Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Makan Bajingan.

Tante Paku's picture

 

     MEMBACA judul di atas anda jangan buru-buru menuduh saya tengah marah dan mengeluarkan sebuah makian kotor. Saya tidak dalam kondisi marah atau kesal sehingga menumpahkan tulisan yang sering dianggap semua orang adalah kalimat TIDAK SOPAN untuk diucapkan. Saya sering heran ketika SATU KATA disepakati dengan tanpa perjanjian tertulis sebagai UCAPAN KOTOR atau bahkan JOROK sehingga  TABU untuk diucapkan di muka umum!

     Apakah tujuan ucapan-ucapan BERSERI BINATANG (Misalnya : "Anjing lu! Monyet lu!  Buaya lu!  Babi kamu! Jangkrik!  Dasar Raja Singa!  Bangsat semua!  Dll) atau ANGGOTA TUBUH (Misalnya : Banyak bacot!  Cangkemmu mingkem bae!  Matamu picek!  Mulutmu bau!  Dasar buta!  Dll)  ini sebagai ungkapan realitas sosial masyarakat kita akibat KEMISKINAN, KEBODOHAN dan BERBAGAI PENINDASAN? Sehingga ungkapan kalimat-kalimat itu sebagai bentuk protes?

     Manusia memang menyimpan absurditas dengan segala implikasinya termasuk dalam tatanan kehidupan. Ada yang berdampak positip maupun negatip, namun itulah realitas sosial yang terus berkembang dalam arti seluas-luasnya. Manusia memang mempunyai kemerdekaan dan itu hak setiap manusia untuk menikmatinya, tetapi untuk mengucapkan kata-kata kasar apakah hanya hak segelintir orang?

     Bagaimana pun manusia tidak terlepas dari bebas nilai sistem sosialisasi masyarakatnya, tetapi kemudian geraknya terjadi geseran gerak nuraninya, apakah ini akan dikatakan bahwa harus dikembalikan kemerdekaan dalam dunia yang penuh alam intuitip itu? Ataukah kehidupan ini harus dalam sistem PAROKIAL yang lebih menitikberatkan pada sistem
kekeluargaan? Sehingga semua bisa diatur sampai dalam hal pengucapan kalimat yang boleh dan tidak?

     Apakah kerancuan-kerancuan dalam mempergunakan kata-kata kasar diperlukan kesadaran kolektif yang perlu dijalankan agar tidak terlindas oleh globalisasi materi, yang memang ditawarkan dan menjadi TULANG BOKONG industrialisasi? Jangan-jangan kesadaran kolektif ini bisa menjelma menjadi BADUTISME di dalam kehidupan yang pluralis ini. Bisa jadi kata-kata "umpatan" semacam ini sudah menjadi kebudayaan yang diciptakan secara terselubung, akibat subyektivitas memorial tanpa pencerahan dalam konteks memahami suatu kebudayaan.

     Ketika orang Surabaya mengucapkan JANGKRIK dengan indikasi mengumpat, mungkin orang Jakarta tidak memahaminya sebagai umpatan kasar. Sebaliknya, bila orang Jakarta mengumpat dengan kata BANGSAT, belum tentu orang Irian akan tersinggung dan mengambil tombaknya. Apakah "makian-makian daerah" yang belum "menasional" bisa dijadikan obyektifitas memorial? Padahal itu hanya subyektifitas memorial masyarakat setempat yang secara tidak langsung menyepakati bahwa kata-kata itu berkonotasi TIDAK SOPAN.

     Saya tidak tahu awal mulanya, bagaimana nama-nama binatang menjadi suatu umpatan yang disukai manusia ketika mengumpat atau marah. Saya juga tidak tahu asal-usulnya ketika beberapa organ tubuh manusia dijadikan kalimat untuk mengumpat manusia yang lain dengan nada tinggi tentunya.
Bagaimana akhirnya semua yang mengucapkan maupun yang mendengarnya bisa sepakat bahwa kalimat itu adalah kalimat TIDAK SOPAN? Kalimat yang TIDAK PANTAS diucapkan dimana saja?

     Apakah ketika Tuhan Yesus mengucapkan : "Kamu keturunan ULAR BELUDAK!" Apakah masyarakat dimana Yesus berada sudah menyepakati bahwa yang diucapkan Tuhan Yesus adalah kalimat memaki? Adalah kalimat tidak sopan untuk sembarang diucapkan? Ataukah kalimat ULAR BELUDAK itu orisinal hak cipta Yesus Kristus sebagai yang pertama
mengucapkannya? Karena DIA adalah panutan atau seorang tokoh terkenal, sehingga ucapan yang dikatakan dengan nada tinggi adalah kata-kata kemarahan, yang boleh diulang kembali siapa saja yang tengah berada dalam puncak kemarahannya?

     Saat saya bermain di rumah teman yang berada di wilayah Yogyakarta, ia bertanya kepada saya.
 
     "Mau bajingan?" tanpa nada tinggi, datar saja. Justru saya yang terhenyak dan sejenak berpikir. Siapa bajingan yang mau ketemu saya?

     "Memangnya bajingan itu siapa?" tanya saya kemudian.

     "Tunggu sebentar," tanpa menjelaskan lebih lanjut, dia langsung masuk ke dalam. Tak lama kemudian dia membawa dua buah piring dalam baki. Saya semakin heran, apakah makan-makan dulu baru aku bertemu sama bajingan itu? Siapa tahu bajingan itu orang kasar, jadi perlu persiapan fisik
agar kondisi fit bila nanti terjadi keributan?

     "Mana bajingannya?" tanya saya tanpa menghiraukan hidangan yang dia taruh di depan saya.

     "Ini!" katanya tersenyum.

     "Maksudmu?" tanyaku dengan kerut dahi yang dalam.

     "Ha ha ha ha....kamu ndak tau ya, makanan ini NAMANYA BAJINGAN!" saya melongo dan melongok isi piring itu. Isinya hanya KETELA POHON yang diiris besar-besar kemudian dibikin KOLAK!

     "Kenapa dinamakan bajingan?"

     "Tidak tahu! Ini warisan leluhur, mereka menamakan KOLAK BAJINGAN dan saya tidak tahu kenapa namanya demikian!"

     Ha ha ha ha.....tawa saya semakin keras, jadi kalau ada orang memaki dengan kalimat BAJINGAN, itu hanya jenis makanan to? Tapi kenapa sekarang kalau ada orang memaki dengan kalimat bajingan, pendengaran kita kemudian diterima otak dan diterjemahkan sebagai KATA-KATA KOTOR yang berkonotasi PREMAN? Atau mereka yang mengucapkan demikian
ingin menelannya bulat-bulat layaknya kolak berisi ketela pohon itu? Entahlah. Tapi yang jelas, saya ajak anda untuk mencoba makan kolak bajingan, lebih MANTAP kalau dicampur dengan irisan pisang dan kolang-kaling, tapi apa akan mempengaruhi nama sang kolak, misalnya menjadi KOLAK BAJINGAN CAMPUR atau KOLAK BAJINGAN TENGIK saking enaknya? Entahlah, yang jelas.........

     "Mari makan BAJINGAN!  Enak TENAN!!"

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

joli's picture

Telo..

Ni double umpatan..

Karena Telo selain nama Ubi dalam bahasa Jawa, Telo juga jenis umpatan untuk orang bodoh

 

Tante Paku's picture

Telo emang fenomena menarik.

Wah ha ha ha ha..... Joli juga pernah menikmati kolak yang lebih mantap, karena berkonotasi double umpatan ya?

Selamat menikmati tapi jangan sambil "mengumpat", kecuali ada ayat-ayat pendukungnya he he he he.....

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat