picture

PlainB

Emang beda ya?
PlainBread's picture

Beda

Beda, Ken.
minmerry's picture

PlainBread

I like like like your blog.
 
Min punya brother gila game. Dia bahkan bercita cita untuk keponakanku, anaknya, juga gamer sejati. Namanya di dunia game dah gak asing di Indonesia. My sis in law dah tahu itu sejak lama, syukurlah my sis in law lebih suka nonton drama seri dari pada rebutan laptop untuk chatting. :)
 
Teringat dulu, sering ditantang main game. Dan aku selalu kalah :(
Lawan yang ga sepadan, dia ga pernah mo main dengan aku lagi. Ha ha ha. Cuma kalo pas ditengah jalan stuck ga bisa lanjut game, tinggal tereak manggil dia. Atau dia akan print "cheat"-nya untuk aku. :D
 
Sekarang kayanya dia juga gi main game, lagi dinas diluar, waktunya berhamburan. :D
 
You have a very "keren" wife ^^
 
 
__________________

logo min kecil

PlainBread's picture

@Min Chat Roulette

Bisa ketemu me and sanke di chat roulette ampir tiap ari di situ (websitenya ada di my profile), tapi jangan berharap liat muka karena kita selalu pake topeng :) Entah kita yang ngerjain orang atau kita kena dikerjain orang.
 
Permainan memang mengasikkan. Don't hate the game, hate the players. Eh kebalik ya :D
psikologila's picture

homo luden

Ini tidak lepas dari kodrat manusia sebagai mahluk bermain (homo luden). Orang tidak ingin hidupnya selalu dibebani dengan persoalan2 hidup yang berat nyaris tak tertanggungkan. Dengan bermain kita baru saja meneguk obat penawarnya yang manjur ;)
PlainBread's picture

@Psikogila Thank you

Thank you komennya :)
 
Apa yang anda katakan itu betul. Shaw bilang people grow old cuz they stop playing, seperti yang saya tulis di atas. Kalo melihat segala sesuatunya dari sisi game, hidup memang menyenangkan. Mungkin Tuhan pun sedang bermain game, menciptakan segala sesuatunya dan Dia bergairah melihat arahnya ke mana. Dan kita terlibat dalam permainan yang dihadirkanNya. Enjoy the game :)
Rusdy's picture

Kalah Sama Istri

Kalo saya, malah istri saya lebih jago maen game. Sengaja kagak mao beli game console, bukan hanya karena mahal, tapi kalo ada, bisa nggak tidur nih berdua :)

PlainBread's picture

@Rusdy Idem :)

Dulu saya pikir istri saya kurang jago maen game, gak taunya ... Hahahaha. Apalagi kalo gamenya soal nyetir mobil atau accuracy shooting, saya berasa malah jadi kaya lame gitu. Streotipe cewek gak bisa nyetir atau gak jago nembak ternyata tinggal streotipe aja.