Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Double Esspresso - Fine Day

minmerry's picture

DE-FINEDAY

whether I’m right or wrong

and down the waterfall

wherever it may take me

I know that life wont break me

Angels- Robbie Williams

 

 

Hujan sepanjang hari.

Aku duduk di coffee shop dan melihat keluar. Yang kudapati, pemandangannya putih yang terbingkai dalam dinding kaca. Gedung di ujung jalan seperti tertutup kain tipis yan, putih. Deras.

 

Barisan hujan menutupi Pearl City sejak pagi. Bahkan bus yang lalu lalang di jam-jam seperti ini terlihat jarang hari ini. Musim liburan membuat perasaan ini terasa lain. Tidak terlihat mereka yang masih memakai seragam melewati coffee shop.

 

Aku berada di coffee shop pagi ini, tertimbun di dalam lembaran kertas dan buku. Tanpa menghiraukan Hayden.

 

Duduk di sudut, diatas meja bundar dan sofa kecilku. Duduk bersila dan berharap semua laporan ini selesai dengan sendirinya. Betapa aku merindukan burger spicy di ujung jalan, namun memanjakan diri bukanlah top of my list today. Sudah tiga bulan lebih aku menunda mengerjakan ini. Dan tumpukan buku di sudut coffee bar, yang ku beli tanpa dibaca, sungguh membangkitkan rasa bersalahku. Tentu saja aku akan membacanya.

 

Hayden melayani tamu. Hari ini dia sedang dalam suasana hati yang sangat baik. Aku membawa headphone dan memutar lagu. Suara obrolan ringan, suara tawa, agak mengangguku pagi ini. Aku harus menyelesaikan laporan keuanganku. Jika aku mampu mengerjakannya tanpa menggoda diriku sendiri dengan lamunan sepanjangan hari. Maka laporan ini seharusnya selesai pada saat makan siang.

 

Aku duduk membelakangi pintu masuk. Dengan headphone terpasang, aku tidak akan mendengar suara windbell. Namun aku bisa melihat siapa yang kira-kira akan masuk ke dalam coffee shop. Siapa yang kira-kira hanya akan melirik ke dalam dan mungkin berjanji pada dirinya sendiri untuk mampir saat bebas dari kesibukkan.

 

Aku mulai memikirkan, tidak apa-apa menunda laporan ini. Meski jika aku menundanya sampai besok, aku akan dikenakan denda. Seharusnya Glass datang menolongku. Dan aku tidak mampu menemukan dirinya sejak minggu lalu. Kesibukkannya akan pertunjukan musical dan dramanya akan segera sampai pada puncaknya. Dia akan menggabungkan efek tarian, musical untuk satu drama kolosal. Itu batas yang paling aku pahami.

 

Sambil menatap pemandangan luar coffee shop, didepanku, aku meneguk segelas  latte hangat. Sensasi hangat mengalir melalui kerongkonganku. Aku berharap mataku tidak bertambah berat.

 

Suara riuh teredam dalam coffee shop ada sebagaimana biasanya. Suara biji kopi yang dimasukkan dalam mesin. Suara biji kopi yang di-press dan suara uap terdengar dari mesin. Seperti biasa, hujan tidak ada habis habisnya di kota ini. Meski hujan, aku melihat beberapa orang tetap membawa anjing kesayangan mereka pada pet shop sebelah coffee shop. Aku bisa membayangkan reaksi mereka, maksudku anjing-anjing mereka, mendengar shower dinyalakan. Aku sendiri saja menghindari mandi setiap hari. Haha. Apalagi saat hujan hampir sepanjang pagi.

 

Dan dia muncul.

Melambaikan tangan tepat di depan wajahku.

‘Keira.’

‘Wow!’ Sahutku tak percaya.

Aku melompat dan memeluknya.

‘Ling.’

Aku melupakan laporan dimejaku.

 

***

 

Coba kuingat. Sudah berapa lama.

Tahun-tahun kami selalu bersama. Empat? Lima tahun. Duduk dibarisan yang sama mengikuti kelas, yang sama, untuk empat tahun. Dan setahun setelahnya ia kembali ke kota kelahirannya. Aku juga demikian.

Ling. Jika kamu mengenali satu karakter bernama Pucca-Pucca dengan mata mungilnya, maka karakter yang paling mendekati Ling adalah Pucca.

Bermata mungil, and a fighter.

Il Divo menyanyikan Adagio. Coffee shop tidak sepenuh biasanya. Aku mengambilkan Ling segelas besar Latte dan sepotong Tiramisu.

Aku memandang pada tas ia bawa.

‘Aku keluar dari rumah.’

‘Surprise me.’ Kataku.

Aku tahu sejak lama kamu mau melakukan hal ini. Aku melanjutkan, dalam hati.

Dia duduk didepanku. Membalikkan halaman-halaman laporan keuanganku.

‘Segalanya berjalan semakin tidak terkendali.’

‘Sejak papa meninggal, mama makin menjadi-jadi.’

 

Ling kehilangan ayahnya beberapa bulan yang lalu. Cancer, too bad. Segala usaha sudah mereka lakukan. Pada waktunya tiba, mereka merelakannya. Meninggalkan masalah yang tidak mampu keluarga mereka selesaikan sejak puluhan tahun yang lalu.

 

Ling adalah anak kedua. Putri satu-satunya dalam keluarga mereka. Dan sejak aku mengenalnya, aku tahu, ia tidak benar-benar tinggal bersama dengan papa dan mamanya. Tujuh? Delapan tahun pertama tinggal bersama paman, delapan jam perjalanan dari rumahnya. Lima tahun selanjutnya tinggal bersama kakeknya. Kakeknya yang tidak mau menyampaikan telepon pada Ling, setiap kali aku menelepon ke rumah kakeknya. Ling berpesan tidak usah bertanya.

 

‘Tidak bisa diselesaikan lagi?’ Tanyaku sambil menyodorkan gelas besar latte padanya. Sejak dulu, aku dan Ling menyukai banyak hal yang sama.

Dia menggeleng, menjawab pertanyaanku.

 

Aku tersenyum padanya, ‘Kamu tahu? Aku senang kamu datang. Tinggallah selama mungkin. Disini, tidak ada hal yang bisa membuatmu betah, trust me. Namun, cobalah untuk menyukainya.’

‘Dan ada seorang yang akan kukenalkan padamu nanti.’

Dia duduk disana. Sikapnya canggung, sudah lama kami tidak bertemu. Dan saat aku mau melangkah kembali ke coffee bar, ia memanggilku. ‘Kei, buatkan aku espresso. Ini terlalu manis.’ Dia mengangkat cangkirnya.

 

Bitter is better, isn’t it?

 

Saat aku teringat akan laporanku, aku terburu-buru keluar dari coffee bar untuk menyelesaikannya. Dan aku mendapati, Ling duduk disana dan melakukan perhitungan-perhitungan rumit itu tanpa berhenti. Dia tidak melamun dengan mata menatap jalan, dan pikiran memikirkan Burger di ujung jalan.

 

Aku lupa, dia seorang accountant. Praise The Lord.

Did I mentioned, she is a fighter?

 

***

 

Glass berjalan keluar. Ia memberikan tangannya, dan aku menggenggamnya. Berjalan bersamanya hingga ke depan.

‘Aku tinggal ya?’ Tanyanya.

‘He eh.’

‘Dia tidak menyukaiku?’ Tanya Glass.

‘Siapa? Ling?’

‘Biasanya dia tidak sediam ini. Dia mungkin akan menertawakanmu, karena kamu masih menggunakan sapu tangan. You know… haha.’ Aku menggodanya.

‘Tissue merepotkan.’ Dan dia duduk di tangga pintu masuk rumahku. Memintaku duduk disampingnya.

Its going to rain soon, Glass.’

‘I miss you.’

Jika itu saat yang tepat untuk memutar lagu, jika itu saat yang tepat untuk berdansa, jika saat itu aku memakai gaun dan sepatu kaca, aku berharap sebuah lagu tidak terlalu singkat untuk berdansa dengannya malam ini.

‘So, bagaimana pertunjukkannya?’

‘Tiket terjual lima puluh persen dari jumlahnya.’ Dia tersenyum.

Dan.

 

Aku salah, hujan tidak turun malam itu. Hujan tidak turun saat Glass kembali kerumahnya.

 

Setelah menerima pesan singkat dari Glass, aku masuk kedalam selimut dan tidur. Ling sudah lebih dulu tidur, disampingku.

 

Masa-masa mencurahkan isi hati hingga tengah malam, hingga pagi, sudah berlalu. Kami, aku dan Ling, orang dewasa, tahu (untuk) berharap, mungkin besok, setiap masalah mungkin sudah berubah. Dan tidak sesulit hari ini. Kami memiliki cukup banyak alasan dan memilih untuk menundanya.

 

***

 

whether I’m right or wrong

and down the waterfall

wherever it may take me

I know that life wont break me

 

Aku menikmati tidurku. Nyenyak, tanpa mimpi dan aku merasa hangat.

 

 Sepasang mata menatapku, saat aku baru menyesuaikan mataku dengan cahaya di kamar.

 

‘Sudah berapa lama kamu duduk memandangku seperti itu?’ Aku menggosok pelan mataku dengan punggung tangan dan Ling duduk di sampingku, menatapku.

‘Kei,weker-mu berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.’

‘Ngantuk.’ Aku tak menghiraukannya dan kembali menyusupkan wajahku di bawah bantal.

‘Kei….’

Ia membaringkan tubuhnya disampingku. Menatap ke langit-langit kamar.

‘Aku tidak mengerti.’ Dia memulai.

‘Hm hm.’ Jawabku.

Aku mungkin juga tidak.

 

Pagi itu, dia duduk disana, menceritakannya. Dan aku sudah bangun sepenuhnya. Dia mengeluarkan semua, tanpa ada tanda-tanda akan mengeluarkan air mata. Sedikit kemarahan, iya.

 

I sit and wait

does an angel contemplate my fate

and do they know

the places where we go

 

Hingga aku, Keira berada di dalam coffee shop-ku pagi ini, aku tetap memikirkannya.

‘Hi. Espresso? Tanyaku pada pria didepanku. Aku mengenali wajahnya. Beberapa kali ia datang membawa majalah diakhir pekan.

Actually, I don’t really like it.’ Jawabnya. Aku menaikkan alisku, menatapnya.

‘Tea?’ Tanyaku. ‘Cappuccino?’

 

Dan dia akhirnya memutuskan espresso. Berusaha keras not to roll my eyes on him.

 

Sulit bagi pejalan kaki untuk menyebrang, hujan masih cukup deras. Aku memaklumi, mereka tidak ingin basah. Dan tidak semua mereka menyukai cofee from the coffee maker.

 

‘Majalah dan Koran ada disana.’ Kataku tersenyum.

 

Ling di coffee shop, membantuku sejak pagi tadi. Dan ponselnya berbunyi untuk yang tiga puluh tujuh kalinya, mungkin?

 

Aku menatapnya. Dia menekan tombol reject, dan melemparkan ponselnya ke dalam laci. Dia balas menatapku.

‘Aku tidak mengatakan apa-apa.’ Kataku.

‘Jangan coba-coba suruh aku pulang.’ Jawabnya. Dia melangkah melewatiku.

 

Ling pulang ketika ayahnya diagnosa karena cancer. Ling pulang karena meyakinkan dirinya ia akan pulang untuk berdamai dengan keluarganya. Ling pulang karena ia tahu orang tuanya membutuhkan dirinya. Lima tahun yang lalu.

 

Mereka membutuhkannya, tentu saja.

 

Dan dia ada di sana.

 

Ling mengerjakan semua untuk mereka. Usaha orang tuanya ia kelola sendiri. Mengirimkan uang untuk saudaranya. Ayahnya berjuang melawan cancer. Ling belajar melawan keinginannya, melawan kenyataan ia hanya dibutuhkan.

 

Batas Ling bukan karena perlakukan Ibunya. Batas Ling bukan ketidakadilan yang ia rasakan.

 

Pria yang tadi kembali ke coffee bar.Caramel Latte. Take away.’

‘Tidak terlalu manis?’ Tanyaku. Come on, Ling saja ogah minum.

Dia tidak menjawab. Dia mengambil latte-nya, tersenyum dan menutup pintu.

 

Ling tahu, hanya akan sia-sia menunggu sesuatu yang menyia-nyiakan harapannya. Ia tidak menemukan celah kosong untuk menimbun alasan yang mampu memberatkan langkahnya keluar dari rumah.

 

Tidak lagi.

 

***

 

Hujan berhenti tiga jam yang lalu.

Malam ini ramai. Tidak kuduga.

Another good news.

Minmerry dan Purnawan, menang dalam blogging competition. Tante Paku yang datang dan memberi pengumuman di coffee shop.

Dan disini.

Mereka hadir, Merayakan.

 

Tawa itu berlangsung hingga malam. Diskusi demi diskusi.

 

Ditengah tawa dan keramaian coffee shop, aku mendengar ponsel itu terus berbunyi. Setelah Ayah Ling meninggal, hanya pamannya yang ada untuk mengkhawatirkannya. Namun, jika Ling menjawab panggilannya, dia tahu dia akan pulang.

 

Aku mengabaikan ponsel Ling yang terus berdering.

 

Hingga perlahan satu persatu mulai meninggalkan coffee shop. Kelelahan, waktu dan adanya janji yang lain.

 

***


when I’m feeling weak

and my pain walks down a one way street

I look above

 

Hanya tinggal aku dan Ling sibuk membersihkan coffee shop. Coffee machine, coffee bar, dapur, meja, kursi. Lampu dimatikan.

 

Aku tahu, aku melambatkan setiap pekerjaanku. Menatap Ling yang berkerja. Lalu dia berhenti. Dia berhenti dan duduk membelakangi coffe bar, tempat aku berdiri.

 

Duduk di sofa kecil dimana aku selalu duduk. Menyanggah dagunya dengan tangan. Dan menatap ke jalan.

 

Aku tersenyum. Beberapa lagi, mungkin…

 

Aku teringat dengan buku-buku yang belum sempat kubaca. Teringat dengan buku-buku disudut coffee shop.

 

Aku duduk menunggunya selesai.

 


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------


I look above

and I know ill always be blessed with love

and as the feeling grows

when I’m feeling weak

and my pain walks down a one way street

I look above

and I know ill always be blessed with love

and as the feeling grows

she breathes flesh to my bones

I sit and wait

does an angel contemplate my fate

and do they know

the places where we go

when we´re grey and old

´cos I´ve been told

that salvation lets their wings unfold

so when I’m lying in my bed

thoughts running through my head

and I feel that love is dead

I’m loving angels instead

and through it all she offers me protection

a lot of love and affection

whether I’m right or wrong

and down the waterfall

wherever it may take me

I know that life wont break me

when I come to call she wont forsake me

I’m loving angels instead

when I’m feeling weak

and my pain walks down a one way street

I look above

and I know ill always be blessed with love

and as the feeling grows

she breathes flesh to my bones

and when love is dead

I’m loving angels instead

and through it all she offers me protection

a lot of love and affection

whether I’m right or wrong

and down the waterfall

wherever it may take me

I know that life wont break me

when I come to call she wont forsake me

I’m loving angels instead

 

(Angels - Robbie Williams)

__________________

logo min kecil

teograce's picture

congrat

keknya coffee shopnya min enak yah.. cozy gimanaaaa gitu.. hehehe..

by the way, congrat yah min..^^ 

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

minmerry's picture

Teo Thanks... :)

Datanglah ke coffee shop, berbagi cerita dengan Keira, Teo. :)

 

Thanks ya, Teo. Have a nice nice day, friend... ^^

__________________

logo min kecil

iik j's picture

minggat neh min???

Ling minggat ya min???

he he he... keingat juga kalo aku pernah lakukan hal yang sama persis. 14 tahun lalu aku minggat dari rumah. beneran minggat... Iik yang gila minggat juga..  kata sodaraku

Waktu itu, aku baru aja jadi Kristen. seisi rumah gempar bukan kepalang, bukannya mendapat respon positif karena udah berubah kelakuan dan tabiatnya, eh.... malah disidang... dan dituduh ikut golongan kristen radikal ekstrim. halahhh padahal cuma jadi seneng ke gereja, nyanyi, dan rajin baca alkitab dan PI aja... kok dibilang ekstrim. waktu itu aku masih belum tahan menahan gempuran, makian, fitnahan, tak boleh ke gereja, tak boleh kemana-mana... akhirnya kupilih jalan pintas.. MINGGAT!!! ke suatu tempat...

Aku ga lagi peduli,.. cuek.. he he he... ikut di rumah orang, jadi tukang bersih-bersih rumah, belanja dan masak. ha ha ha... pembantu seksi... hi hi hi..

gempar lagi. karena dianggap tidak mampu menjaga nama baik keluarga. he he he... aku cuma punya satu jawaban dan satu alasan. Aku tak mau dikekang untuk ikut Yesus Kristus. itu aja.

akhirnya, suatu hari sodaraku menjemputku... membujukku pulang dengan iming-iming kebebasan memilih masa depan dan jalan hidup.

Dan... acara minggatku pun berakhir. he he he... meneruskan pendidikan informalku, bekerja, menyusuri lagi hari-hari, dan sampe sekarang aku hidup manis di rumah ... mendapatkan kebebasan penuh untuk mencintai dan mengikut Yesusku.

itu aja ceritanya..

salam buat ling ya..

 

 

 

 

minmerry's picture

Dearest Iik..

Ling is really a fighter. Sekarang Keira akan diam-diam memperhatikan langkah dan semangatnya. Dia tidak akan gegabah, termasuk kali ini, dia meninggalkan rumah, adalah keputusan yang terbaik untuk kedua pihak. Dia tahu batas dibutuhkan dan membuat keluarga susah. So, I respect her decision.

Dia juga beruntung. Tidak selalu, namun memiliki teman selalu menyisakan beberapa pintu sebagai jalan pilihan sementara, hingga ia menemukan jalan yang tepat. Dia yang harus memutuskan.

Keira harus menahan diri untuk tidak memaksanya pulang. :)

 

Sungguh senang, hari ini Iik mau membagi satu lagi bagian cerita di coffee shop Keira.

Happy weekend, Iik....

__________________

logo min kecil

Purnomo's picture

A brother does not

"Dua pasang mata menatapku, saat aku baru menyesuaikan mataku dengan cahaya di kamar."

      Sepasang milik Ling. Yang lain milik siapa? Hiiiii.

      I do not like to blame for a such tiny slip but just showing you that I chew every single word of your warm esspresso. A brother does not give you a bother. Bitter is better, isn't it?

     Salam.

minmerry's picture

Oooops.

Oooopssss.

Mr. Pur, iya lehh, min tulis so wrong-ly.  Hue he he.

Sudah Min perbaiki.  :)

 

Your comment really made my day...

 

__________________

logo min kecil

vincent's picture

@min, mao ucapkan trima kasih ama glass

Terima kasih pada glass yang telah mengurangi emisi karbon dengan tidak menggunakan tissue. Dia telah membantu melestarikan lingkungan dan bumi kita.
hahahahahh!

Daniel's picture

one espresso

congratulation min!

actually, I don't really like (real world) coffee either, but yours are soooo delicious...

jadi aku pilih espresso juga ah :)

minmerry's picture

Wish can bring. :)

Thanks, Mas Daniel untuk "congratulationnya".. Thanks a lot for the "thumb".

Mendengar suara coffee machine sungguh menyenangkan. Aroma coffee yang langsung menyambut saat kita membuka pintu coffee shop, sungguh menyenangkan. Menyelipkan cerita ditengah-tengah coffee shop, wish can bring a special feeling for who reads it.

Have a nice nice day... :)

 

 

 

__________________

logo min kecil

noni's picture

perlu minggat

Trust me, Kei.. sometimes minggat itu perlu dan menjadi pilihan terbaik. Semoga Ling selalu akan menjadi seorang 'fighter'.
Salam hangat ya buatnya. noni juga pernah minggat kok (mengikuti jejak mbak Iik, heheh...)

Btw, kangen yoghurtnya nih. Boleh minta segelas gedhe nggak?

__________________