Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Ketika Mengetahui Adam Masuk Neraka

Tante Paku's picture

     DADA Adam naik turun, berulangkali nafasnya ditarik pelan-pelan. Sesekali ia menyeka keringat yang mengalir di dahi. Matanya menatap bangga pada perempuan di depannya, telinganya mendengarkan dengan seksama pidato sang protokol. Acara pertunangan di rumah Meirina, calon pengantin perempuan, berjalan khidmat. Alunan gending jawa memenuhi segenap ruangan, menambah suasana semarak.

     Memang tak sia-sia Adam meminang Meirina, gadis cantik lulusan SMU  yang lembut berambut sebahu. Pacaran hanya beberapa bulan saja keduanya mantap untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Begitu ortu Rina, Meirina biasa dipanggil, memberi lampu hijau, langsung ia mengajukan lamaran. Meski ada nada agak sumbang kedengarannya, ketika ortu Rina mengatakan : "Nak Adam kan belum lulus kuliah to?"

     Pertanyaan ini yang membuat Adam sedikit jengkel.

     "Tinggal selangkah lagi kuliah saya selesai, pak. Memangnya kenapa?"jawab Adam menatap tajam ke arah ortu Rina.

     "Apa tidak lebih baik nak Adam selesaikan kuliah dulu baru kemudian tunangan dilangsungkan, bagaimana?"

    Maksud ortu Rina memang baik. Tapi Adam tidak bisa menerima, ia punya rencana sendiri. Kawin dulu baru memikirkan pekerjaan. Toh ijazah S1nya tak mungkin terlantar begitu lama. Kemudian ia utarakan rencana dan prinsip hidupnya kepada ortu tersebut.

     "Kalau begitu terserah nak Adam. Orangtua hanya bisa mengarahkan yang baik. Tetapi kalau nak Adam kecewa di kemudian hari, tentu jangan menyusahkan orang lain," begitu kata ortu Rina seraya menghela nafas berat.

     Meirina memang tak banyak rewel, barangkali ia patuh pada nasehat bijak orang-orang tua, bahwa wanita harus nurut kepada suaminya. Maka rencana panjang Adam yang telah diutarakan beberapa waktu lalu ia terima saja. Meski hati kecilnya lebih cocok seperti nasihat orangtuanya, namun cinta kadang bisa mengalahkan segalanya.

     Dan mereka berdua pun asyik berbincang menggelar rencana dan acara perkawinannya kelak.

     "Mas Adam, acara pertunangan yang mas sodorkan kemarin, setelah saya rundingkan bersama keluarga, mereka kurang puas dengan acara yang teramat singkat itu. Keluargaku menginginkan acara yang benar-benar "Jawi Jangkep". ujar Rina suatu kali.

     "Wah kok bertele-tele amat. Apa tidak lebih enak cara nasionalis saja?"

     "Itu keinginan keluargaku."

     "Aku kurang menyukainya."

     "Tapi mas Adam harus menuruti."

     "Apa orangtuamu tidak memperhitungkan biayanya, terlalu besar, Rin."

     "Orangtuaku siap mengeluarkan biaya. Asal mas Adam juga ikut meringankan biayanya."

     Adam terdiam. Ada sesuatu yang tengah ia pikirkan. Soal biaya? Ya, soal biaya!

    "Aku hanya bisa memberimu cincin emas 5 gram dan uang satu juta rupiah!" ujar Adam setengah bergumam.

     "Aku tak keberatan," jawab Rina pelan.

     "Tapi orangtuamu?" tanya Adam memandang kekasihnya tajam.

     "Aku kira mereka tidak mementingkan itu. Kesungguhanmu adalah keyakinan mereka."

     "Ah, orangtuamu selalu membuat batinku tidak tenang. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan."

     "Jangan berprasangka yang tidak-tidak mas."

     "Tapi mimpi itu selalu menghantuiku."

     "Mimpi apa mas?" Meirina mengerutkan dahinya.

     "Ah tidak apa-apa. Mimpi biasa saja." jawabnya seraya memegang tangan Rina, berusaha mengalihkan pembicaraan. Rina pun hanyut dalam suasana.

                                                                          *****

     Adam merebahkan tubuhnya di kamar. Acara pertunangan yang ia tunggu pastinya melelahkan. Ah sebentar lagi Rina bebas kupeluk sesukaku, batinnya tersenyum.  Inilah impian semua bujangan yang siap punya pendamping. Undangan yang ia minta dari Rina cuma untuk 25 orang,  hanya untuk kerabat dekatnya saja. Adam pun berusaha memejamkan mata, menyimpan tenaga buat esok hari yang pasti sangat melelahkan.

     "Tok! Tok! Tok!"

     Ketukan pintu di kamar mengagetkan Adam. Ia membuka pintu, sang ibu menyerahkan sepucuk surat sambil berkata : "Dari Meirina!"

     Dan tergesa-gesa Adam merobek sampul putih itu dan segera membacanya. Tulisannya memang pendek, tapi Adam terlihat membacanya berulangkali. Dahinya mengkerut, bahkan semakin dalam kerutnya. Adam seakan tak percaya dengan isi surat itu. Mendadak ia meloncat dari tempat tidur, mengambil HP dan menghubungi kekasihnya itu. Tapi tidak ada jawaban. Diulanginya berkali-kali, toh tetap tak ada yang menjawabnya. Beberapa nomor yang dihubungi pun tak ada respon. Lalu ia keluar kamar mencari orangtuanya.

     "Ibu! Bapaaak! Ini surat apa-apaan?" tanya Adam setengah berteriak ketika menjumpai kedua orangtuanya  yang tengah berbincang di teras belakang.

     "Saya sudah tahu Dam," jawab sang bapak datar.

     "Lho, lalu apa tindakan kita pak?"

     "Besok kita ke sana untuk minta penjelasan lebih lanjut!" sang bapak menjawab dengan tegas, sambil mengelus-elus kumisnya yang panjang kayak si Jampang itu.

                                                                        *****

     Keesokan harinya, Adam bersama sang Bapak meluncur ke arah rumah sang kekasih. Sesampainya di sana, mereka disambut tanpa senyum oleh ayah Rina doang.

     "Silahkan duduk, apa surat kami itu kurang jelas?" tanya  bapaknya Rina tanpa basa-basi.

     "Anda dapat pikiran darimana kok bisa menuduh Adam pasti masuk neraka? Dapat ilham dari Hongkong? Atau dapat wangsit dari mbah Jambrong?"

     "Pelajari dengan baik apa yang dikatakan Alkitab."

     "Tidak perlu. Anda terlalu sensitif mengkaitkan masa lalu dengan masa kini. Apa hubungannya Adam dalam Alkitab dengan Adam nama anakku?"

    "Aku tidak ingin masa depan anakku suram. Hidup sudah dibuat susah oleh anakmu yang belum dapat pekerjaan, kalo mati diajak sekalian masuk neraka, apa tidak celaka itu hah?"

     "Anda benar-benar mempermalukan diri sendiri! Dan juga menginjak-injak harga diriku, kamu memang orangtua yang tidak pantas untuk hidup!!"

     "Sabar dulu pak...." cegah Adam ketika bapaknya berdiri dengan emosi.

     "Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi Dam! Mereka menghina keluarga kita dan calon istrimu pun rupanya tidak mencintaimu! Buktinya dia menyetujui untuk memutuskan hubungan denganmu, pikir itu pakai otakmu!!" kata sang bapak geram.

     Adam terdiam. Ada bimbang mulai merayapi hatinya. Dan tanpa diduga sang bapak telah mengeluarkan sebilah pedang dan siap diayunkan dengan penuh emosional. Namun bapaknya Rini dengan sigap menendang dada orangatuanya Adam hingga terjengkang jatuh ke lantai. Adam yang bengong pun kena tinju hingga jatuh tersungkur.

     Adam pun ikut kalap, ia ambil pedang ayahnya dengan cepat dan diayunkan ke arah dada orangtua Rina dengan membabi buta.

                                                                       *****

 

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat.

 

 

 

 

 

 

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

kardi's picture

@tante paku, ceritanya seru, idenya benar-benar hebat...

@tante paku, amat seru ceritanya, ngantuk saya hilang, benar-benar brilliant idenya... saya mengagumi sekali semua artikel tante paku... fan berat dah...asesorisnya cocok dan menarik sekali... gbu

Tante Paku's picture

Thanks pak Kardi.

Terima kasih pak Kardi, semoga semua yang kutulis bisa bermanfaat walau tak sependapat.

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

awam's picture

Tadinya saya mengira.......

Tante Paku, tadinya saya mengira anda menulis kisah Adam sama dengan iblis versi lain.

Nggak taunya ini mah Adam yang lain.

GBU