Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Hidup adalah Perjuangan

Andreas Priyatna's picture

Hidup adalah Perjuangan

 

Minggu yang lalu saya mendapat tugas ke luar kota selama seminggu. Karena selama tugas tersebut hampir tiap hari saya pulang agak malam, maka saya mencoba bargain bahwa saya butuh istirahat dan saya mohon agar diizinkan untuk pulang pada hari Senin, bukannya hari Minggu. Dan Puji Tuhan permohonan saya itu disetujui oleh atasan saya di Jakarta, sehingga saya bisa istirahat sepanjang hari minggu dan saya pulang ke Jakarta pada hari Senin. Untuk yang namanya pulang ke Jakarta saya sebenarnya lebih suka pulang dengan flight pertama di pagi hari, sehingga saya dapat tiba di Cengkareng di pagi hari pula. Akan tetapi karena hari minggu kemarin adalah merupakan tanggal merah karena Tahun Baru Imlek juga sekalian hari Valentine, maka flight pertama sampai ke empat sudah fully booked, sehingga saya terpaksa menerima kenyataan harus pulang dengan flight yang ke lima. Dengan flight kelima itu sudah pasti saya akan tiba di Jakarta di sore hari, oh…, sudah terbayang kemacetan Jakarta di sore hari. Oleh karenanya saya tidak meminta siapapun untuk menjemput saya, kasihan…, pulang pergi akan berkutat dengan kemacetan.

 

Setelah ke luar dari tempat kedatangan di Soekarno Hatta Airport, saya langsung mencari taksi untuk mengantar saya pulang ke rumah. Seperti yang sudah saya bayangkan sebelumnya, begitu taksi ke luar dari Terminal 2, taksi sudah tersendat jalannya dan akhirnya berhenti karena adanya kemacetan sepanjang jalan menuju Gapura. Supir taksi sudah mulai membuka pembicaraan dengan saya, Habis dari mana Pak, naik pesawat apa, dari sana jam berapa, sampai akhirnya ke urusan pekerjaan. “Cari kerjaan sekarang susah sekali ya Pak!”, kata supir taksi itu selanjutnya. “Iya…, begitulah…, karena jumlah pencari kerja itu sangat banyak, sementara pekerjaan yang tersedia tidak banyak”, sambung saya.

 

Mulailah supir taksi menceritakan prihal pekerjaannya. Saya ini sebenarnya seorang guru di sebuah SMP di Jakarta, karena saya S1 Pendidikan, tapi karena tidak maju-maju dan kebetulan saya mendengar ada lowongan guru SMA di kota kecil, maka saya mengajukan pindah dan saya disetujui, dengan harapan karier saya akan cepat naik di kota kecil, tapi ternyata tidak. Cukup lama saya mengajar di kota kecil tersebut. Di kota kecil tersebut saya kost di sebuah rumah kost yang sangat sederhana. Lingkungan tempat saya tinggal adalah kebanyakan supir taksi, karena memang lokasi nya berdekatan dengan pool taksi dan juga sekolah di mana saya mengajar. Saya sering merasa iri dengan kehidupan para sopir taksi, karena kehidupan mereka ternyata lebih baik dari kehidupan saya, sebagai seorang guru, hingga pada suatu ketika saya berkeputusan untuk menjadi supir taksi. Memang benar, ternyata saya bisa menabung dari bonus mingguan yang saya terima dan hidup saya terasa lebih enak, ketimbang jadi guru di SMA.

 

Setelah lancar selama kurang lebih lima belas menit melewati tol Pluit, taksi mulai melambat lagi menjelang Grogol. “Pak, maaf yaa…, saya jadi ngomong terus nih…, Bapak ngantuk ya…?”, tanya dia. “O…, nggak…., saya nggak ngantuk koq…, terusin aja…, saya suka koq mendengarnya…, terus gimana…?”, Tanya saya.

 

Tapi, hidup enak itu ternyata tidak bertahan lama, karena bonus mingguan yang saya terima semakin berkurang, karena banyak saingan dari taksi-taksi baru, maklum biarpun kota nya nggak begitu besar, tapi termasuk kota wisata, jadi perkembangannya cukup pesat. Lama kelamaan hidup saya makin terasa nggak enak, karena menyetir lebih lama dari sebelumnya, tapi menerima uang lebih kecil dari sebelumnya. Saya jadi pusing…, apakah saya harus jadi guru lagi?. Akh…, nggak akh. Saya akhirnya pulang kembali ke Jakarta dan berbekal uang tabungan yang saya miliki saya mencoba menjual sate ayam di lingkungan perkantoran di sebuah tempat di Jakarta. Dagang sate ayam pada mulanya enak…, dapat uang banyak. Saya berangan-angan punya warung sate yang cukup besar dan terkenal. Tapi harapan tinggal harapan…, lama kelamaan pembeli satenya makin lama makin berkurang dan sering daging ayamnya saya bawa pulang kembali ke rumah, karena tidak habis dijual. Dengan demikian saya harus menombok untuk modal esok harinya. Sekali, dua kali belum masalah, tapi setelah keseringan jadi masalah juga, uang tabungan saya  terkuras habis, sementara dagang sate nya tetap begitu begitu saja. Suatu saat uang saya sudah benar-benar habis, tidak ada modal lagi untuk beli daging ayam. Gerobaknya terpaksa saya jual dan saya mencoba melamar jadi supir taksi di Jakarta dan keterima dan saya jadi supir taksi lagi sampai sekarang.

 

Hidup memang tidak selalu mulus jalannya, terkadang kita harus melewati jalan yang berliku atau bergelombang, bahkan jalan di atas kerikil yang tajam. Angan-angan semua orang selalu ingin hidup dengan nyaman dan berkecukupan, tapi terkadang apa yang dicita-citakan, apa yang diangankan tidak pernah menjadi kenyataan, bahkan justru menerima apa yang sama sekali tidak diinginkan.

 

Itulah hidup. “C’est la vie…!”, kata orang Perancis. Hidup ini tidak hanya untuk diangan-angankan, tapi perlu diperjuangkan dan apa yang kita perjuangkan tersebut tidaklah menjamin untuk mendapatkan hidup yang dinginkan.

 

Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, maka manusia harus berjuang untuk mencari nafkah, seperti tertulis di dalam Kejadian 3 ayat 17, Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu”.

 

Cerita supir taksi di atas dan kehidupan kita semua yang sudah jatuh bangun adalah merupakan kenyataan dan merupakan akibat dari apa yang telah manusia lakukan di masa lampau. Dari dosa inilah maka manusia harus bersusah payah di dalam mencari nafkah untuk dapat bertahan hidup. Itu adalah dosa masa lalu. Akan tetapi walaupun telah melewati beberapa zaman, mulai dari zamannya Nuh, Abraham, Musa, Daud dan sampai zamannya Yesus dan sampai zaman sekarang,  tetap saja manusia berbuat dosa.

 

Namun perlu kita ingat bahwa Allah Bapa kita adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun, siapapun yang datang pada-Nya dan mengaku akan segala dosa yang diperbuatnya, maka Allah Bapa akan mengampuni.

 

Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita. (1 Yohanes 1:9)

 

Apabila selama ini hidup kita terasa begitu sulit, apa yang dilakukan tidak mendatangkan hasil sesuai dengan keinginan dan sepertinya semua usaha yang dilakukan selalu menemui jalan buntu atau selalu gagal dalam segala usaha atau pekerjaan, segera datanglah pada-Nya dan memohon ampunlah atas segala dosa-dosa yang pernah kita lakukan.

 

Sebab sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. (Yesaya 59:1)

 

Setelah mendapatkan pengampunan, tetap senantiasalah berjalan di jalan-Nya, mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya dan mulailah hidup dengan sungguh-sungguh.

 

Bersungguh-sungguhlah mendengarkan suara Tuhan Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya, maka Tuhan Allahmu akan mengangkatmu di atas segala bangsa di bumi. (Ulangan 28:1)

 

Dan apabila beban hidupmu masih terasa berat, janganlah takut atau putus asa, berdoa dan datanglah pada-Nya, karena ada tertulis bahwa: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. (Matius 11:28)

 

Kehidupan yang baik yang diangan-angankan tentunya tidak akan datang begitu saja dan hidup ini  tidak akan berubah dalam sekejap mata seperti membalikan telapak tangan. Hidup tetap menuntut usaha kita, hidup tetap membutuhkan suatu perjuangan. Namun apabila kita mengundang Dia untuk campur tangan dalam hidup kita, niscaya hidup ini akan terasa lebih ringan dan hidup menjadi lebih berarti, hidup yang dibimbing oleh-Nya.

 

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (Matius 7:7)

 

Namun ingat, walaupun semua Firman Tuhan di atas sangat menjanjikan, jangan membuat kita menjadi terlena atau hidup dengan santai, kita tetap harus berjuang menghadapi hidup ini dan tentu dengan pertolongan pimpinan Tuhan.

 

Ingat sekali lagi, “Hidup adalah Perjuangan”.

  

Andreas, Feb 2010