Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Gladak Ciri Khas Kota Solo

Tante Paku's picture

 

SETIAP orang yang pernah pergi ke Solo atau Surakarta Hadiningrat, pasti pernah melewati jalan Slamet Riadi atau orang Solo mengatakan Gladak. Jalan yang berada di depan kantor Walikota Solo, lurus menuju Alun-alun Utara yang merupakan pintu masuk utama ke Keraton Surakarta itu semakin indah tertata. Apalagi ada Galabo-nya yaitu Gladak Langen Boga, tempat wisata kuliner yang menyediakan berbagai macam masakan khas Solo, namun buka-nya setiap malam saja, letaknya tepat di depan Beteng Trade Center, salah satu pusat texstile yang lengkap setelah Klewer.

      Banyak generasi sekarang yang tidak mengetahui riwayat jalan Gladag itu. Gladag itu dulunya merupakan pasar yang cukup ramai, karena letaknya berdekatan dengan rumah-rumah pembesar maupun pejabat Belanda, karena Benteng Vastenburg letaknya di Gladak juga. Di tepi jalan tersebut ada jalan rel kereta api, sebelum digunakan sebagai jalan Kereta Api jurusan Wonogiri, sekarang untuk kereta api wisata, adalah tempat berhenti gerbong yang ditarik kuda, karena belum ada lokomotif.

     Dari situlah nama Gladag bermula, karena Gladak adalah sinonim dengan DITARIK PAKSA atau DIGLADHAG, biasanya yang digladag adalah binatang hutan yang akan disembelih. Binatang itu hasil buruan yang dikandangkan sementara di Kampung Krapyak, sebelah Barat Laut Gladag. Zaman dulu memang masih banyak hutan perawan, jumlah penduduk masih belum banyak, sehingga tidak sulit untuk bisa menangkap binatang liar, baik harimau, kerbau liar dan lain sebagainya.Bila pihak Keraton mempunyai hajat, maka binatang-binatang buruan itulah yang akan disembelih bersama-sama.Hasil dari sembelihan itu DIPURAK atau dipotong-potong dan sebagian diberikan kepada rakyat. Letak pemotongan itu sebelah selatan Gladag. Di antara tempat pemotongan dan Gladag inilah letak pasarnya.

     Zaman semakin berkembang, kota pun memerlukan keindahan, dan Gladag tidak bisa lagi dipertahankan sebagai pasar, karena pasar dianggap pusat sampah. Padahal Gladag merupakan pintu utama masuk ke alun-alun utara Keraton Surakarta, padahal alun-alun itu halaman bagi Raja Surakarta. Akhirnya pasar Gladag dibubarkan, pedagangnya disuruh pindah ke tempat pasar yang lain.

     Gladag kemudian dibangun pintu gerbang tembok, dilengkapi taman dan arca Gupala dari batu yang berasal dari Pandansimping Klaten, sampai sekarang arca itu disebut RECA GLADHAK. Ada cerita mistis tentang reca/arca gladak ini, bila ada kereta api lewat di depannya, ia akan tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Silahkan dibuktikan, bila tidak menggeleng, anda yang tersenyum dan menggeleng saja lah.

     Arca Gupala ini ada dua alias kembar, mengapit pintu gapuranya, pintu gerbang menuju alun-alun itu, dibangun pada tahun 1930. Maksudnya sebagai peringatan hari ulang tahun Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X, genap berusia 64 tahun, tepatnya pada hari Kamis Legi, 21 Rajab Tahun Alip 1859 atau 3 Januari 1929. Pintu gapura itu akhirnya banyak dibangun di beberapa wilayah kota Solo, sepeti di Jurug, Kleco, Grogol, Baki dan Makamhaji. Dan akhirnya Gladag menjadi indah dan sampai sekarang masih kokoh kuat, menjadi ciri khas bagi kota Solo. Bentuk gapuro dan pagarnya sekarang ini sudah banyak yang menirunya, baik rumah pribadi maupun di daerah lain. Identitas kota Solo memang tidak bisa lepas dari Gapuro dan Reconya itu.

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

coldwind's picture

Hm....

  • Zaman dulu memang masih banyak hutan perawan....
    Jikalau hutan jati ==> penuh dengan jati,
    Jikalau hutan pinus ==> penuh ditumbuhi pinus,
    maka hutan perawan ==> (silahkan disimpulkan sendiri) ^^
  • Ada cerita mistis tentang reca/arca gladak ini, bila ada kereta api lewat di depannya, ia akan tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya...
    Lebih tepatnya saat mereka melihat ada kereta api yang lewat, mereka kadang kala masih menggeleng-gelengkan kepalanya... Ini urban legend yang memang terbukti kebenarannya dan masih dipercaya masyarakat sekitar...
    Believe it or not.....
Hannah's picture

Digladhag

Hahahaha lucu kedengarannya kata "DIGLADHAG" ..  gw suka logat Jawa :) hihi

__________________

“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi