Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Guru Sekolah Minggu JAIM?

Love's picture

Saat ini saya sedang menerawang masa kecil saya. Khususnya waktu masih jadi penghuni kelas sekolah Minggu. Saat saya melihat guru saya mengajar, betapa kagumnya saya saat itu melihat mereka. Begitu baik, manis, dan suka senyum. Wah mereka pasti suci sekali ya ....

Sekarang saya sudah selesai menerawang. Saya berdiri sebagai guru sekolah Minggu saat ini. Ternyata bersikap manis, baik, ramah, di hadapan anak-anak bukan hal yang mudah saat melihat mereka atau seorang anak dengan cueknya menimbulkan huru-hara. Atau dengan santainya tidak memperhatikan perkataan saya. Ingin marah? Itu bisa membuat saya mempunyai imej buruk di hadapan mereka. Masa sih guru sekolah Minggu GALAK? Wah ... berarti saya harus JAIM di hadapan mereka. Wahh ... wah ... wahh .... lagi, itu bukan sifat saya ....

Benarkah guru sekolah Minggu harus selalu baik-baik saja di hadapan anak-anak? Ya, memang ... itu harus .... Tetapi apakah kita harus JAIM untuk bisa baik-baik saja di hadapan mereka yang harusnya dididik untuk disiplin itu? Tidak, itu tidak harus ....

So ... what can I do?

Setelah merenung beberapa hari, minggu, bahkan bulan .... saya bisa melakukan sesuatu ... paling tidak ampuh untuk diri saya sendiri dan membuat saya bisa baik-baik saja di hadapan anak-anak tanpa harus JAIM!

Jika anak-anak itu dengan cueknya menciptakan perang kecil di dalam kelas yang saya, lebih baik saya langsung diam dan mengerem laju bibir saya untuk berbicara. Setelah sadar saya terdiam, biasanya teman-teman kecil si pembuat huru-hara itu akan berbisik-bisik, "sstt ... sstt ... sstt ...." Harapan saya sih dia akan menghentikan action nya itu :) Berhasilkah?

Ya, berhasil, tetapi hanya 3 minggu saja. Hiks ... hikss ... hikss .... Saya putar otak lagi dan tentunya dengan pijakan doa.

AHA! Saat para kapten perang kembali mengumumkan peperangan dengan bahasa tubuhnya, dengan gerak cepat saya langsung menyebutkan namanya. Tidak dengan suara manis tapi juga tidak dengan emosi membara. Di depan teman-temannya, dengan resmi saya meminta dia atau mereka menjadi asisten saya.

Mendengar posisi asiten ditawarkan, ada raut bangga di wajahnya. Eh ... sekarang malah mereka yang JAIM di hadapan teman-temannya. Job description yang saya tawarkan adalah sebagai asisten keamanan dan ketertiban kelas. Tiap minggu sang assisten akan berdasarkan penilaian sang asisten sebelumnya. Siapa yang paling tertib akan mendapat kesempatan itu.

Thanks ... Lord ... buat ide ini .... Harapan saya sih itu berhasil. Tetapi rasanya tidak bisa dengan satu metode saja. Harus ada metode-metode lain agar kita bisa jadi teladan bagi mereka, tanpa harus terpaksa JAIM.

Saat berhenti menulis, saatnya bergumul lagi untuk dapat metode baru saat mereka sudah bosan menjadi asisten saya :) Yang penting ... bisa bebas dari JAIM untuk menjaga citra diri sendiri tetapi bisa tetap jadi teladan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Love,
16 Juni 2006

Yenti's picture

Minta pada Tuhan......agar nggak jaim....

Saya juga pernah alami hal yang sama. Pada waktu kecil, melihat seorang guru sekolah minggu dan Hamba Tuhan, memberikan saya satu angan-angan kalau nanti besar saya akan menjadi seperti mereka. Tapi dengan bertambahnya usia, banyak sekali hal yang akhirnya menghilangkan semua angan-angan " SUCI" yang saya bayangkan.Saya lebih cenderung melihat itu sebagai satu ketidaksempurnaan dan emang sebaiknya sebagai seorang Guru SM, bukanlah bersifat jaim, tetapi berusaha untuk menerapkan apa yang diajarkan kepada anak-anak. Tapi kadang kala aku berpikir Jaim lebih baik dibanding kita harus bersifat munafik.. he.he..... Karena saya sendiripun menemui banyak guru SM yang akhirnya suka bergosip ataupun tidak mau berdoa, padahal mereka adalah gembala bagi anak-anak Tuhan:) Dan mungkin langkah yang terbaik : hanyalah bersandar kepada Tuhan, biar kita nggak jaim kali ye dan selalu berusaha....
hai hai's picture

Love ... JAIM?

Love,

 

Please, jangan JAIM. coba terawang lagi masa kecil anda dan ingat-ingatlah, apa yang kamu tidak sukai dari para guru sekolah minggu anda. Mungkin hal itu akan membantu.

 

Anak kecil tidak lebih bodoh dari orang dewasa. Pengetahuan mereka lebih sedikit, namun tidak lebih bodoh. Ketika mengajar, anda harus menghormati mereka seolah anda sedang memimpin kebaktian orang dewasa.

 

Anak-anak yang berulah ketika anda mengajar, normalnya mengindikasikan dua hal. Pertama, cara anda mengajar benar-benar membosankan atau mereka tidak suka cara anda mengajar. Kedua, anak-anak itu kekurangan kasih sayang, mereka sedang menarik perhatian anda untuk mengasihi mereka. Kenapa tidak minta tolong seorang teman untuk ikut sebagai murid sekolah minggu anda, sehingga dia dapat menilai cara anda mengajar. ATau, kenapa tidak ngobrol secara dengan pribadi dengan para pembuat ulah tersebut? Berbicaralah kepada mereka sebagai sesama teman.

 

Kalau anda coba-coba JAIM, maka mereka akan mengetahuinya dengan mudah. Bila anda JAIM, mereka tidak akan menghormati anda, kalau tidak menghormati anda, maka mereka tidak akan patuh pada anda. Selanjutnya, mereka akan menggoda anda dan melecehkan anda.

 

salam

hai hai  

 

 

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

dennis santoso a.k.a nis's picture

nostalgia sekolah minggu

hihihi ...

jadi inget waktu dulu ikut sekolah minggu

gue termasuk anak yang cuek ama bu gurunya.

kenapa?

karena gue emang ga niat ke gereja kalo ga ada ajakan dari temen2 sesama "begundal" buat maen bola sebelum masuk kelasnya

^^)